Pengelolaan usahatani dengan sistem agroforestri
telah dilakukan sejak lama di Indonesia. Ekadinata dan Vincent (2008)
menunjukkan bahwa agroforestri karet di Kabupaten Bungo, Jambi telah dimulai
sejak tahun 1973. Agroforestri yang paling umum dijumpai adalah paduan antara
karet dengan buah-buahan. Tipe tutupan lahan ini seringkali disebut hutan karet
karena struktur vegetasinya yang amat mirip dengan hutan. Agroforestri karet
ini dapat dikatakan cenderung stabil dengan luasan sekitar 68 000 ha (15
persen) pada 1973 menjadi 54 000 ha (12 persen) pada 2002. Walaupun telah
menerapkan agroforestri, secara keseluruhan jenis tutupan lahan yang paling
dominan di Kabupaten Bungo adalah perkebunan monokultur (karet dan kelapa
sawit) yang mencapai 41.4 persen dari total luasan Kabupaten Bungo.
Penelitian lainnya yaitu Satriawan dan Fuady (2013)
menunjukkan bahwa secara turun temurun petani di Kabupaten Bireuen Aceh telah
menerapkan sistem agroforestri dengan tanaman perkebunan seperti pinang dan
kelapa. Jumlah pendapatan usahatani dengan sistem agroforestri tersebut
dipengaruhi oleh jenis komoditas dan luas lahan. Kombinasi jenis tanaman yang
menghasilkan pendapatan tertinggi adalah tanaman perkebunan (buah) dan tanaman
pangan. Sedangkan pendapatan terendah diperoleh pada kombinasi tanaman kelapa
dan ternak, namun pendapatan hanya diperhitungkan dari kelapa, sedangkan ternak
belum menghasilkan.
Kombinasi tanaman yang hanya memperoleh satu sumber
pendapatan juga ditemui pada kelapa sawit dan tanaman hortikultura (sayuran),
hal ini disebabkan karena kelapa sawit belum menghasilkan (TBM). Marwah,
Sinukaban. Kukuh, Bunasor, dan Ginting (2008) menyatakan bahwa sistem
agroforestri di wilayah Sub DAS Konaweha, Sulawesi Tenggara mampu memberikan
manfaat terhadap lingkungan dengan peningkatan cadangan karbon. Sistem
agroforestri dilakukan dalam beberapa tipe berdasarkan struktur penyusunnya.
Komponen penyusun sistem agroforestri di wilayah tersebut dikelompokkan ke
dalam komoditi tanaman tahunan, buah-buahan, dan tanaman kehutanan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa total serapan
karbon tertinggi dari sistem agroforestri yang diterapkan petani ditemukan pada
tipe komponen penyusun utama tanaman perkebunan dan industri yaitu kakao, jati,
kopi, cengkeh dan langsat. Besarnya total vegetasi karbon sebesar 110.92 ton/ha
CO2 dan total karbon 32.20 ton/ha CO2. Sedangkan total karbon terendah
dihasilkan oleh sistem agroforestri dengan komponen utama rambutan, jeruk,
mangga, dan pisang dengan total vegetasi karbon sebesar 37.39 ton/ha CO2 dan
total karbon 22 ton/ha CO2. Penelitian mengenai agroforestri kelapa sawit telah
dilakukan sebelumnya. Muryunika (2015) menganalisis strategi pengelolaan dan
pengembangan agroforestri berbasis kelapa sawit di Jambi.
Data dan informasi lainnya dikumpulkan melalui
observasi dan wawancara kepada responden terpilih yaitu petani kelapa sawit
yang menerapkan sistem agroforestri, petani kelapa sawit pola monokultur dan
stakeholder PT. Humusindo Makmur Sejati (HMS) salah satu perusahaan kelapa
sawit yang menerapkan agroforestri. Data diolah dengan analisis deskriptif,
analisis strenght, weakness, opportunity dan threat (SWOT) dan Quantitative
Strategic Planning Matrix (QSPM).
Sumber Artikel (Klik Disini)
Labels:
Kelapa Sawit
Thanks for reading Agroforestri Kepala Sawit . Please share...!
1 Comment for "Agroforestri Kepala Sawit "
Mohon maaf bila menyimpang. Saya ade irzal umur 54 thn agama islam alamat jl perjuangan gg suka rahmad medan 20233 Sumut. Telp 087768710137 081263806587 emailadeirzal7@gmail.com. Saya punya Buyer Valid yg ingin Take Over bila ada perusahaan kebun sawit yg akan Take Over. Khususnya PT. Humusindo Makmur Sejati dan PT> Sumbertama Nusa Pertiwi Jambi. Di mohon memberikan balasan atas permohonan saya ini. Atas perhatian dan kerjasamanya saya ucapkan terimakasih.