Sekilas Peternakan

Informasi Dunia Peternakan, Perikanan, Kehutanan, dan Konservasi

Tinjauan Pustaka Ayam Bangkok

Ayam Bangkok sudah banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia, biasanya digunakan sebagai pejantan karena memiliki berbagai keistimewaan yaitu bentuk tubuh yang ramping , memiliki daya tahan berlaga yang tinggi dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi (Badaruddin, Syamsuddin, Astuty dan Pagala, 2017).


Sumber Foto 

Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena mampu menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan dan perubahan iklim, memiliki bentuk badan yang besar, kompak dan susunan otot yang baik serta daging ayam Bangkok banyak digemari oleh masyarakat (Alfian, Dasrul, Azhar, 2017).

Ayam Bangkok mempunyai ciri diantaranya, postur tubuh tegap besar, tinggi mencapai 50-60 cm, jengger tidak bergerigi dan terbagi menjadi tiga baris, paha gepeng tapi kokoh dan kulit berwarna kemerah-merahan serta bulu bewarna hitam dengan kerlip bulu kuning keemasan (Sitanggang, Hasnudi dan Hamdan, 2016).


 

Sumber :

Alfian, Dasrul dan Azhar. 2017. Jumlah Eritrosit, Kadar Hemoglobin dan Nilai Hematrokrit pada Ayam Bangkok, Ayam Kampung dan Ayam Peranakan. JIMVET 1(3): 533-539.

Badaruddin, R., Syamsuddin., F. Astuty dan M.A. Pagala. 2017. Performa Penetasan Telur Hasil Persilangan Ayam Bangkok dengan Ayam Ras Petelur. JITRO 4 (2): 1-9.

Sitanggang, E.N., Hasnudi dan Hamdan. 2016. Keragaman Sifat Kualitatif dan Morfometrik antara Ayam Kampung, Ayam Bangkok, , Ayam Katal, Ayam Birma, Ayam Bangon dan Mangon di Medan.Jurnal Peternakan Integratif 3(2): 167-189.

 

Tinjauan Pustaka Ayam Jawa Super

Ayam Jawa Super merupakan hasil persilangan antara pejantan ayam Bangkok dengan betina ayam ras petelur (Kholik, Sujana, dan Setiawan, 2016). Ayam Jawa Super memiliki ciri yang berbeda dengan ayam kampung, salah satunya memiliki waktu pemeliharaan yang relatif singkat (Suarjaya dan Nuriyana, 2010). Kelebihan ayam Jawa Super jika dibandingkan dengan ayam kampung adalah bobot badan lebih besar, nilai konversi pakan lebih rendah serta nilai mortalitas yang lebih rendah (Gunawan dan Sartika, 2001).

Populasi dan permintaan ayam Jawa Super semakin meningkat dari tahun ke tahun. Menurut Badan Statistik bahwa produksi daging ayam kampung di Indonesia pada tahun 2017 sebesar 296,19 ton atau naik 3,93% dari tahun 2016 . Dengan masa pemeliharaan hanya 60 hari menjadikan ayam Jawa Super jenis ayam penghasil daging yang memiliki tekstur seperti daging ayam kampung dengan proses produksi yang terbilang cepat (Suarjaya dan Nuriyana, 2010).

Ayam Jawa Super termasuk dalam golongan ayam bukan ras atau ayam buras. Karakteristik dari ayam Jawa Super adalah dapat diproduksi dalam jumlah banyak dengan bobot seragam, laju pertumbuhan lebih cepat daripada ayam kampung, memiliki tingkat kematian yang rendah, mudah beradaptasi dengan lingkungan serta memiliki citarasa seperti ayam kampung (Yunus, 2003). Umur panen ayam Jawa Super yaitu kurang lebih dua bulan. Ayam Jawa Super pada umur 8 minggu pertumbuhannya hampir sama dengan umur 5-6 bulan ayam kampung pada umumnya. Optimalitas performans ayam Jawa Super hanya dapat terealisasi apabila diberi ransum bermutu (Abun, Denny, dan Deny, 2007).


Sumber :

Abun., R. Denny dan S. Deny., 2007. Efek Pengolahan Limbah Sayuran Secara Mekanis Terhadap Nilai Kecernaan Pada Ayam Kampung Super JJ-101. Jurnal Ilmu Ternak. 7 (2) : 81 – 86.

Gunawan, B dan T. Sartika. 2001. Persilangan Ayam Pelung Jantan X Kampung Betina Hasil Seleksi Generasi Kedua (G2). Balai Penelitian Ternak. Bogor

Kholik, A., E. Sujana dan I. Setiawan. 2016. Peforma Ayam Hasil Persilangan Pejantan Bangkok dengan Betina Ras Petelur Strain Lohman. Students e-Journal. 5(2): 1-13.

Suarjaya dan M. Nuriyana. 2010. Pengaruh Ketinggian Tempat (altitude) dan Tingkat Energi Pakan Terhadap Penampilan Ayam Buras Super Umur 2-7 minggu. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Denpasar, Bali.

Yunus, F. 2003 . Strategi Pengembangan Backyard Farm "Ayam Kampung Super" . Makalah Seminar Nutrisi Event - 2003 . Jatinangor, Sumedang . I IOktober 2003 . Fakultas Peternakan Universitas
Padjadjaran.

Potensi Urea Molasses Blok (UMB) Untuk Pakan Sapi dan Kambing

Urea molases blok adalah pakan suplemen untuk ternak ruminansia,berbentuk padat yang kaya dengan zat-zat makanan, terbuat dari bahan utama molase (tetes tebu) sebagai sumber energi, pupuk urea sebagai sumber nitrogen (protein), bahan lain seperti garam dapur, ultra mineral, kapur sebagai pelengkap zat-zat makanan, serta bahan pengisi dan penyerap molase seperti dedak, konsentrat. Pakan suplemen ini dapat juga disebut sebagai “permen jilat” untuk ternak atau “permen kambing”(Dinas Peternakan Kabupaten Brebes, 1990)

UMB merupakan pakan pemacu atau pakan tambahan/suplemen protein/non protein nitrogen, energi dan mineral yang banyak dibutuhkan ternak ruminansia, berbentuk padat yang kaya dengan zat-zat makanan (Hatmono dan Indriyadi, 1997). 

