Tanin merupakan senyawa dengan
bobot molekul tinggi yang mengandung hidroksil dan beberapa komponen seperti
karboksil yang mampu berikatan komplek dengan protein dan beberapa makromineral
lainnya pada kondisi lingkungan. Tanin mempunyai kemampuan untuk membentuk
ikatan komplek dengan protein, pati, selulosa dan mineral. Tanin dapat
mempengaruhi nilai nutrisi yang dikandung makanan dan pakan yang dikonsumsi
hewan terdapat pada tanaman legum, rumput dan buah yang belum masak. Tanin
menyebabkan rasa mengkerut pada lidah karena mampu berikatan dengan cairan
saliva dalam mulut (Cannas, 2008).
Tanin
terdiri atas katekin, leukoantosianin,dan asam hidroksi yang masing-masing
dapat menimbulkan warna bila bereaksi dengan ion logam. Tanin terdiri atas dua
kelompok, yaitu condensed tannin (tanin padat) dan hydrolizable
tannin (tanin yang dapat dihidrolisis). Kelompok condensed tannin merupakan
tanin yang dapat terkondensasi, tahan terhadap degradasi enzim pencernaan,
tahan terhadap hidrolisis asam, dimetilasi dengan penambahan methionin, selain
itu tanin mempunyai struktur senyawa kompleks dan banyak terkandung dalam biji
shorgum. Jenis tanin ini diperoleh dari kondensasi flavanol-flavanol seperti
katekin dan epikatekin, tidak mengandung gula dan mengikat protein sangat kuat.
Tanin
yang dapat dihidrolisis oleh asam alkali dan enzim, menghasilkan glukosa dan
asam aromatik yaitu galat dan asam ellagat, yang terdiri atas residu gula-gula
(Widodo, 2002). Harborne (1987), tanin terkondensasi tersebar luas dalam
paku-pakuan, gimnospermae dan angiospermae. Tanaman katuk
termasuk kedalam Sub divisi Angiospermae, sehingga jenis tanin yang
terkandung dalam daun katuk adalah tanin terkondensasi. Efek negatif tanin
dengan kadar dibawah 5% pada hewan monogastrik menyebabkan penekanan
pertumbuhan, penurunan penggunaan protein, merusak dinding mukosa saluran
pencernaan, mengurangi ekskresi beberapa kation dan meningkatkan ekskresi
protein dan beberapa asam amino essensial. Kandungan tanin 0,5-2% pada pakan
unggas menyebabkan efek merugikan yaitu menekan pertumbuhan dan produksi telur,
sedangkan pada level 3-7% dapat menyebabkan kematian (Cannas, 2008).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ambula et al. (2001)
penurunan konsumsi terjadi pada ransum yang mengandung tanin sebesar
2,71-3,54%. Tanin sebesar 2,76% menyebabkan penurunan konsumsi sebesar 19,4%.
Menurut Widodo (2002), pemberian pakan yang mengandung tanin sebesar 0,33%
tidak membahayakan untuk unggas khususnya ayam. Apabila pemberian kadar tanin
mencapai 0,5% atau lebih menyebabkan penekanan pertumbuhan ayam, karena tanin
menekan retensi nitrogen dan penurunan daya cerna asam amino yang seharusnya
dapat diserap oleh vili-vili usus yang dipergunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangan jaringan-jaringan tubuh. Gejala yang ditimbulkan bila mengkonsumsi
tanin adalah pertumbuhan yang lambat, nafsu makan yang berkurang karena rasa
pahit pada tanin, kaki tidak normal (pengkor) dan kemampuan memproduksi telur
berkurang.
Sumber
:
Ambula, M. K., G. W. Oduho and J. K.
Tuitoek. 2001. Effect of sorghum tannins, a tannin binder
(polyvinylpyrrolidone) and sorghum inclusion level on the performence of
broiler chicks. Asian-Aus. J. Anim Sci. (14) 9: 1276-1281.
Cannas, A. 2008. Tannins. www.cornelluniversity.edu/Cornellpoisonplant
/ToxicAgents /Tannin/. html [2 April 2008].
Harborne, J. B. 1987. Metode
Fitokimia, Penuntun Cara Moderen Menganalisis Tumbuhan. Terbitan kedua.
Terjemahan : K. Padmawinata, I. Sudiro. Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Widodo, W. 2002. Nutrisi dan Pakan
Unggas Kontekstual. Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta.
Labels:
Anti Nutrisi,
Pakan
Thanks for reading Tanin sebagai Anti Nutrisi Pakan Ternak. Please share...!
0 Comment for "Tanin sebagai Anti Nutrisi Pakan Ternak"