Konsumsi adalah
jumlah pakan yang dimakan oleh ternak atau sekelompok ternak selama periode
tertentu dan ternak tersebut mempunyai akses bebas pada pakan dan tempat makan.
Menurut Parakkasi (1999) konsumsi pakan merupakan faktor esensial untuk
menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat
konsumsi pakan dapat ditentukan kadar zat makanan dalam ransum untuk memenuhi
hidup pokok dan produksi.
Konsumsi dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal, faktor eksternal dan
lingkungan. Faktor internal berasal dari dalam ternak itu sendiri, faktor=
eksternal berasal dari pakan sedangkan faktor lingkungan berhubungan dengan
lingkungan sekitar dimana ternak tersebut hidup. Konsumsi pakan dipengaruhi
oleh palatabilitas, sedangkan palatabilitas pakan tergantung pada bau, rasa,
tekstur dan temperatur pakan yang diberikan (Church dan Pond, 1988). Parakkasi
(1999) menyatakan bahwa konsumsi ditentukan oleh ; (1) berat atau besar badan,
(2) jenis makanan (bahan makanan yang berdaya cerna tinggi), (3) umur dan
kondisi ternak, (4) kadar energi dari bahan makanan, (5) stress dan (6) sex
atau jenis kelamin.
NRC (1977)
menyatakan bahwa kebutuhan hidup pokok ternak kelinci memerlukan bahan kering
3-4% dari bobot badan. Selanjutnya Poole (1987) menyatakan bahwa kebutuhan
konsumsi bahan kering ransum pellet pada kelinci adalah sebanyak 5 persen dari
bobot badan. Ternak kelinci lebih menyukai ransum dalam bentuk pellet
dibandingkan ransum bukan pellet (Harris et al., 1983). Pemberian ransum
sebaiknya lebih banyak diberikan sore hari dibanding pemberian siang atau pagi
hari karena kelinci termasuk binatang malam (Rismunandar, 1981).
Kelinci
memperlihatkan kemampuan mencerna protein dan lemak dengan baik tetapi tidak
demikian halnya dengan serat kasar (Lang, 1981). Kandungan serat dalam ransum
juga mempengaruhi konsumsi bahan kering kelinci. Kandungan serat yang tinggi
dalam ransum akan mempersingkat penahanan partikel ransum tersebut di dalam
saluran pencernaan dan kemudian dengan cepat partikel yang tidak dapat dicerna
dikeluarkan bersama feses keras, sehingga pada akhirnya memperbesar kesempatan
untuk mengkonsumsi ransum berikutnya.
Daftar Pustaka
Church, D. C and W. G. Pond.
1988. Basic Animal Nutrition and Feeding. 3rd Ed. John Wiley & Sons, Inc.,
Toronto.
Harris, D. J., P. R. Cheeke and
N. M. Patton. 1983. Feed preference and growth performance of rabbits versus
unpelleted diets. J. Appl. Rabbit Res. 6 (1) : 15 – 17.
Lang, J. 1981. The Nutrition of
the Commercial Rabbit. Part I, Physiology, Digestible and Nutrient Requirement,
Commonwealth Bureau of Nutritional, pp. 197-204.
National Research Council. 1977.
Nutrient Requirement of Rabbits. No. 9 and 2nd Edition. National Academy of Sciences,
Washington D. C.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi
dan Makanan Ternak Ruminansia. University of Indonesia Press, Jakarta.
Poole, T. B. 1987. UFAW Handbook
on The Care Management of Laboratory Animals. 6th Ed. Universities for Animal
Welfare, Longman Scientific and Technical.
Rismunandar. 1981. Meningkatkan
Konsumsi Protein dengan Beternak Kelinci. Cetakan Ke-7. Penerbit C. V. Sinar
Baru, Bandung.
0 Comment for "Konsumsi Ransum Kelinci "