Harimau sumatera termasuk
dalam kategori satwa langka yang perlu dilindungi keberadaannya. IUCN (The
International Union for Conservation of Nature and natural Resources)
memasukannya ke dalam status critically endangered sejak 1994 yang ketika itu,
dugaan populasi di seluruh pulau Sumatera berjumlah sekitar 400 ekor di dalam
kawasan konservasi dan 100 ekor di luar kawasan konservasi (Tilson et al.
1994).
Selain itu, harimau sumatera merupakan
satwa yang dilindungi oleh Peraturan Pemerintah No.7 Tahun 1999 dan juga
termasuk dalam Apendix I CITES (Convention on International Trade in Endangered
Species of Wild flora and Fauna) yang artinya satwa ini dilarang untuk
diperdagangkan dalam bentuk apapun. Kenyataannya, status tersebut alihalih
meningkatkan jumlah harimau sumatera di alam, jumlahnya tiap tahun justru makin
menurun karena maraknya perburuan. Di Taman Nasional Bukit Tigapuluh saja
tercatat sebanyak 305 ekor harimau telah dibunuh dalam rentang tahun 1972 –
2003 (Shepherd & Magnus 2004).
Perburuan terhadap harimau
pada umumnya dilatarbelakangi oleh mahalnya harga bagian tubuh harimau.
Selembar kulit harimau utuh pada tahun 1980an bisa dihargai hingga USD 3.000,-
(Santiapillai & Ramono 1985). Namun bukan hanya perburuan saja yang
menyebabkan penurunan populasi harimau sumatera. Deforestasi dan degradasi
hutan merupakan ancaman yang sangat signifikan terhadap keberadaan harimau
sumatera.
Selain itu, konflik harimau
sumatera dengan manusia juga turut menyumbang angka laju penurunan populasi
harimau sumatera (Dephut 2007) Harimau merupakan mamalia besar yang membutuhkan
daerah jelajah yang luas di alam untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Paling tidak dibutuhkan minimal 15 km2 untuk harimau betina dan 50 km2 untuk
harimau jantan (McDougal 1979). Maka dari itu, satwa ini sangat rentan terhadap
perubahan luasan habitat yang tersedia akibat deforestasi. Hutan menjadi
terfragmentasi sehingga membatasi ruang gerak harimau untuk mempertahankan
kelestariannya. Di Sumatera, harimau hanya mampu hidup di kantong-kantong habitat yang terpisah di sepanjang pulau.
Perkiraan populasi harimau sumatera adalah sekitar 400 – 500 ekor yang hidup
terpisah di berbagai kawasan. Ekosistem Leuser dan Taman Nasional Kerinci
Seblat merupakan kantong terbesar dengan perkiraan populasi antara 186 – 350
ekor. Sisanya tersebar di berbagai kawasan konservasi maupun hutan masyarakat
di seluruh Sumatera (Dephut 2007).
Pesatnya pertumbuhan populasi
manusia dan pembangunan ekonomi di dalam dan sekitar habitat harimau sumatera
mengakibatkan meningkatnya potensi konflik antara harimau dan manusia. Antara
tahun 1978 – 1997, tercatat sebanyak 146 orang meninggal dunia, 30 luka-luka
dan 870 ekor ternak terbunuh akibat konflik antara manusia dan harimau sumatera
(Nyhus & Tilson 2004). Di sisi lain, hasil kajian TRAFFIC pada tahun 2002
mengungkapkan setidaknya 35 ekor harimau terbunuh selama konflik dalam kurun
waktu 1998 – 2002 (Dephut 2007). Data terbaru Sumatran Tiger Conservation Forum
menambah panjang daftar korban konflik dengan 57 orang meninggal, 81 luka-luka,
326 ekor ternak terbunuh, dan 69 ekor harimau yang menjadi korban baik dibunuh
maupun dipindahkan ke pusat konservasi eksitu (Priatna et al. 2012)
Labels:
Harimau
Thanks for reading Jejak Harimau di Pulau Sumatera . Please share...!
0 Comment for "Jejak Harimau di Pulau Sumatera "