Pestisida adalah substansi
kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk
mengendalikan berbagai hama dan patogen penyeebab penyakit tanaman yang
mencakup serangga, tungau, gulma, cendawan, bakteri, virus, nematoda, siput,
tikus, burung dan organisme lain yang dianggap merugikan dan menyebabkan
tanaman tidak dapat tumbuh secara optimal (Biotis 2009).
Menurut Tarumingkeng (1977),
pestisida mencakup bahan-bahan racun yang digunakan untuk membunuh jasad hidup
yang mengganggu tumbuhan, ternak dan sebagainya yang diusahakan manusia untuk
kesejahteraan hidupnya. Pestisida berasal dari kata Pest yang berarti hama dan
cide yang berarti membunuh. Aplikasi pestisida di lapangan digunakan
bersama-sama dengan bahan lain misalnya minyak untuk melarutkan, air untuk
mengencerkan, tepung untuk mempermudah dalam pengenceran atau penyebaran dan
penyemprotan, bubuk yang dicampur sebagai pengencer (dalam formulasi dust),
atraktan (misalnya bahan feromon) untuk pengumpan, bahan yang bersifat sinergis
untuk penambah daya racun, dsb. Penggolongan pestisida didasarkan pada sasaran,
asal dan sifat kimia. Berdasarkan sasaran pestisida digolongkan menjadi
insektisida (racun serangga), fungisida (racun cendawan), herbisida (racun
gulma), akarisida (racun tungau), rodentisida (racun tikus), nematisida (racun
nematoda), dst. Sedangkan berdasarkan asal dan sifat kimianya digolongkan
menjadi pestisida sintetik anorganik dan organik, serta pestisida hasil alam
seperti nikotin, piretrin dan rotenon, sedangkan untuk jenis racunnya dibedakan
atas racun sistemik dan racun kontak.
Penggunaan pestisida dalam
pengendalian akan memberikan hasil yang lebih cepat terutama untuk
pengendalian-pengendalian yang bersifat kuratif (penyembuhan). Penggunaan
pestisida juga bersifat fleksibel, mudah beradaptasi dalam segala hal dan
situasi karena tersedia dalam berbagai bentuk formulasi dan mudah didapatkan di kios-kios pestisida atau
toko-toko pertanian, penggunaannya lebih praktis, dan lebih ekonomis
dibandingkan dengan pengendalian lain. Hal inilah yang menyebabkan petani lebih
memilih pestisida sintetik dibandingkan dengan jenis pengendalian lainnya.
Penggunaan pestisida terbanyak adalah dalam bidang pertanian, bahkan hampir 85%
pestisida yang beredar di dunia ini digunakan untuk bidang pertanian (Dadang
2007).
Menurut Girsang (2006)
pestisida adalah bahan beracun yang termasuk pencemar bagi lingkungan dan
sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Cara aplikasinya yang
tidak bijaksana dapat menyebabkan degradasi lingkungan berupa kerusakan
ekosistem yang disebabkan oleh sifatnya yang beracun dan persistensinya yang
cukup lama bahkan untuk beberapa jenis pestisida dapat mencapai puluhan tahun.
Pencemaran pestisida dapat terjadi melalui angin, aliran air dan terbawa
melalui tubuh organisme yang dikenainya. Sebagai contoh pestisida yang
diaplikasikan di sawah beririgasi atau kebun akan ikut terbawa aliran air ke
sungai dan akhirnya ke laut jika terjadi hujan. Sedangkan sisa pestisida yang
tidak terbawa akan mengendap di tanah dan sebagian terdapat pada tanaman yang
diaplikasi pestisida sebagai residu dan akan membahayakan bagi organisme yang
memakannya. Makhluk hidup pada ekosistem perairan yang ada di sawah, sungai dan
laut seperti ikan dan makhluk hidup aquatik lainnya dapat teracuni oleh
pestisida yang terbawa aliran air dan akhirnya dapat meracuni organisme yang memakannya
dengan kadar racun yang terus terakumulasi sehingga kadar racun pada organisme
yang terdapat pada aras tropi yang lebih tinggi pada rantai makanan akan
semakin meningkat.
Beberapa hasil monitoring
menunjukkan bahwa hampir di setiap tempat di lingkungan sekitar kita seperti
dii dalam tanah, air minum, air sungai, air sumur, dan udara ditemukan residu
pestisida. Kondisi seperti ini secara tidak langsung dapat membahayakan
organisme bukan sasaran dan dapat menurunkan kualitas lingkungan. Menurut Coutney
et al. (1973) dalam Saenong (2008), pencemaran perairan oleh pestisida
bersumber dari aliran air di daerah pertanian terutama selama musim hujan.
Kadar pestisida yang tinggi dapat membunuh makhluk hidup yang ada di dalam air.
Namun, ada pula pestisida-pestisida yang persistensinya tinggi seperti golongan
organoklorin meskipun dengan kosentrasi rendah dapat masuk dalam rantai makanan
dan mengalami proses peningkatan kadar (biological magnification) sampai pada
derajat yang mematikan. Perlakuan paraquat pada dosis 1,0 ppm selama 4 jam
dapat menurunkan produktivitas fitoplankton sebesar 53%, perlakuan diquat
dengan dosis yang sama dalam selang waktu 48 jam menurunkan produktivitas 45%,
sedangkan perlakuan diuran dengan dosis 1,0 ppm dalam selang waktu 4 jam
menurunkan produktivitas sampai 87% (Pimentel 1974 dalam Saenong 2008).
Labels:
Pupuk
Thanks for reading Pestisida Sintetik, Manfaat dan Dampaknya . Please share...!
0 Comment for "Pestisida Sintetik, Manfaat dan Dampaknya "