Camera trap bukan alat baru
dalam satwa liar ilmu pengetahuan. Ini ditemukan di akhir 1890-an, sebelum yang
pertama kali digunakan di lapangan pada 1913 (Sanderson dan Trolle, 2005).
Dalam dekade belakangan ini, telah banyak digunakan di dunia, dengan kenaikan
tahunan sebesar 50%. Hasil ini penelitian telah dipublikasikan di internasional
diakui jurnal (Rowcliffe dan Carbone, 2008). Camera trap berfungsi untuk
mendapatkan gambar satwa liar di alam yang sulit untuk ditemui dengan pertemuan
langsung.
Camera trapping adalah tehnik
yang semakin banyak digunakan untuk memonitor satwa yang sulit ditemui, karena
kamera dapat ditinggalkan di lapangan dan akan memicu pengambilan foto saat
dilewati oleh satwa. Hasil foto dapat digunakan sebagai perhitungan kasar dari
kelimpahan relatif, perkiraan dari jumlah populasi minimum suatu spesies
berdasarkan pada pengenalan secara individual atau perkiraan dari kelimpahan
berdasarkan cara menangkap tandai dan tangkap kembali (capture mark recapture)
(Maddox dkk., 2004).
Foto-foto yang dihasilkan
camera trap juga menunjukkan adanya tumpang tindih di wilayah hidup untuk kedua
jenis kelamin. Compelx polygon yang mempresentasikan wilayah hidup harimau,
ditentukan di sekitar lokasi kamera dimana tercatat kemunculan beberapa
individu harimau tertentu (Franklin dkk., 1999). Camera trap dipasang secara
berpasangan pada setiap lokasi dan titik koordinat serta ketinggian lokasi
direkam dengan GPS (Global Positioning System). Jarak antar lokasi camera trap
ditentukan dari luas daerah jelajah minimum Harimau Sumatera.
Berdasarkan hasil penelitian
Franklin dkk. (1999) di Taman Nasional Way Kambas, Lampung, luas jelajah
minimum Harimau Sumatera betina adalah 49 km2 , sehingga diperoleh jarak
maksimal antar stasiun camera trap tidak melebihi 3,95 km (Hutajulu, 2007).
Menurut Franklin dkk. (1994) Penghitungan luas daerah jelajah harimau dengan
menggunakan data camera trap kurang akurat untuk menggambarkan wilayah jelajah
sebenarnya. Ukuran sampel kecil sangat sensitif untuk menggambarkan home range
suatu individu jenis (Pete, 2005).
Pada kebanyakan studi dengan
menggunakan camera trap, jumlah kamera merupakan faktor pembatas, akan tetapi
hal tersebut dapat diatasi dengan menggunakan desain sampel yang baik. Apabila
jumlah kamera yang digunakan sedikit maka solusinya adalah dengan membagi
lokasi studi menjadi beberapa petak area dengan luas yang lebih kecil, kemudian
pemasangan kamera dilakukan per bagian area yang lebih kecil tersebut satu demi
satu . Lokasi dan lama waktu pemasangan camera trap merupakan dua faktor yang
perlu diperhatikan untuk mendapatkan data yang mencukupi dan mewakili untuk
suatu area penelitian (Karanth dan Nicholas, 2002).
Seperti manusia, kebanyakan
satwa liar menggunakan jalur-jalur yang ada di hutan untuk berpindah dari satu
tempat ke tempat lain sehingga jalur-jalur yang ada di dalam hutan dapat
digunakan sebagai lokasi pemasangan camera trap (Asriana, 2007).
Labels:
Konservasi
Thanks for reading Camera Trap untuk Pengamatan Satwa Liar . Please share...!
0 Comment for "Camera Trap untuk Pengamatan Satwa Liar "