Rasyaf (2004) menyatakan bahwa faktor-faktor produksi yang
dibutuhkan dalam
produksi ayam broiler adalah DOC, ransum, obat-obatan, tenaga kerja dan kandang. Input
produksi yang digunakan
dibagi menjadi dua, input produksi tetap dan input produksi variabel. Input produksi
tetap yaitu kandang, tenaga kerja, dan peralatan. Input produksi variabel yaitu DOC,
ransum, tenaga kerja tidak tetap, obat-obatan, sekam, dan bahan bakar (minyak
tanah). Berdasarkan Gusasi dan Saade (2006) menyatakan bahwa yang termasuk input
produksi tetap yaitu pajak bumi dan bangunan, biaya penyusutan kandang,
peralatan, listrik, gaji tetap karyawan yang dinyatakan dalam satuan harga rupiah
selama satu siklus pemeliharaan. Input produksi variabel adalah biaya bibit, pakan,
obat-obatan, alas kandang, tenaga kerja, bahan bakar, rekening listrik, dan karung
tempat kotoran yang semuanya dinyatakan dalam rupiah pada rata-rata setiap
periode pemeliharaan.
Bibit Ayam
Menurut Fadillah (2004), kesuksesan
beternak ayam broiler komersial tergantung dari kualitas DOC yang dipelihara.
Jika DOC yang dipelihara berkualitas maka selama pemeliharaannya tidak akan
mengalami kendala yang berarti sehingga performa yang dihasilkan tergantung
dari faktor lingkungannya. Sebaliknya, jika yang dipelihara DOC berkualitas
jelek, produksi yang dicapai tidak akan optimal walaupun faktor lingkungan yang
diberikan sudah maksimal. Rasyaf (2004) menyatakan bahwa pedoman untuk memilih
DOC antara lain ayam harus berasal dari induk yang sehat agar tidak membawa
penyakit bawaan; ukuran atau bobot ayam yaitu untuk bobot normal DOC sekitar
35-40 gram; anak ayam itu memperlihatkan mata yang cerah dan bercahaya, aktif
serta tampak segar; DOC tidak memperlihatkan cacat fisik seperti kaki bengkok,
mata buta atau kelainan fisik lainnya yang mudah dilihat, tidak ada lekatan
tinja di duburnya.
Cahyono (2004) menambahkan bahwa pemilihan
bibit harus memperhatikan syarat-syarat tertentu dari anak-anak ayam tersebut
yang akan dipelihara dan dibesarkan lebih lanjut untuk tujuan komersial. Dengan
menyeleksi anak ayam maka beberapa keuntungan dapat diperoleh selama dalam
pemeliharaan selanjutnya, yakni; (a) produksi yang dicapai dapat optimal karena
tingkat mortalitas pada ternak ayam rendah; (b) memudahkan dalam pengelolaan
karena anak-anak ayam yang dipelihara mempunyai tingkat keseragaman yang tinggi
baik terhadap kesehatan, ukuran besar dan jenisnya; (c) keuntungan yang
diperoleh dapat lebih tinggi; dan (d) dapat meningkatkan kepuasan dan
kepercayaan konsumen.
Ransum
Menurut Rasyaf (2004), ransum merupakan
kumpulan bahan makanan yang layak dimakan oleh ayam dan telah disusun mengikuti
aturan tertentu. Aturan tersebut memiliki nilai kebutuhan gizi bagi ayam dan
nilai kandungan gizi dari dari bahan makanan yang digunakan. Ransum ayam
broiler di Indonesia kebanyakan dibagi atas dua bentuk sesuai dengan masa
pemeliharaannya, yaitu ransum untuk ayam broiler masa awal (ransum starter) dan
ransum untuk ayam broiler masa akhir (ransum finisher). Kedua ransum itu
tampaknya sama, tetapi kandungan gizinya berbeda. Untuk itu perlu diperhatikan umur
ayam yang dipelihara. Anak ayam berumur kurang dari empat minggu diberi ransum
masa awal, sedangkan bila berumur empat minggu akhir diberi ransum masa akhir.
Terdapat tiga macam bentuk fisik ransum, yaitu bentuk tepung komplit, bentuk butiran
dan bentuk pecah. Ransum bentuk tepung komplit dapat digunakan untuk semua
umur, mulai anak ayam broiler umur sehari hingga siap jual. harganya pun tidak
terlalu mahal. Pellet
atau ransum bentuk butiran hanya digunakan
untuk ayam broiler masa akhir, yaitu pellet dengan ukuran garis tengah 3,2 mm. Ransum bentuk butiran pecah
atau biasa disebut crumble
ini banyak digunakan untuk ayam broiler dan
untuk semua umur (Rasyaf, 2004).
