Habitat
asli lobster air tawar adalah danau, rawa-rawa dan daerah sungai. Lobster air
tawar cenderung bersembunyi di celah-celah dan rongga-rongga seperti bebatuan,
potongan-potongan pohon, dan di antara akar tanaman rawa-rawa. Hewan ini
termasuk hewan yang tahan terhadap kondisi yang kurang baik, misalnya pada saat
musim kering mereka bisa hidup dalam tanah bahkan mampu membuat lobang sampai
kedalaman 5 cm (Iskandar, 2003).
Lobster
air tawar adalah jenis hewan akuatik yang habitat alaminya adalah danau, sungai,
rawa dan saluran irigasi, hewan ini bersifat endemik karena terdapat spesies
lobster air tawar yang ditemukan di habitat alam tertentu (Sukmajaya dan
Suharjo, 2003).
Berdasarkan
data yang terkumpul, jenis lobster air tawar sebanyak 47 spesies. Spesies-spesies
ini ada yang sudah dibudidayakan dan masih hidup bebas di alam terbuka. Lobster
air tawar tersebut tersebar luas di seluruh belahan dunia, mulai dari Benua
Eropa hingga Benua Amerika dan Australia. Meskipun beberapa spesies lobster air
tawar yang populer berasal dari Australia dan Amerika, Indonesia juga memiliki
daerah sebagai asal lobster air tawar. Daerah asalnya yaitu aliran
sungai-sungai di Lembah Baliem, Papua. Penyebaran lobster air tawar pun semakin
meluas ke seantero Nusantara. Jakarta, Tangerang, Bogor, Depok dan Bekasi
merupakan pusat perkembangan dan produksi lobster air tawar. Di Sumatera,
beberapa daerah juga menjadi sentra produksi lobster air tawar, seperti
Lampung, Palembang, Padang dan Medan. Di Sulawesi beberapa daerah juga sudah
banyak memproduksi lobster air tawar, seperti Makassar dan Manado. Samarinda,
Banjarmasin dan Balikpapan merupakan wilayah penyebaran lobster air tawar di
Pulau Kalimantan (Lukito dan Prayugo, 2007).
Karakteristik
Pada
umumnya semua udang memiliki sifat alami yang sama, yakni aktif pada malam hari
(nocturnal), baik aktivitas untuk mencari makan dan reproduksi. Beberapa
indera yang digunakan udang untuk mendeteksi makanan adalah penglihatan (sight),
audio atau vibrio sense, thermosense dan chemosense. Dari
keempat indera tersebut chemosense atau chemoreseptor merupakan
alat yang paling peka untuk mendeteksi pakan. Mencari pakan, udang lebih
mengandalkan indera kimia daripada indera penglihatan (Yuniarso, 2006).
Sifat
lobster adalah kanibalisme yaitu memakan sesama jenis sebab lobster mempunyai
karakter menyukai makanan yang berasal dari daging dan memiliki aroma amis,
sehingga pada saat lobster mengalami pergantian kulit (molting) tubuhnya
lunak serta menimbulkan aroma amis, hal ini mengundang lobster lain untuk
mendekat dan memangsanya. Kanibal juga dapat terjadi jika makanan tidak
mencukupi kebutuhan dan pertumbuhan tidak seragam. Lobster dalam keadaan lemah
setelah molting atau sakit, maka menjadi santapan lobster yang kuat.
(Hamiduddin, 2005 dalam Priyono 2009).
Pertumbuhan
pada lobster air tawar merupakan penambahan protoplasma dan pembelahan sel yang
terus menerus pada waktu ganti kulit. Secara umum dinyatakan bahwa laju
pertumbuhan krustasea merupakan fungsi dan frekuensi ganti kulit dan pertambahan
berat badan setiap proses ganti kulit atau molting. Pada lobster
pergantian kulit pertama dimulai pada umur 2-3 minggu, frekuensi molting sering
terjadi sebelum individu tumbuh menjadi dewasa (berumur 6-7 bulan) dan setelah
dewasa proses molting jarang terjadi (Wickins, 1982 dalam Yuniarso,
2006).
Frekuensi
ganti kulit udang dipengaruhi oleh umur dan makanan yaitu jumlah dan mutu
makanan yang diserap. Udang yang makanannya berkualitas baik dalam jumlah yang
banyak akan lebih cepat mengalami pergantian kulit daripada makanannya sedikit
ataupun yang kualitasnya kurang baik (Ling, 1976 dalam Aris, 2011).
Labels:
Lobster
Thanks for reading Habitat dan Penyebaran Lobster Air Tawar . Please share...!
0 Comment for "Habitat dan Penyebaran Lobster Air Tawar "