Hatmono dan Indriyadi (1997) menyatakan bahwa, sumber energi dan protein perlu tersedia dalam komposisi pakan yang bermutu untuk mendukung proses pencernaan yang efisien, Urea digunakan dalam UMB sebagai sumber nitrogen non protein (NPN) yang di perlukan dalam proses fermentasi dalam rumen sehingga sangat bermanfat bagi ternak ruminansia Penggunaan UMB sebagai pakan suplemen dengan kadar protein, energi dan mineral yang cukup dapat digunakan untuk ternak-ternak yang dikandangkan ataupun yang digembalakan. 

Beberapa manfaat UMB untuk ternak antara lain adalah meningkatkan konsumsi pakan, meningkatkan kecernaan zat-zat makanan, meningkatkan produksi ternak (Dinas Peternakan Kabupaten Brebes, 1990). 

Hatmono dan Indriyadi (1997), dosis pemberian UMB 120 gr/ekor/hari untuk ternak kecil (kambing dan domba). Pakan tambahan ini dikonsumsi ternak dengan cara menjilat dan diberikan dengan cara meletakkan di tabung bambu atau kotak pakan. Pakan tambahan ini diberikan pada pagi hari dengan jumlahnya sesuai dengan tingkat konsumsi yang dianjurkan pada setiap jenis ternak, walaupun ukuran UMB melebihi kebutuhan maka biasanya ternak akan membatasi sendiri. 

Berikut ini merupakan batasan penggunaan bahan baku penyusunan UMB yang dapat dilihat pada Tabel.

Batasan Penggunaan Bahan Baku dalam Penyusunan UMB 

Bahan Baku - Persentase (%) 

Molasses - 15-75% 

Urea - 3-15% 

Bahan pengisi - 20-60% 

Bahan pengeras (semen) - 1-10% 

Mineral campuran - 2-10% 

Sumber: Nista, dkk (2007)


Bahan yang digunakan untuk membuat UMB terdiri dari: 

a. Molases merupakan komponen utama dalam pembuatan UMB. Bahan ini digunakan karena mengandung karbohidrat sebagai sumber energi dan mineral. 

b. Urea sebagai sumber nitrogen yang diperlukan pada proses fermentasi dalam rumen.

c. Bahan pengisi, ditambahkan agar dapat meningkatkan kandungan zat- zat makanan dan untuk menjadikan UMB menjadi bentuk padat dan kompak. Bahan ini dapat berupa dedak padi, dedak gandum, bungkil kelapa, bungkil biji kapuk, bungkil kedelai, ampas tebu, ampas tahu atau bahan lain yang murah dan mudah didapat. 

d. Bahan pengeras, penambahan ini dimaksudkan untuk menghasilkan UMB yang keras, bahan-bahan ini juga mengandung mineral terutama Calsium (Ca) yang cukup tinggi, bahan pengeras antara lain tepung batu kapur dan semen (Dinas Peternakan Kabupaten Brebes, 1990).


Sumber :

Dinas Peternakan Kabupaten Brebes. 1990. Teknologi Penyuluhan Peternakan. Kabupaten Brebes

Hatmono, H dan H. Indriyadi, 1997. Urea Molases Blok Pakan Suplemen Ternak Ruminansia. Trubus Agiwidya. Unggaran.

Nista, D., H. Natalia, dan A. Taufik. 2007. Teknologi Pengolahan Pakan. Balai Pembibitan Ternak Unggul Sapi Dwiguna dan Ayam Sembawa, Sumatra Selatan. Palembang.




Urea Sebagai Campuran Ransum Untuk Pakan Ruminansia

Urea banyak digunakan dalam ransum ternak ruminansia karena mudah diperoleh, harganya murah dan sedikit resiko keracunan yang diakibatkannya. Secara fisik urea berbentuk kristal berwarna putih (Sodiq dan Abidin, 2002). 

Urea merupakan salah satu sumber Non Protein Nitrogen (NPN) yang mengandung 41- 45 % N. Disamping itu penggunaan urea dapat meningkatkan nilai gizi makanan dari bahan yang berserat tinggi serta berkemampuan untuk merenggangkan ikatan kristal molekul selulosa sehingga memudahkan mikroba rumen memecahkannya (Basya, 1981). 

Parakkasi (1999) mengemukakan bahwa pada penambahan urea sebagai sumber NPN ada beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu pemberian urea tidak melebihi sepertiga bagian dari total N (protein equivalen), pemberian urea tidak lebih dari 1% ransum lengkap atau 3% campuran penguat sumber protein, urea hendaknya dicampur sehomogen mungkin dalam ransum dan perlu disertai dengan penambahan mineral.

Urea bila diberikan kepada ruminansia akan melengkapi sebagian dari protein hewan yang dibutuhkan, karena urea tersebut disintesa menjadi protein oleh mikroorganisme dalam rumen. Urea dapat digunakan untuk pakan ternak ruminansia dengan manfaat utamanya sebagai sumber non protein nitrogen (NPN). Urea dalam proporsi tertentu mempunyai banyak dampak positif terhadap peningkatan konsumsi serat kasar dan daya cerna (Kartadisastra, 1997). 

Penelitian Musofie dkk, (1987) menghasilkan suatu kenyataan bahwa pemberian urea yang tergabung di dalam UMB berakibat meningkatnya konsentrasi amonia di dalam cairan rumen.


Sumber :

Basya S. 1981. Penggunaan dan Pemberian Urea sebagai Bahan Makanan Ternak. Lembaran LPP XI (2-4).

Kartadisastra, H. R., 1997. Penyediaan dan Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia. Kanisius. Yogyakarta.

Musofie, A., Y.P.Achmanto, S. Tedjoweiono, dan H. Sutanto. 1987. Respon Sapi Madura terhadap Pemberian Pucuk Tebu dengan Suplementasi Urea Molases Blok dan Konsentrat. Prosiding. Bioconversion Project Second Workshop on Corp Redues for feed and Other Purpose. Grati

Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Sodiq, A dan Z. Abidin. 2002. Penggemukan Domba. Agromedia Pustaka. Jakarta

Potensi Dedak Padi untuk Pakan Sapi dan Kambing

Dedak padi merupakan hasil ikutan penggilingan padi yang berasal dari lapisan luar beras pecah kulit dalam proses penyisihan beras. Proses pengolahan gabah menjadi beras akan menghasilkan dedak padi kira-kira sebanyak 10% pecahan-pecahan beras atau menir sebanyak 17%, tepung beras 3%, sekam 20% dan berasnya sendiri 50%. Persentase tersebut sangat bervariasi tergantung pada varietas dan umur padi, derajat penggilingan serta penyisihannya (Grist, 1972). 