Hasil penelitian Varenza (2004) menunjukkan
bahwa usaha peternakan X menggunakan jenis ransum 201 C untuk strarter dan 202 C untuk finisher. Selanjutnya dinyatakan bahwa ransum yang digunakan selama 14
periode pemeliharaan adalah 490.450 kg untuk 179.500 ekor dengan FCR (Feed
Convertion Ratio) atau konversi ransum rata-rata sebesar 1,85 dan bobot jual
rata-rata 1,59 kg/ekor. Hasil penelitian Taslukha (2007) pada usaha peternakan
Sunan Kudus Farm unit Farm Jasinga dan Farm Gunung Bunder menunjukkan bahwa
nilai FCR rata-rata yang dihasilkan farm yaitu sebesar 1,71 di Farm Jasinga dan
di Farm Gunung Bunder selama lima minggu periode produksi.
Obat-obatan dan Vaksin
Obat-obatan dan vaksin yang dimaksud disini
adalah obat-obatan yang digunakan untuk pengobatan ternak yang terserang penyakit,
vaksin digunakan untuk pencegahan penyakit yang berasal dari virus, serta
antibiotika dan vitamin dapat mendukung pertumbuhan ayam sehingga dapat tumbuh
secara optimal (Rasyaf, 2004). Menurut Cahyono (2004) pemberian vaksin, vitamin,
dan obat-obat antibiotik harus dilakukan secara teratur. Hal ini sangat penting
sekali untuk mencegah berjangkitnya penyakit pada ternak ayam, terutama
terhadap penyakit tetelo (penyakit ND) yang sangat membahayakan ternak dan
penyakit gumboro. Lebih lanjut dijelaskan cara pemberian vaksin dapat dilakukan
dengan melalui tetes mata, tetes hidung, injeksi atau suntik, atau dengan
metode spray
(penyemprotan halus). Sedangkan jadwal
pemberian vaksin adalah sebagai berikut; (1) umur ayam 3-4 hari diberikan
vaksin ND strain
F dan setiap ekor ayam diberi 1 dosis,
yakni 1 ml; (2) umur ayam 10 hari diberikan vaksin gumboro dengan dosis sesuai
dengan anjuran; (3) umur ayam 21 hari vaksin ND strain F dan setiap ekor diberikan 1 dosis 1 (ml); dan (4) umur ayam 42
hari vaksin ND Strain
K (Komarov).
Tenaga Kerja
Rasyaf (2004) menyatakan bahwa peternakan
ayam broiler sebenarnya bukan
padat karya dan juga tidak selalu padat
modal. Peternakan ayam broiler mempunyai
kesibukan yang temporer terutama pagi hari
dan pada saat ada tugas khusus seperti vaksinasi. Oleh karena itu, di suatu
peternakan dikenal beberapa jenis tenaga antara lain; tenaga kerja tetap,
tenaga kerja harian, tenaga harian lepas dan kontrak. Tenaga kerja pada
peternakan ayam broiler yang dikelola secara manual (tanpa alat-alat otomatis) untuk
2.000 ekor ayam broiler mampu dipelihara oleh satu pria dewasa. Bila
mempergunakan alat otomatis (pemberian ransum dan minum secara otomatis) maka
untuk 6.000 ekor cukup satu orang dewasa sebagai tenaga kandang atau disebut
anak kandang yang melakukan tugas sehari-hari di kandang. Selain itu perlu tenaga
kerja bantu umum untuk vaksinasi, pengaturan ransum dan kegiatan lainnya. Fadillah
(2005) menyatakan bahwa cara kerja tenaga kerja di peternakan ayam sangat
berbeda dengan cara kerja di Industri karena karyawan tidak terikat waktu kerja
dan yang dipelihara berupa benda hidup, sehingga harus selalu siaga jika sewaktu-waktu
ada masalah. Selanjutnya dikatakan dalam suatu peternakan ayam broiler
dibutuhkan beberapa bidang fungsional yang terdiri dari pimpinan, bagian pengadaan,
bagian produksi, bagian administrasi, bagian umum, bagian keamanan dan karyawan
kandang.
