Rabies
adalah penyakit zoonosa (penyakit yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia)
yang disebabkan oleh virus. Rabies disebabkan oleh virus yang tidak bersegmen
dari grup V (RNA virus), golongan Mononegavirales, famili Rhabdoviridae,
genus Lyssavirus, species Rabies virus. Genus Lyssavirus yang
lain selain rabies meliputi virus kelelawar lagos, virus Makola, virus
Duvenhage, virus kelelawar Eropa 1 dan 2 serta virus kelelawar Australia
(Johnson et al. 2010).
Virus
rabies ditularkan dari air liur hewan yang terinfeksi ke hewan lain melalui
gigitan. Masa inkubasi dari virus ini bervariasi. Umumnya 3-12 minggu, tetapi
dapat terjadi pada beberapa hari sampai beberapa bulan, jarang terjadi melebihi
6 bulan. Bukti dan sejarah kejadian rabies menunjukkan bahwa anjing, kucing,
dan musang terjangkit virus beberapa hari sebelum onset klinis dan selama sakit
(CDC 2011).
Cara
yang paling umum penularan rabies pada manusia adalah melalui air liur pada
luka gigitan anjing yang terinfeksi. Rabies adalah infeksi akut yang menyerang
susunan saraf pusat (SSP) yang kejadiannya selalu fatal. Setelah virus masuk
melalui gigitan, virus akan bereplikasi pada jaringan penghubung dan masuk ke
saraf perifer melalui jaringan saraf otot (neuromuskuler) dan kemudian
menyebar ke susunanan saraf pusat dalam sel Schwan pada endoneurium (Yousaf et
al. 2012).
Gejala
klinis pada manusia akibat infeksi rabies, biasanya menunjukkan gejala umum
seperti; sakit kepala, nyeri otot, mual atau batuk. Gejala paling awal karena
infeksi rabies adalah mati rasa dan/atau kesemutan di lokasi luka disekitar
gigitan, diikuti oleh fase agitasi dan kebingungan, diikuti koma, kegagalan
pernafasan dan kematian (DEFRA 2011).
Menurut
Yousaf et al. (2012) Gejala klinis rabies pada manusia dibagi atas tiga
tahap; prodromal, furious dan kelumpuhan (paralytic/dumb).
Semua tahapan ini tidak dapat diamati pada satu individu. Gejala klinis yang
pertama adalah nyeri neuropatik (neuropatic pain) di tempat infeksi atau
luka akibat replikasi virus. Selanjutnya, setelah fase prodromal diikuti
fase furious dan paralytic yang dapat teramati pada hewan
tertentu. Hal tersebut pernah dilaporkan bahwa pada kucing yang lebih menonjol
adalah fase furious dan fase paralytic/dumb daripada pada
anjing. Pada beberapa kasus, gejala klinis kadang tidak teramati dan virus
rabies diidentifikasi pada hewan yang tiba-tiba mati. Diagnosis laboratorium
dilakukan pada sistem saraf pusat, jaringan yang diambil dari kepala. Uji juga
dilakukan pada sampel air liur, serum, dan biopsi folikel rambut pada kulit di
leher.
Infeksi
rabies alami pada hewan menyebabkan penyakit neurologis akut di hampir semua
spesies mamalia. Tanda-tanda awal rabies pada hewan tidak spesifik seperti pada
manusia, tetapi kedua bentuk klinis rabies dapat diamati pada hewan yang
terinfeksi. Pada tipe furious, agresif dan hiperaktif sering teramati
pada karnivora dengan terjadinya ensefalitis. Ensefalitis ini juga menyebabkan
linglung, halusinasi dan agitasi.
Tipe
paralytic, hewan terlihat tertekan atau tidak patuh, kadang-kadang
lumpuh pada wajah, tenggorokan dan leher, menyebabkan kelainan ekspresi pada
wajah dan tidak mampu untuk menelan. Kelumpuhan berlangsung dengan cepat pada
seluruh tubuh diikuti koma dan akhirnya mati
Kedua
bentuk klinis diatas dapat terjadi secara bergantian pada hewan yang
terinfeksi. Perubahan dramatis dalam perilaku, seperti hewan menjadi lebih
liar, hilangnya rasa takut pada manusia, merupakan indikasi dari infeksi rabies.
Kematian umumnya terjadi dalam waktu dua minggu dari mulai timbulnya gejala.
Namun, pada hewan yang tidak menunjukkan gejala (asimtomatik) dan bisa
bertahan hidup dapat ditemukan pada berbagai spesies, setelah deteksi antibodi
rabies atau virus RNA pada hewan yang tampak sehat. Hewan tersebut adalah
luwak, musang, sigung, rakun, anjing, rubah, hiena, serigala, kelelawar pemakan
serangga dan pemakan buah (Dacheux et al. 2011).
Key
words: dog, rabies, risk assessment
Labels:
Kesehatan Ternak
Thanks for reading Karakteristik Rabies . Please share...!
0 Comment for "Karakteristik Rabies "