Menurut Dewan Standarisasi Nasional (2001) mengandung energi metabolis sebesar 2980 kkal/kg, protein kasar 12,9%, lemak kasar 13%, serat kasar 11,4%, Ca 0,07%, P tersedia 0,22%, Mg 0,95% dan kadar air 9%. Dedak padi merupakan limbah dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung “bagian luar” beras yang tidak terbawa, tetapi tercampur pula dengan bagian penutup beras itu. Hal inilah yang mempengaruhi tinggi atau rendahnya kandungan serat kasar dedak (Rasyaf, 2002). 

Dedak padi yang berkualitas baik mempunyai ciri fisik seperti baunya khas, tidak tengik, teksturnya halus, lebih padat dan mudah digenggam karena mengandung kadar sekam yang rendah, dedak yang seperti ini mempunyai nilai nutrisi yang tinggi (Rasyaf, 2002). Anggorodi (1994) menyatakan bahwa, dedak padi yang berkualitas tinggi mempunyai kandungan sekam lebih rendah.


Sumber :

Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Dewan Standarisasi Nasional (DSN). 2001. Dedak Padi/ Bahan Baku Pakan.

Grist, D.H., 1972. Rice. 4th Ed. Lowe and Brydine Ltd, London.

Rasyaf, M., 2002. Beternak Unggas Komersil. Kanisius. Jakarta.


Metode Pembuatan Urea Molasses Blok (UMB)

Ada beberapa macam cara pembuatan UMB terutama yang menyangkut teknis pemanasan dan jumlah molases yang digunakan yaitu: 

a. Cara dingin, pembuatan dengan cara ini dilakukan hanya dengan mencampur molases dan urea dengan bahan-bahan lain sebagai bahan pengisi, pengeras dan urea dengan bahan tambahan lainnya, sampai terjadi adonan yang rata, kemudian dipadat dengan cetakan. Cara ini dapat dilaksanakan apabila molases yang digunakan berjumlah sedikit. 

b. Cara hangat yaitu dengan memanaskan molases terlebih dahulu dengan suhu 40-50ºC, kemudian dicampur urea, bahan pengisi dan pengeras serta bahan lain. Setelah adonan ini rata, dicetak dan dipadatkan. 

c. Cara panas, pembuatan UMB dengan cara ini, adonan yang terdiri dari molases yang digunakan dalam jumlah banyak. Dengan cara ini, adonan yang terdiri dari molase dan bahan-bahan pengisi, dipanaskan dengan merebusnya pada suhu 100-120ºC selama 10 menit, setelah agak dingin (sekitar 70ºC) dicampur dengan urea dan bahan-bahan pengeras, kemudian dituangkan dalam cetakan dan dipadatkan (Dinas Peternakan Kabupaten Brebes, 1990). 

Bentuk UMB yang padat dan keras, bertujuan agar ternak mau “menjilati” bahan ini sesuai dengan kebutuhan biologisnya, sehingga ternak akan mengkonsumsi zat-zat makanan yang berasal dari bahan suplemen ini meskipun secara sedikit demi sedikit namun berlangsung terus menerus (Dinas Peternakan Kabupaten Brebes, 1990). Tentang jumlah dan besarnya UMB yang diberikanpada ternak, bergantung pada kehendak peternak yang disesuaikan dengan efisiensi kerja peternak.


Sumber :

Dinas Peternakan Kabupaten Brebes. 1990. Teknologi Penyuluhan Peternakan. Kabupaten Brebes

Apa itu Molases ?

Molases 


Molases adalah hasil ikutan dari limbah pengolahan tebu yang berwarna hitam kecoklatan dengan kandungan gizi yang cukup baik didalamnya sehingga baik digunakan sebagai bahan tambahan pakan ternak. Keuntungan penggunaan molases untuk pakan adalah kadar karbohidrat tinggi (48-60% sebagai gula), kadar mineral cukup dan disukai ternak (Yudith, 2010). 

Winarno (1981) menyatakan bahwa molases mengandung gula mencapai 50% dalam bentuk sukrosa, protein kasar 2,5-4,5% dengan asam amino yang terdiri dari asam amino aspartat, glutamat, pirimidin, karboksilat, asparagin dan alanin. Gula pereduksi tersebut mudah dicerna dan dapat diserap langsung oleh darah, digunakan untuk keperluan energi. 

Molases banyak dimanfaatkan dan digunakan secara langsung sebagai pupuk, pakan ternak dan bahan baku industri fermentasi. Terdapat beberapa cara penggunaan molases untuk makanan ternak antara lain, diberikan sebagai komponen secara terpisah dari komponen lain, diberikan dengan campura urea, diberikan bersama-sama dengan campuran komponen lainnya seperti biji-bijian, tongkol jagung dan lain sebagainya (Paturau, 1982).


Sumber :

Paturau, J. 1982. By Products of the Cane Sugar Industry, Second edition. Elsevier.

Winarno, F.G. 1981. “Food Additives” Amankah Bagi Kita? Kumpulan dan Gagasan Tertulis 1978-1981. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Yudith, T. A., 2010. Pemanfaatan Pelepah Sawit dan Hasil Ikutan Industri Kelapa Sawit terhadap Pertumbuhan Sapi Peranakan Simental Fase Pertumbuhan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan



Kualitas Fisik Urea Molasses Blok (UMB)

Salah satu pengujian kualitas UMB adalah dengan pengamatan secara fisik UMB. Uji kualitas fisik atau uji organoleptik adalah pengujian yang meliputi uji fisik dan penginderaan. Nurani dan Nawansih (2006) mengemukaan bahwa uji organoleptik merupakan pengujian yang bersifat multidisiplin yang menggunakan kepekaan panca indera manusia sebagai panelis dalam menetukan tingkat penerimaan suatu produk. 

Menurut Saleh (2004) bagian organ tubuh yang berperan dalam penginderaan adalah mata, telinga, indera pencicip, indera pembau dan indera perabaan atau sentuhan. Kemampuan alat indera memberikan kesan atau tanggapan dapat dianalisis atau dibedakan berdasarkan jenis kesan. Kemampuan memberikan kesan dapat dibedakan berdasarkan kemampuan alat indera memberikan reaksi atau rangsangan yang diterima. Kemampuan tersebut meliputi kemampuan mendeteksi (detection), mengenali (recognition), membedakan (disecrimination), membandingkan (scaling) dan kemampuan menyatakan suka atau tidak suka (hedonik). 

Kualitas fisik dapat dilihat dari warna, bau, rasa dan tekstur. Oktavia (2013) menyatakan bahwa UMB memiliki kualitas fisik yang dapat dilihat pada Tabel berikut ini.

