Menurut
Direktur Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka Ditjen Hortikultura konsumsi
sayuran penduduk Indonesia masih di bawah standar yang ditetapkan oleh Food and
Agriculture Organization of the United Nations (FAO) yaitu baru mencapai 73
kg/kapita/tahun, sedangkan standar kecukupan untuk sehat sebesar 91,25
kg/kapita/tahun. Sementara itu konsumsi sayuran penduduk Indonesia menurut data
Departemen Pertanian (Deptan) pada tahun 2005 sebesar 35,30 kg/kapita/tahun,
tahun 2006 sebesar 34,06 kg/kapita/tahun, tahun 2007 meningkat sebesar 40,90
kg/kapita/tahun dan tahun 2008 mengalami penurunan kembali menjadi 37,59
kg/kapita/tahun (Anonim 2009).
Berkaitan
dengan hal tersebut, Deptan telah mencanangkan program “Gema Sayuran” di
tingkat propinsi di seluruh wilayah Indonesia. Program ini telah dilakukan sejak
tahun 2006 di Aceh Besar, tahun 2009 di NTB dan tahun 2010 akan dilakukan di
Pekanbaru, Riau. Tujuan program ini adalah untuk memasyarakatkan konsumsi
sayuran guna meningkatkan gizi keluarga/masyarakat mulai dari anak-anak hingga
dewasa, memperbaiki pandangan masyarakat terhadap sayuran produk petani
Indonesia, membangun rasa bangga mengkonsumsi produk pertanian Indonesia,
mendorong peningkatan produk sayuran Indonesia, meningkatkan hidup sehat
bergizi dengan pangan, vitamin, mineral, serat dan antioksidan yang cukup,
serta mendorong pengembangan keanekaragaman produk sayuran (Anonim 2009).
Selain
konsumsi, produksi sayuran dalam negeri juga masih rendah. Berdasarkan data
produksi sayuran Ditjen Hortikultura bahwa produksi sayuran (di luar jamur)
pada 2008, baru mencapai 8,72 juta ton. Jumlah tersebut menurun sebesar 1,43%
dibandingkan tahun sebelumnya. Hal ini menyebabkan produk sayuran pasar dalam
negeri masih didominasi oleh produk sayuran dari luar negeri dan menyebabkan
Indonesia masih harus mengimpor kekurangannya seperti pada tahun 2006,
Indonesia mengimpor lebih dari 16 jenis sayuran sebanyak 550.437,6 ton dan pada
tahun 2007 volumenya meningkat menjadi 782.734,8 ton (Iriana dan Suhendar
2009).
Contoh
lain dari penurunan produksi komoditas hortikultura adalah produksi bawang
merah pada tahun 2004 sebesar 757 ribu ton. Jumlah tersebut menurun sebesar
0,7% dibandingkan dengan produksi tahun sebelumnya walaupun luas panen pada
tahun tersebut meningkat sebesar 1,3%. Penurunan produksi ini disebabkan oleh
penurunan produktivitas bawang merah pada tahun 2004 yang diakibatkan oleh
tingginya curah hujan yang dapat meningkatkan serangan hama dan patogen
tanaman. Berlawanan dengan bawang merah, produksi bawang daun pada tahun 2003
mencapai 345,7 ribu ton atau meningkat sebesar 9,7% dibandingkan dengan
produksi tahun sebelumnya. Namun, luas panen bawang daun pada tahun 2003
menurun sebesar 7,5% dibandingkan tahun sebelumnya (Deptan 2009).
Produksi
beberapa jenis tanaman sayuran mengalami fluktuasi. Produksi bawang merah,
bawang putih, dan wortel pada 1998, masing-masing mengalami kenaikan 17%, 4%,
dan 29% dibandingkan 1997. Pada jenis tanaman yang sama, yang mengalami
penurunan adalah hasil kentang, tomat dan kubis, masing-masing 13%, 9%, dan 7%
(Portal Indonesia 2007). Neraca perdagangan komoditas hortikultura secara total
pada tahun 2003 dan 2004 sudah mencapai defisit masing-masing sebesar USD 105,4
juta dan USD 163,7 juta. Defisit neraca perdagangan hortikultura tersebut
disebabkan oleh defisit pada komoditas buah-buahan dan sayuran. Pada tahun 2003
defisit neraca perdagangan buah-buahan dan sayuran masing-masing mencapai USD
63,5 juta dan USD 55,7 juta sedangkan pada tahun 2004 masing-masing meningkat
mencapai USD 101,8 juta dan USD 76,7 juta (Deptan 2009).
Penurunan
produksi sayuran juga mengakibatkan menurunnya pasokan rata-rata sayuran di
pasar. Contohnya pasokan cabai di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta pada bulan
Maret minggu ke-4 menurun sekitar 10,9% dibandingkan dengan minggu ke-2. Pada
minggu ke-1 bulan April pasokan mengalami sedikit kenaikan dibandingkan minggu
ke-4 Maret, namun pada minggu ke-2 pasokan cabai mulai mengalami penurunan
sekitar 9,4% dibandingkan minggu ke-1 bulan April. Sementara untuk komoditas
bawang merah, pasokan bulan Maret minggu ke-4 mengalami penurunan sekitar 24%
dibandingkan minggu ke-2. Pada minggu ke-1 April pasokan bawang mengalami
sedikit kenaikan dibandingkan minggu ke- 4 Maret. Pada Bulan April minggu ke-2
mengalami penurunan sekitar 19% dibandingkan minggu ke-1 April (Dirjen Horti
2008).
Berdasarkan
informasi di atas, kebutuhan terhadap sayuran diperkirakan akan semakin
meningkat sehingga upaya peningkatan produktivitas sayuran harus terus
ditingkatkan. Namun, upaya peningkatan produktivitas sering dihadapkan pada
berbagai kendala sehingga dapat menghambat upaya peningkatan bahkan terjadi
penurunan produksi dan menyebabkan kerugian yang tidak sedikit. Berbagai
kendala tersebut diantaranya adalah penyempitan lahan pertanian dan peningkatan
perkembangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang dipicu oleh perubahan
iklim. Kerugian sering diderita petani pada saat musim hujan. Para petani
sayuran mengeluhkan anjloknya harga beragam jenis sayuran yang disebabkan
banyak komoditas sayuran yang cepat busuk akibat tergenang air hujan dan memicu
munculnya hama dan patogen penyebab penyakit yang menyerang tanaman (Rukmorini
2009).
Hal
serupa juga di alami oleh petani sayuran di Kawasan Lereng Gunung Merbabu dan
Andong wilayah Kabupaten Magelang. Produksi sayuran menyusut sekitar 25-35%
akibat meningkatnya curah hujan yang dapat meningkatkan serangan hama dan
patogen sehingga tanaman tidak dapat tumbuh secara maksimal. Hal ini
menyababkan petani menderita kerugian yang sangat besar. Contohnya adalah
produksi tomat hanya sebesar 7,5 kuintal. Padahal pada kondisi normal
produksinya dapat mencapai satu ton. Beberapa komoditas sayuran yang mengalami
penurunan produksi adalah tomat yang sekitar 25%, kubis dan lombok sekitar 30%
dan sawi putih sekitar 35% (Wawasan Digital 2009).
Labels:
Holtikultura
Thanks for reading Kebutuhan dan Produksi Sayuran di Indonesia . Please share...!
0 Comment for "Kebutuhan dan Produksi Sayuran di Indonesia "