Kandang
Menurut Cahyono (2004), dalam pengadaan kandang, hendaknya
kandang dibangun sesuai dengan kebutuhan dan sesuai bagi kehidupan ayam yang
akan dipelihara agar ayam dapat hidup nyaman, tenang dan terpelihara
kesehatannya sehingga produktivitas ayam dalam menghasilkan daging dapat
ditingkatkan, yang berarti dapat meningkatkan pendapatan usahatani. Mulyono
(2001) menyatakan bahwa syarat-syarat kandang yang baik yaitu kandang harus
cukup mendapat sinar matahari, kandang harus cukup udara segar, posisi kandang
terletak pada tanah yang sedikit lebih tinggi dan dilengkapi saluran drainase yang baik, kandang tidak terletak pada lokasi tanah yang sibuk
dan gaduh mengingat ayam mudah stres, ukuran dan luas kandang disesuaikan
dengan jumlah dan umur ayam. Cahyono (2004) menambahkan bahwa kandang sebagai
tempat tinggal ayam mempunyai fungsi lain yang sangat vital bagi usaha
peternakan, yaitu; (a) dapat melindungi ternak dari hewan-hewan pemangsa; (b)
dapat melindungi ternak dari cuaca buruk; (c) dari segi keamanan dapat lebih
terjamin, terutama terhadap pencurian yang dilakukan manusia; (d) dapat
mencegah hilangnya ternak karena berkeliaran kemana-mana apabila tidak
dikandangkan; (e) tempat untuk tidur dan beristirahat; (f) mempermudah
pemeliharaan; (g) memudahkan seleksi terhadap ayam-ayam yang kurang baik
pertumbuhannya; (h) memudahkan panen atau memungut hasil; (i) dapat membantu
pertumbuhan dan perkembangan ternak lebih baik karena dengan cara dikandangkan,
ternak tidak banyak bergerak sehingga energinya dapat digunakan secara maksimal
untuk metabolisme tubuh. Menurut Rasyaf (2004), dari hasil penelitian di
Indonesia ternyata antara kepadatan 8, 9, 10, dan 12 ekor ayam per m2 tidak berbeda. Dapat diartikan bahwa untuk
dataran rendah atau dataran pantai kepadatan yang lebih baik adalah 8-9 ekor/m2, sedangkan untuk dataran tinggi atau daerah
pegunungan dapat digunakan 11-12 ekor/m2 dengan rata-rata 10 ekor/m2.
Peralatan
Ayam yang dipelihara secara intensif dengan
cara dikandangkan secara terus menerus sepanjang hari, maka untuk menunjang keberhasilan
produksi diperlukan peralatan-peralatan teknis yang memadai, seperti tempat
ransum dan minum, alat pemanas dan peralatan lainnya.
1. Tempat Ransum dan Minum
Fadillah (2004) menyatakan bahwa beberapa
hal yang perlu diperhatikan dalam pengawasan pekerjaan sehari-hari adalah tata
letak tempat ransum, keadaan tempat ransum dan isi ransum. Tempat ransum ada
yang diletakkan dalam satu baris atau diletakkan berselang-seling dengan tempat
minum. Kebutuhan tempat ransum dan minum tergantung dari jumlah ayam yang
dipelihara dan umur ayam. Pemeliharaan awal dengan jumlah ayam 500 ekor,
diperlukan tempat ransum sejumlah 10 buah dan tempat minum sebanyak 12 buah,
sedangkan pada pemeliharaan akhir dengan jumlah ayam 500 ekor diperlukan tempat
ransum 14 buah dan tempat minum 16 buah (Cahyono, 2004).
2. Alat Pemanas
Alat pemanas (brooder) berfungsi sebagai
induk buatan yang memberi kehangatan anak ayam (DOC). Alat ini digunakan untuk
pemeliharaan masa awal (starter) yang berlangsung selama 12-15 hari dimana anak
ayam masih memerlukan pemanasan dalam hidupnya. Salah satu alat pemanas yang
dapat digunakan yaitu Gasolec.
Sumber panas pada Gasolec berasal dari gas, oleh karenanya penggunaannya harus dilengkapi
dengan tabung gas. Alat pemanas ini hendaknya diletakkan di tengah dengan
ketinggian 1,3-1,5 meter dari permukaan litter (alas sekam) (Cahyono, 2004). Fadillah (2004) mengungkapkan
bahwa jika pemanas menggunakan semawar, maka sebaiknya diletakkan pada
ketinggian 50-75 cm di atas sekam. Panas yang dihasilkan bisa diatur dengan
cara mengubah posisi tempat minyak tanah. Tempat minyak tanah diletakkan lebih
tinggi dari semawar. Semakin tinggi letak tempat minyak tanah, panas akan
semakin besar, di tengah tengah setiap lingkaran pelindung dipasang lampu 25 watt. Pemakaian sumber panas dan alat pemanas tidak menjadi masalah
bagi ayam, yang penting bisa memberikan kehangatan yang merata ke seluruh
lingkaran.
3. Peralatan Lain
Menurut Cahyono (2004) peralatan yang perlu
disediakan untuk mendukung Kelancaran usaha peternakan ayam broiler adalah
sekop, ember, selang, kawat atau tali, alat-alat kesehatan, gayung dan
lain-lain. Fadillah (2004) menambahkan bahwa peralatan lain yang dapat
mendukung kelancaran usahaternak ayam broiler berhubungan dengan kegiatan
sehari-hari seperti drum air, ember, garpu, pembalik sekam dan gerobak
pengangkut pakan.
Labels:
Broiler,
Faktor Produksi,
Sosial Ekonomi Peternakan,
Usaha Peternakan
Thanks for reading Faktor-Faktor Produksi Ayam Broiler. Please share...!
0 Comment for "Faktor-Faktor Produksi Ayam Broiler"