Kualitas Fisik UMB

UMB yang Berkualitas Baik ----- UMB yang Berkualitas Buruk 

Berwarna coklat ---- Belang berbintik putih 

Beraroma khas molases ---- Tengik 

Memiliki rasa manis atau sedikit asam ---- Memiliki rasa sangat asam 

Memiliki tekstur kesat, padat (tidak mudah pecah) dan tidak berlendir ---- Memiliki tekstur basah, mudah pecah dan berlendir 

Sumber: Oktavia (2013)



Sumber :

Nurani, F., dan O, Nawansih. 2006. Buku Ajar Uji Sensori. UniversitasLampung. Bandar Lampung.

Oktavia. 2013. Kualitas Fisik Urea Molases Blok. http://oktaviamutiariniblogspot. com/2013/01/umb-urea-molases-blok. html. diakses 04 Juli 2018.

Saleh. 2004. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. Institut Teknologi Bandung. Bandung.





Lamtoro sebagai Pakan Ternak Ruminasia

Lamtoro atau yang sering disebut petai cina, atau petai selong adalah sejenis perdu dari famili Fabaceae (Leguminoseae, polong-polongan), yang kerap digunakan dalam penghijauan lahan atau pencegahan erosi. Lamtoro berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah, dimana tanaman ini tumbuh menyebar luas.Penjajah Spanyol membawa biji-bijinya dari Meksiko ke Filipina di akhir abad XVI dan dari tempat ini mulailah lamtoro menyebar luas ke berbagai bagian dunia dan ditanam sebagai peneduh tanaman kopi, penghasil kayu bakar, serta sumber pakan ternak. 

Klasifikasi tanaman Lamtoro (Leucaena leucocephala) menurut Rukmana (1997) adalah: Kingdom: plantae, divisi: spermatophyte, sub- divisi : angiospermae, kelas: magnoliopsida, ordo: fabales, family: fabaceae, genus: leucaena dan species:cLeucaena leucocephala.

Lamtoro merupakan tanaman perdu pohon yang pertumbuhannya mampu mencapai tinggi 5-15 m, bercabang banyak dan kuat, dengan kulit batang abu-abu dan lentikel yang jelas. Daunnya kecil, tulang daun menyirip ganda dua (bipeianantus) dengan 4-9 pasangan sirip yang berjumlah sampai 408 pasang, tiap sirip tangkai daun mempunyai 11-22 helai anak daun. Bunganya merupakan bunga bangkol atau membulat (eappitullum). Batangnya berwarna putih kecoklatan atau cokelat kemerah-merahan. Buah tipis dan datar, berwarna kecoklatan ketika masak. Tumbuh secara liar maupun ditanam pada ketinggian 1200 m (Purwanto, 2007).

Lamtoro dalam istilah ilmiah bernama Leucaena leucocephala. Menurut penyelidikan, daun, bunga, dan buah lamtoro sangat baik bila digunakan sebagai bahan makanan ternak yang dapat membantu menggemukkan ternak. Bila penyebaran pohon lamtoro sudah tersebar luas dan merata, ia dapat digunakan sebagai bahan makanan ternak yang mudah diperoleh dan murah harganya. Lamtoro dapat digunakan sebagai bahan baku makanan ternak, baik yang diberikan secara langsung yaitu sebagai pakan hijauan segar, maupun melalui proses penepungan, tablet atau pellet dan sebagainya (Suprayitno, 1981). 

Tanaman lamtoro diketahui banyak mengandung protein dan sangat baik digunakan sebagai pakan ternak. Tanaman tersebut mempunyai palatabilitas yang tinggi, pertumbuhannya cepat dan mudah tumbuh serta merupakan tumbuhan yang hidup subur pada daerah tropis. Biasanya peternak menggunakan sistem cut and carry sebagai bahan pakan ternak ruminant (Widodo, 2005). Kandungan nutrien lamtoro adalah protein kasar (PK) 23,7%, serat kasar (SK) 18% dan lemak kasar (LK) 5,8% (Hartadi dkk., 2005). Daun dari legume pohon lamtoro mengandung protein yang relatif rendah tingkat pemecahannya di dalam rumen yang merupakan sumber protein yang bagus untuk ternak ruminansia.


Sumber :

Hartadi, H., S. Reksohadiprojo, dan A.D. Tillman. 2005. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Purwanto, I. 2007. Mengenal Lebih Dekat Leguminoseae Cetakan ke-1, Kanisius, Yogyakarta.

Suprayitno. 1981. Lamtoro Gung dan Manfaatnya. Bhratara. Jakarta.

Widodo, W. 2005. Tanaman Beracun dalam Kehidupan Ternak. UMM Press. Malang

Mengenal Daun Mint (Mentha piperita L)

Daun mint merupakan salah satu rempah-rempah yang dapat dimanfaatkan dalam keadaan masih segar maupun dalam keadaan kering. Daun mint biasa digunakan dalam bahan pembuatan makanan/minuman agar makanan/minuman berbau khas dan segar. Daun mint juga terkenal sebagai daun yang dapat memberikan efek rasa dingin pada produk makanan/minuman. Pada daun mint terdapat senyawa mentol dalam jumlah besar sehingga selain menimbulkan efek rasa dingin pada makanan/minuman, daun mint juga menimbulkan rasa pedas apabila penggunaannya berlebihan. 

Alankar (2009) daun mint memiliki berbagai macam ester terutama menthyl asetat dan monoterpen yang menghasilkan flavor (minty) khas. Salah satu senyawa monoterpen yang ada pada tanaman mint adalah mentol. Senyawa ini terbentuk dari geranil pirofosfat (Vickery dan Vickery, 1981) yang merupakan prekusor dari terpen. Geranil pirofosfat akan menjadi senyawa monoterpen seperti terpinolen, piperitenon, pulegnon yang selanjutnya menjadi menton, isomenton dan mentol (Tyler et al., 1988). 

Menurut Adi (2007) daun mint mengandung minyak atsiri 1-2 %, mentol 80-90%, menton, d-pipirition, heksanolfenilasetat, etil amilkarbinol dan neomentol. Daun mint mengandung minyak essensial seperti mentol dan menton, senyawa flavonoid, penolic acid, triterpenes, vitamin C, provitamin A dan beberapa mineral seperti fosfor, besi, kalsium serta potassium (Sastrohamidjojo, 2004). 

Kandungan utama dari minyak daun mint (Mentha piperita L.) adalah mentol, menton dan metil asetat, dengan kandungan mentol tertinggi (73,7-85,8%) (Saputera, 1994). Selain itu, kandungan monoterpene, mentofuran, sesquiterpene, triterpene, flavonoid, karotenoid, tanin dan beberapa mineral lain juga ditemukan dari minyak daun mint (Mentha piperita L.) (Testiningsih, 2015). 

