Pengamatan fisik
produk silase seperti warna, bau dan penampakan lainnya hanya
menggambarkan nilai nutrisi secara umum, untuk mendapatkan hasil yang akurat
maka perlu dilakukan analisis kimia dan mikrobial silase (Macaulay 2004). Pengukuran
bahan kering, pH, kandungan protein, amonia, serat kasar, asam organik, kadar
gula serta jumlah mikrobial merupakan parameter yang umum dijadikan untuk menggambarkan
kualitas silase (Saun dan Heinrichs 2008; Macaulay 2004; Kung dan Shaver
2001). Tabel 6 memperlihatkan karakteristik produk silase dengan kualitas yang
berbeda.
Tabel 6
Karakteristik produk silase dengan kualitas yang berbeda
Warna silase
dapat mengindikasikan permasalahan yang mungkin terjadi selama fermentasi. Silase
yang terlalu banyak kandungan asam asetat akan berwarna kekuning-kuningan,
sementara kalau kelebihan asam butirat akan berlendir dan berwarna
hijau-kebiruan. Penentuan kualitas suatu fermentasi juga dapat ditentukan
melalui bau. Pada fermentasi asam laktat hampir tidak mengeluarkan bau,
sementara fermentasi asam propionat menimbulkan bau wangi yang menyengat,
sedangkan fermentasi Clostridia akan menghasilkan bau busuk (Saun dan
Heinrichs 2008). Kandungan bahan kering pada awal ensilase merupakan faktor
yang mempengaruhi kualitas fermentasi. Ensilase pada kadar air lebih tinggi
dari normal (>80%) dapat menyebabkan panjangnya proses fermentasi, banyaknya
protein yang dirombak dan kehilangan energi serta terjadinya fermentasi kedua
oleh bakteri Clostridia. Sementara proses fermentasi dengan kadar air
lebih rendah dari normal (<60 dan="" i="" jamur="" ketidakstabilan="" mengakibatkan="" pada="" silase="" tumbuhnya="" yeast="">Bacillus
serta tingginya kerusakan struktur
protein (Seglar 2003). Sementara Kung dan Nylon (2001) menyatakan bahwa pH
adalah salah satu faktor penentu keberhasilan fermentasi. Lebih lanjut
dijelaskan McCullough (1978) dan Macaulay (2004) kualitas silase dapat
digolongkan menjadi 4 kriteria berdasarkan pH yaitu: baik sekali dengan pH 3.2
4.2, baik pH 4.2 4.5, sedang pH 4.5 4.8 dan buruk pH >4.8.
Salah satu
tujuan ensilase adalah meminimalisasi aktivitas proteolitik yang disebabkan
oleh aktivitas enzim tanaman atau mikroorganisme lain terutama jenis Clostridium.
Sejumlah komponen NPN meningkat dengan adanya aktivitas proteolisis. Akibatnya
pH silase meningkat, dan beberapa komponen NPN seperti amin dapat menurunkan
konsumsi pakan (Saun dan Heinrichs 2008). Kandungan amonia yang tinggi
mencerminkan fermentasi yang jelek karena banyaknya protein yang dirombak selama
proses ensilase. Panditharatne et al. (1986) melaporkan bahwa penambahan
tepung tapioka pada silase rumput gajah dapat meningkatkan kualitas fermentasi.
Sementara itu Sibanda et al. (1997) menemukan terjadinya
peningkatan konsentrasi asam laktat dan penurunan kadar amonia dengan
penambahan molases dan jagung giling pada silase Star grass.
Efek positif
juga ditunjukkan Yokota et al. (1998) bahwa penambahan molases dan dedak
padi pada silase Napier grass dapat meningkatkan kualitas fermentasi dan
konsumsi pakan pada kambing. Jones et al. (2004) dan Schroeder (2004)
menambahkan bahwa selama ensilase terjadi aktivitas pendegradasian komponen
selulosa dan hemiselulosa oleh mikroorganisme yang terlibat proses fermentasi.
Sementara bakteri lainnya (terutama bakteri asam laktat) akan mengkonversi
gulagula sederhana menjadi asam organik (asetat, laktat, propionat dan butirat)
selama ensilase berlangsung. Akibatnya produk akhir yang dihasilkan lebih mudah
dicerna jika dibandingkan dengan bahan tanpa fermentasi. Selain itu produk asam
organik yang dihasilkan juga mampu mendegradasi komponen serat terutama
selulosa dan hemilselulosa. Sedangkan McDonald et al. (1991) menyatakan
bahwa secara umum fermentasi silase tidak memberikan pengaruh yang besar
terhadap kecernaan silase.
Labels:
Fermentasi,
Silase
Thanks for reading Kualitas Fermentasi dan Nutrisi Silase . Please share...!
0 Comment for "Kualitas Fermentasi dan Nutrisi Silase "