Pemerintah
Indonesia mengimpor sapi dari berbagai jenis keturunan sapi Zebu pada akhir
abad ke 19 dari India. Tujuan impor tersebut untuk mendatangkan sapi yang cocok
hidup di Indonesia dan memiliki fungsi ganda yaitu sebagai ternak kerja dan
penghasil daging. Sapi Ongole (Nellore) merupakan ternak yang terpilih dan
dianggap memenuhi syarat tersebut. Sekitar tahun 1914 semua sapi jenis Ongole
murni yang ada di Indonesia dikembangkan dan digembalakan di satu tempat yaitu
pulau Sumba. Secara berangsur-angsur pengembangan ternak tersebut diperluas
dengan cara menyebarkan pejantan Ongole ke pulau-pulau lain yang ada di
Indonesia dengan tujuan untuk kawin silang. Pada tahun 1950-an terdapat sekitar
1000 hingga 1200 ekor pejantan Ongole dikeluarkan dari pulau Sumba tiap
tahunnya (Payne and Hodges, 1997).
Karakteristik
fisik sapi Sumba Ongole secara umum tidak berbeda dengan karakteristik tubuh
sapi Ongole yang ada di India. Sapi Ongole merupakan salah satu ternak yang
paling besar di India yang berbadan panjang dan berkaki panjang dengan leher
relatif pendek. Warna kulit yang normal adalah putih tapi pada ternak jantan
dewasa biasanya berwarna abu-abu pada kepala, bagian leher dan punggung.
Terkadang warna merah atau merah berlapis putih juga terlihat pada kulitnya.
Warna kulit juga ada yang terdapat titik-titik berwarna dan untuk ketebalan
kulitnya berukuran medium. Kepala panjang, telinga sedang dengan sedikit jatuh
(layu). Tanduknya pendek. Punuk tumbuh lurus dan berkembang baik pada ternak
jantan. Gelambir besar dan gemuk serta memiliki lipatan hingga meluas ke pusar
(Payne and Hodges, 1997). Terdapat sekitar 30 bangsa sapi dari India seperti
Nellore (Ongole), Guzerat, Gir, Red Sindhi dan masih banyak lagi yang
kesemuanya termasuk dalam golongan sapi Zebu. Sapi-sapi dari India tersebut
termasuk dalam spesies Bos indicus (sapi-sapi yang memiliki punuk) dalam
klasifikasi zoologisnya (Blakely dan Bade, 1991).
Hasil
penelitian Ngadiono (1995) sapi Sumba Ongole yang dipelihara dengan intensif
dapat memiliki rataan pertambahan bobot badan harian sebesar 0,85+0,01
kg/ekor/hari. Kemampuan mengkonsumsi bahan kering pakan sebesar 8,49
kg/ekor/hari atau konsumsi bahan keringnya sebesar 2,38% dari bobot badan. Selanjutnya
dinyatakan pula bahwa dengan konsumsi bahan kering tersebut, sapi Sumba Ongole
dapat mengkonversi pakan sebesar 10,60 kg bahan kering pakan/kg pertambahan
bobot badan. Nilai rataan pertambahan bobot badan tersebut masih lebih rendah
dari hasil penelitian Nugroho (2008) yang juga menggunakan sapi Sumba Ongole
dengan sistem pemeliharaan secara intensif yaitu, sebesar 1,29 kg/ekor/hari.
Daftar
Pustaka
Blakely,
J. dan D. H. Bade. 1991. Ilmu Peternakan. Edisi Keempat. Terjemahan : B.
Srigandono. Universitas Gadjah Mada Press., Yogyakarta.
Ngadiono, N. 1995.
Pertumbuhan serta sifat-sifat karkas dan daging sapi Sumba Ongole, Brahman Cross
dan Australian Commercial Cross yang dipelihara secara intensif pada
berbagai bobot potong. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Nugroho, A. W. 2008.
Produktivitas karkas dan kualitas daging sapi Sumba Ongole dengan pakan yang
mengandung probiotik, kunyit dan temulawak. Skripsi. Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Payne,
W. J. A. dan John Hodges. 1997. Tropical Cattle : Origins, Breeds, and Breeding
Policies. Blackwell Science Ltd., London.
0 Comment for "Sapi Sumba Ongole"