Kandungan polifenol pada daun mint dapat berkisar antara 19%, senyawa daun mint yang bertindak sebagai antioksidan memiliki beberapa senyawa limonene, cineole, menton, mentol serta pulegone (Alankar, 2009). Polifenol (19%), karoten dan tokoferol yang bertindak sebagai antioksidan (Gardiner, 2000). Daun mint (Mentha piperita L.) banyak dimanfaatkan dalam industri farmasi, rokok, pembuatan pasta gigi, minyak angin, balsam dan makanan seperti kembang gula (Hadipoentyanti, 2012). 

Berdasarkan penggunaannya sebagai bumbu, daun mint dapat digunakan untuk bumbu daging, ikan, saus, sup, masakan rebus, cuka, minuman teh, tembakau dan minuman anggur. Ujung daun yang segar dari seluruh jenis mint juga digunakan dalam minum-minuman, buah, saus apel, es krim, jeli, salad dan sayur. Sedangkan, dalam dunia kedokteran, kandungan ekstrak minyak daun mint yang mudah menguap yaitu mentol digunakan untuk sakit perut, pereda batuk, inhalasi, mouthwashes, pasta gigi. 

Daun mint (Mentha piperita L.) digunakan oleh para herbalis sebagai antiseptik, antipruritik dan obat karminatif (Hadipoentyanti, 2012). Sedangkan ekstrak tanamannya terutama daun memiliki kandungan radioprotektif, antioksidan, antikarsinogenik, antialergik, antispasmodik. Selain itu, aroma dari daun mint dapat digunakan sebagai inhalan untuk sesak napas, bahkan teh daun mint juga digunakan untuk pengobatan batuk, bronchitis dan inflamasi pada mukosa oral dan tenggorokan (Datta, 1971).

Sumber :

Adi, L. T. 2007. Terapi Herbal Berdasarkan Golongan Darah. Agro Media Pustaka. Jakarta

Alankar, S. 2009. A Review on Peppermint Oil. Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research

Datta, P. K. 1971. Cultivation of Mentha Arvensis in India. The Flavour Industry: 233-245

Gardiner, P. 2000. Peppermint (Mentha piperita). The Center for Holistic Education and Research. Revised May 2:1-22

Saputera, D. 1994. Pengaruh Pemberiaan Sinar Lampu TL dan GA3 terhadap Pertumbuhan dan Produksi minyak Mentha piperita L. di Lembang Bandung. Skripsi

Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Vickery, M. L and Vickery, B. 1981. Secondary Plant Metabolisme. The Mac Millan Comp. New York

Tyler, V. E., Lynn R. B., Robber J. E. 1988. Pharmacognosy. Lea & Febiger. Philadelphia

Botani Tanaman Sawi


Sistematika tanaman sawi dalam Sharma (2007) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Brassicales
Famili : Brassicaceae
Genus : Brassica
Spesies : Brassica rapa L.

Tanaman sawi berakar serabut, tumbuh dan berkembang secara menyebar ke semua arah disekitar permukaan tanah. Perakarannya sangat dangkal yaitu pada kedalaman sekitar 5 cm. Tanaman sawi tidak memiliki akar tunggang. Perakaran tanaman sawi dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada tanah yang gembur, subur, tanah mudah menyerap air dan kedalaman tanah cukup (Fransisca, 2009).

Batang (caulis) sawi pendek dan beruas-ruas, sehingga hampir tidak kelihatan. Batang ini berfungsi sebagai alat pembentuk dan penopang daun (Rukmana, 2007). Secara umum tanaman sawi biasanya mempunyai daun lonjong, halus, tidak berbulu, dan tidak berkrop. Tangkai daunnya agak pipih, sedikit berliku, tetapi kuat. Daun sawi jenis ini juga lebar seperti daun sawi putih tapi warnanya lebih hijau tua (Fransisca, 2009).

Sawi umumnya bertangkai putih atau hijau muda, dan berdaging. Tanaman ini tingginya 15-30 cm, terdapat juga bentuk daun dengan warna hijau pudar dan ungu yang dikenal dengan kultivar kerdil (Yamaguchi dan Rubatzky, 1998). Buah sawi termasuk tipe buah polong, yakni bentuknya memanjang dan berongga. Tiap buah (polong) berisi 2 - 8 butir biji. Biji sawi hijau berbentuk bulat, berukuran kecil, permukaanya licin dan mengkilat, agak keras dan berwarna coklat kehitaman (Fransisca, 2009).

Sumber :
Fransisca, S. 2009. Respon Pertumbuhan dan Produksi Sawi (Brassica juncea L.) Terhadap Penggunaan Pupuk Kascing dan Pupuk Organik Cair. Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Hal 25-28
Rukmana, R. 2007. Bertanam Petsai dan Sawi. Agromedia Pusataka. Jakarta
Sharma. 2007. Taksonomi Tanaman. Erlangga. Jakarta
Yamaguchi, M dan Rubatzky, V., 1998. Sayuran Dunia. ITB Bandung. Hal 35-40


Pengolahan Bahan Pakan Pelepah Kelapa Sawit


Dengan melakukan pengolahan secara amoniasi dan silase, dapat memberikan keuntungan dan lebih aman serta meningkatkan nilai nutrisi yang lebih baik serta mengawetkan limbah pertanian (Hassan dan Ishida, 1992).

Beberapa pengolahan yang dapat meningkatkan kecernaan serat kasar. Peningkatan kuantitas bagian yang dapat dicerna pada kualitas rendah dapat dilakuakan melalui proses fisik (pencacahan), kimia (amoniasi), dan biologis (fermentasi).

Terolah Fisik
Merupakan proses yang diberikan pada bahan pakan sumber energi alternatif. Seperti memotong, mencincang, menggiling atau membuat pelet untuk meningkatkan daya cerna bahan pakan tersebut. Proses fisik yang dilakukan disesuaikan dengan spesies hewan ternak dan jumlah yang akan diberikan (Piliang, 1997).Perlakuan fisik yang dilakukan pada pelepah kelapa sawit adalah pencacahan dengan menggunakan mesin chopper hingga mencapai ukuran1-2 cm. Pencacahan dilakukan dengan mencacah semua bagian pelepah kelapa sawit (Hanafi, 2004).

Terolah Amoniasi
Ada tiga sumber amoniak yang dapat dipergunakan dalam proses amoniasi yaitu : NH3 dalam bentuk gas cair, NH4OH dalam bentuk larutan, dan urea dalam bentuk padat. Penggunaan NH3 gas yang dicairkan biasanya relatif mahal. Selain harganya mahal juga memerlukan tangki khusus yang tahan tekanan tinggi minimum (Minimum 10 bar). Demikian pula hal nya dengan larutan amoniak NH4OH selain harganya relatif mahal juga sukar diperoleh, sehingga pemakaian NH4OH terbatas dilaboratorium (Hanafi, 2004).

Satu-satunya sumber NH3 yang murah dan mudah diperoleh adalah urea.Urea yang banyak beredar untuk pupuk tanaman pangan.Menurut Siregar (1995) urea dengan rumus molekul CO (NH2)2 banyak digunakan dalam ransum ternak ruminansia karena mudah diperoleh, harga murah dan sedikit keracunan yang diakibatkannya. Secara fisik urea berbentuk kristal padat berwarna putih dan higroskopis. Urea mengandung nitrogen sebanyak 42 – 45% atau setara dengan potein kasar antara 262 – 281%.

Perlakuan amoniasi dengan urea telah terbukti mempunyai pengaruh yang baik terhadap pakan. Proses amoniasi lebih lajut akan memberikan keuntungan yaitu meningkatkan kecernaan pakan. Setelah terurai menjadi NH3 akan mengalami hidrolis menjadi NH4+ dan OH. NH3 mempunyai pKa = 9,26, berarti bahwa dalam suasana netral (pH=7) akan lebih banyak terdapat sebagai NH+ (Hanafi, 2004).

Terolah Fermentasi
Fermentasi adalah segala macam proses metabolik dengan bantuan enzim dari mikroba (jasad renik) untuk melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisa dan reaksi kimia lainnya, sehingga terjadi perubahan kimia pada suatu substrat organik dengan menghasilkan produk tertentu dan menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan tersebut (Winarno et al., 1980). Fermentasi dilakukan dengan cara menambahkan bahan mengandung mikroba proteolitik, lignolitik, selulolitik, lipolitik, dan bersifat fiksasi nitrogen non simbiotik (contohnya: starbio, starbioplus, EM-4, dan lain-lain) (Yunilas, 2009).
Keberhasilan suatu produk fermentasi secara nyata dapat ditentukan melalui kecernaan.Prinsip penentuan kecernaan zat-zat makanan adalah menghitung banyaknya zat-zat makanan yang dikonsumsi dikurangi dengan banyaknya zat makanan yang dikeluarkan melalui feses. Upaya fermentasi akan bernilai guna apabila diketahui nilai kecernaannya (Sukaryana et al., 2011).


Potensi Pelepah Kelapa Sawit Sebagai Pakan Ternak Sapi


Kelapa sawit di Indonesia berkembang pesat sejak awal tahun 80-an dan saat ini telah menjadi salah satu komoditas yang berperan sangat penting dalam penenrimaan devisa negara, penyerapan tenaga kerja, serta pengembangan perekonomian rakyat dan daerah (Elisabethdan Ginting, 2003).

Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman tropik yang penting dan berkembang pesat di Asia Tenggara, termasuk indonesia. Tanaman kelapa sawit menghasilkan 3 jenis limbah utama yang dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak yaitu pelepah daun kelapa sawit, lumpur minyak sawit dan bungkil inti sawit.Pelepah daun kelapa sawit merupakan hasil samping perkebunan buah kelapa sawit dan daun kelapa sawit adalah limbah perkebunan kelapa sawit yang disukai oleh ternak (Kamal, 2012).

Tabel 1. Kandungan nutrisi pelepah kelapa sawit
Pelepah Kelapa Sawit
Zat Nutrisi
BK (%)
Abu (%)
PK (%)
LK (%)
SK (%)
GE (K.cal/g)
Fisik
8,88
4,05
5,56
1,12
49,21
4,4274
Kimia
9,63
6,59
6,25
1,09
43,07
4,4851
Biologis
10,29
12,63
4,19
1,07
36,52
3,9733
Kimia + Biologis
9,82
8,01
6,31
0,89
39,22
3,4623

Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa daun sawit tersusun dari 70% serat kasar dan 22% karbohidrat (berdasarkan bahan kering).Karakteristik ini juga menunjukkan bahwa daun sawit dapat diawetkan sebagai silase dan telah diperkirakan bahwa kecernaan bahan kering dapat meningkat 45% dengan pembuatan silase daun kelapa sawit (Hassan dan Ishida, 1992).

Dalam penelitian Sianipar (2009), menyatakan bahwa pemanfaatan pelepah daun kelapa sawit pada level 40%, 45%, 50% dan 55% mempunyai pengaruh yang sama terhadap konsumsi pakan, pertambahan bobot badan dan konversi pakan sapi PO. Dengan PBBH secara berurutan adalah 829 gram/ekor, 713 gram/ekor, 717 gram/ekor dan 607 gram/ekor. Dalam hal ini disarankan penggunaan 55% pelepah daun sawit ditambah BIS 25 %. Selanjutnya dalam penelitian Rohaeni (2004), menyatakan bahwa pemberian pelepah 60%, lumpur dan bungkil sawit masing-masing 18%, dedak padi 4% (formula I) memberikan pertambahan berat badan harian pada sapi potong sebesar 0,58 kg/ekor dan paling ekonomis.


Analisis Laba- Rugi Usaha Ternak

Laba merupakan ukuran yang membedakan antara apa yang perusahaan masukkan untuk membuat dan menjual produk dengan apa yang diterimanya. Perhitungan laba jelas untuk banyak keputusan manejemen. Jika laba konsisten positif, perusahaan dapat tetap berada dalam bisnis tersebut, tetapi jika mengalami kerugian perusahaan dapat mencari produk yang lain yang akan diolah yang dapat mendatangkan keuntungan (Hansen dan Mowen, 2001).

Laporan laba rugi memperlihatkan hasil yang diperoleh dari penjualan jasa barang dan ongkos-ongkos yang timbul dalam proses pencapaian hasil tersebut. Laporan ini juga memperlihatkan adanya pendapatan bersih atau kerugian bersih sebagai hasil dari operasi perusahaan selama periode tertentu. Laporan ini merupakan laporan aktivitas dan hasil dari aktivitas itu merupakan ringkasan yang logis dari penghasilan, dan biaya dari suatu perusahaan untuk periode tertentu. Besarnya laba ditentukan berdasarkan selisih antara nilai penjualan(total revenue) dengan total biaya (biaya tetap ditambah biaya variabel) pada tingkat volume produksi tertentu. Perlu diperhatikan bahwa volume penjualan yang menghasilkan laba hanyalah volume penjualan yang berada diatas titik impas (Jumingan, 2006). Lipsey et al., (1995) keuntungan adalah selisih antara hasil yang diterima dari penjualan dengan biaya lebih besar dari penerimaan maka keuntungan negatif yang diperoleh dapat dinamakan rugi.Keuntungan (laba) suatu usaha ditentukan oleh selisih antara total penerimaan (total reserve) dan total pengeluaran (total cost) atau secara matematis dapat dituliskan K= TR-TC (Soekartawi et al., 1986).

Keuntungan dapat dicapai jika jumlah pendapatan yang diperoleh dari usaha tersebut lebih besar daripada jumlah pengeluarannya. Bila keuntungan dari suatu usaha semakin meningkat, maka secara ekonomis usaha tersebut layak dipertahankan atau ditingkatkan. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai keuntungan atau kerugian, yang harus dilakukan adalah pencatatan biaya (Murtidjo, 1995).


Analisis Usaha Ternak Sapi Aceh


Usaha ternak sapi merupakan usaha yang lebih menarik sehingga mudah merangsang pertumbuhan usaha. Sebaliknya hewan ternak yang nilai manfaatnya dan nilai ekonomisnya rendah pasti akan terdesak mundur dengan sendirinya, hal ini bisa dibuktikan dari perkembangan ternak sapi di Indonesia. Memelihara ternak sapi sangat menguntungkan, karena tidak hanya menghasilkan daging atau susu tetapi juga menghasilkan pupuk kandang dan sebagai potensi tenaga kerja. Sebagai penghasil daging, persentase karkas cukup tinggi yaitu 45-55% (Siregar, 1996).

Kondisi peternakan sapi potong saat ini masih mengalami kekurangan pasokan sapi bakalan lokal karena pertambahan produksi tidak seimbang dengan kebutuhan nasional, sehingga terjadi impor sapi potong bakalan dan daging. Kebutuhan daging sapi di Indonesia saat ini dipasok dari tiga sumber yaitu : peternakan rakyat (sapi lokal), industri peternakan (hasil penggemukkan sapi ex-import) dan import daging. Pembanguna peternakan ditujukan untuk meningkatkan produksi hasil ternak serta meningkatkan pendapatan peternak (Tohir, 1991).

Analisis usaha ternak merupakan kegiatan usaha penting bagi suatu usaha ternak yang mempunyai prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya. Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana yang ril untuk periode selanjutnya. Melalui analisis ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besarbiaya, untuk bibit (bakalan), ransum, kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan uang yang diperoleh (Suharno dan Nazaruddin, 1994).

Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik tolak untuk memperbaiki hasil usaha ternak tersebut. Hasil anilisis ini dapat digunakan untuk merencanakan perluasanusaha, baik menambah cabang usaha atau memperbesar skala usaha (Hermanto, 1996).

Sumber Artikel (Klik Disini)

Arti Penting Ternak Sapi Aceh Bagi Masyarakat Indonesia


 Ternak sapi potong merupakan salah satu sumber daya penghasil daging yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya bagi kehidupan masyarakat.Seekor atau sekelompok ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan, terutama bahan makanan berupa daging disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang kulit dan tulang.Sapi sebagai salah satu hewan pemakan rumput sangat besar berperan sebagai bahan bergizi rendah yang diubah menjadi bahan bergizi tinggi, kemudian diteruskan kepada manusia dalam bentuk daging. Konsumsi protein hewani yang sangat rendah pada anak-anak dapat menyebabkan anak-anak yang berbakat normal menjadi subnormal (Sudarmono dan Bambang, 2008).

Tingkat konsumsi hasil ternak bagi masyarakat Indonesia dinilai masih jauh dibawah kecukupan gizi yang dianjurkan. Bedasarkan analisis dari Pola Pangan Harapan, tingkat konsumsi masyarakat Indonesia akan protein asal ternak baru mencapai 5,1g/kap/hr yang setara dengan konsumsi susu 7,5kg/kap/th, daging 7,7 kg/kap/th (Tranggono, 2004).

Penyediaan hasil ternak dalam jangka panjang perlu optimalisasi seluruh segmen kegiatan industri peternakan, yaitu industri primer seperti pembibitan dan budidaya ternak, industri sekunder dalam kegiatan pasca panen dan industri tersier di bidang distribusi dan pemasaran (Chamdi, 2004).


Ikan Sapu-sapu (Lyposarcus pardalis)


Ikan sapu-sapu bukan merupakan jenis ikan asli indonesia, melainkan di introduksi dari Amerika Tengah dan Amerika Selatan. Rendahnya persepsi masyarakat terhadap ikan sapu-sapu. Secara sepintas ikan sapu-sapu terlihat kurang menarik karena penampilannya yang menyeramkan. Dalam ukuran besar 30 cm ikan tersebut mempunyai kepala, kulit sisik yang sangat keras dan sulit untuk ditangani (Nurilmala dkk., 2007).

Sistem klasifikasi dari ikan sapu-sapu sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Siluriformes
Famili : Loricariidae
Genus : Liposarcus
Spesies : Liposarcus pardalis

Jenis ikan Plecostomus dapat ditemukan pada berbagai wilayah perairan, seperti aliran sungai yang sempit di pegunungan, muara sungai, bahkan pada perairan dengan tingkat pencemaran tinggi. Karakteristik utama dari golongan Loricariidae adalah mulut penghisap. Bentuk bibir dan mulut memungkinkan ikan untuk makan, bernafas dan menempel pada objek dengan cara menghisap. Ikan sapu-sapu dapat tumbuh mencapai 40 cm (Tjokronegoro, 2007).

Jenis ikan dan kandungan nutrisi dalam ikan menurut Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi (2010) sebagai berikut:
Nama ikan
Nama Latin
Kadar Air
Kadar Abu
Kadar Protein
Kadar Lemak
Jangilus
Istiophorus gladius
72
1
23
43,2
Sapu-sapu
Hyposarcas pardalis
77,5
1,01
19,71
1,73
Lele
Clarias batracus
77,99
1,63
19,91
1,96
Nila Hitam
Oreochromis niloticus
77,8
1,2
18,8
2,8
Manyung
Arius thalasinus
78,1
1,25
12,45
0,55

Download Sumber Artikel (Klik Here)

Ikan Patin (Pangasius sp.)


Ikan patin (Pangasius sp.) adalah salah satu ikan asli perairan Indonesia yang telah berhasil didomestikasi. Jenis–jenis ikan patin di Indonesia sangat banyak, antara lain Pangasius pangasius atau Pangasius jambal, Pangasius humeralis, Pangasius lithostoma, Pangasius nasutus, pangasius polyuranodon, Pangasius niewenhuisii. Sedangkan Pangasius sutchi dan Pangasius hypophtalmus yang dikenal sebagai jambal siam atau lele bangkok merupakan ikan introduksi dari Thailand. Klasifikasi ikan patin menurut Saanin (1984) diacu oleh Hernowo (2001) adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Ordo : Ostariophysi
Famili : Pangasidae
Genus : Pangasius
Spesies : Pangasius sp.

Ikan patin memiliki badan memanjang berwarna putih seperti perak dengan punggung berwarna kebiru-biruan. Panjang tubuhnya bisa mencapai 120 cm, suatu ukuran yang cukup besar untuk ukuran ikan air tawar domestik. Kepala patin relatif kecil dengan mulut terletak di ujung kepala agak di sebelah bawah. Hal ini merupakan ciri khas golongan catfish. Pada sudut mulutnya terdapat dua pasang kumis pendek yang berfungsi sebagai peraba. Sirip punggung memiliki sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang bergerigi dan besar di sebelah
Universitas sumatera utara belakangnya. Jari-jari lunak sirip punggung terdapat enam atau tujuh buah. Pada punggungnya terdapat sirip lemak yang berukuran kecil sekali. Adapun sirip ekornya membentuk cagak dan bentuknya simetris. Ikan patin tidak memiliki sisik. Sirip duburnya panjang, terdiri dari 30 − 33 jari-jari lunak, sedangkan sirip perutnya memiliki enam jari-jari lunak. Sirip dada memiliki 12 − 13 jari-jari lunak dan sebuah jari-jari keras yang berubah menjadi senjata yang dikenal sebagai patil (Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan, 2011).

Ikan patin hidup di alam bebas dan biasanya bersembunyi di dalam liang liang di tepi sungai atau kali. Ikan ini baru keluar dari liang persembunyiannya pada malam hari atau ketika hari mulai gelap. Hal ini sesuai dengan sifat hidupnya yang nocturnal (aktif pada malam hari). Dari segi rasa, daging ikan patin memiliki karakteristik yang khas. Dari semua jenis ikan keluarga lele-lelean, ikan patin merupakan jenis unggulan dan paling dicari. Dari segi kandungan gizi, nilai protein daging ikan patin cukup tinggi yaitu mengandung 68,6% kandungan lemak sekitar 5,85%, abu 3,5% dan air 59,3% (Zelvina, 2009).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan meliputi faktor eksternal dan internal. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan ikan itu sendiri seperti umur dan sifat genetik ikan yang meliputi keturunan, kemampuan untuk memanfaatkan makanan, dan ketahanan terhadap penyakit. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berkaitan dengan lingkungan tempat hidup ikan yang meliputi sifat fisik dan kimia air yaitu suhu air, oksigen terlarut, karbondioksida bebas, dan lain sebagainya. Ruang gerak dan ketersediaan makanan dari segi kualitas dan kuantitas juga termasuk dalam faktor eksternal (Nugrahaningsih, 2008).

Pemberian pakan yang bergizi tinggi sangat penting dalam usaha budidaya ikan. Menurut Suhenda dkk., (2003) diacu oleh Kordi (2012) pada benih ikan patin dengan 7,6 g/ekor menyatakan bahwa pakan yang mengandung protein 35%, karbohidrat 36% dan lemak 6% memberikan pertumbuhan paling baik bagi benih.

Kelangsungan hidup ikan sangat dipengaruhi oleh kualitas air. Karena air sebagai media tumbuh sehingga harus memenuhi syarat dan harus diperhatikan kualitas airnya, seperti: suhu, kandungan oksigen terlarut (DO) dan keasaman (pH). Air yang digunakan dapat membuat ikan melangsungkan hidupnya (Effendi, 2003).

Ikan patin sangat toleran terhadap derajat keasaman (pH) air. Artinya ikan ini dapat bertahan hidup di kisaran pH air yang lebar, dari perairanm yang agak asam (pH rendah) sampai perairan basa (pH tinggi), dari 5 sampai 9. Kandungan oksigen (O2) terlarut yang dibutuhkan bagi kehidupan patin berkisar antara 3 − 6 ppm,sedangkan karbondioksida (CO2) yang bisa ditoleran berkisar antara 9 − 20 ppm. Alkalinitas antara 80 − 250. Suhu air media pemeliharaan yang optimum berada dalam kisaran 28 − 30 0C (Khairuman dan Dodi, 2000).

Download Sumber Artikel



Produksi Bahan Segar dan Kering


Produksi Bahan Segar
Produksi hijauan pakan merupakan produksi kumulatif panen selama satu tahun seluas lahan penanaman. Produksi segar diperoleh dari produk total hijauan saat tanaman dipanen. Bagian tanaman yang dipanen adalah semua bagian areal tanaman yang dipotong pada ketinggian ±10 cm dari tanah kemudian langsung ditimbang. Komponen produksi segar yang paling utama adalah biomassa daun dan batang (Susetyo et al., 2001).

Produksi Bahan Kering
Bahan kering adalah bahan pakan yang tidak mengandung air. Di dalam bahan kering ini sendiri terdapat mineral dan bahan organik (Kartadisastra, 1997). Bahan kering merupakan salah satu hasil dari pembagian fraksi yang berasal dari bahan pakan setelah dikurangi kadar air. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis) (Immawatitari, 2014).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar bahan kering antara lain : jenis tanaman, fase pertumbuhan, waktu pemotongan, air tanah serta kesuburan tanah. Kandungan bahan kering tanaman pada musim penghujan relatif rendah karena pertumbuhan tanaman lebih cepat, air tercukupi dan kondisi lingkungan lembab sehingga transpirasi berkurang (Reksohadiprodjo, 2005).

Proses respirasi masih dapat terjadi pada hijauan segar yang telah dipotong, respiprasi akan mengambil O2 dari lingkungan serta menggunakan cadangan makanan berupa karbohidrat dan bahan lain untuk menghasilkan energi, uap air serta panas. Respirasi adalah salah satu faktor utama kehilangan bahan kering pada proses pengeringan karena proses respiasi menggunakan substrat berupa gula dan asam-asam lainnya. Suhu diidentifikasi sebagai faktor lingkungan utama yang menyebabkan proses respirasi pada produk segar. Reaksi biologisnya meningkat terus dengan bertambahnya suhu lingkungan (naik setiap penambahan suhu 100C) (Ludlow et al., 1980).


Back To Top