Menurunnya populasi orangutan disebabkan oleh habitatnya
yang telah rusak dan terfragmentasi seperti: untuk lokasi perkebunan,
penebangan liar dan kebakaran hutan. Konversi lahan gambut ditengarai menjadi
penyebab kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah di Indonesia. Pada
kejadian kebakaran berskala besar di tahun 1997-1998, diperkirakan sekitar 10
juta hektar lahan yang rusak atau terbakar. Selain itu juga diakibatkan tingginya
perburuan liar (Meijaard et al. 2001).
Ditinjau dari aspek biologi reproduksi, menurunnya
jumlah populasi orangutan diduga disebabkan oleh rendahnya tingkat reproduksi.
Orangutan memiliki karakteristik biologis yang menyebabkan pertumbuhan
populasinya berlangsung lambat. Dia memiliki masa kebuntingan dan jarak antar
kelahiran yang panjang (Beck et al. 2009). Hasil penelitian orangutan
Sumatra selama lebih dari 30 tahun, menunjukkan fakta bahwa tingkat reproduksi
orangutan di habitatnya maupun di penangkaran sangat rendah (Wich et al.
2004; Anderson et al. 2008), diduga hal ini berkaitan dengan
rendahnya potensi reproduktif.
Orangutan betina dewasa di hidupan liar hanya mampu
melahirkan 3-5 anak selama masa hidupnya meskipun umur pertama kali melahirkan
masih sangat muda (rataan 14.7 tahun); dan setiap kelahiran hanya satu anak,
sehingga interval antar kelahiran (inter birth interval/IBI) sangat
panjang (Wich et al. 2004). Laporan menyebutkan bahwa IBI orangutan
Sumatera di hidupan liar lebih panjang dari pada orangutan Kalimantan.
Orangutan Sumatra di Ketambe memiliki rata-rata IBI 9.3 tahun (n=23) (Wich et
al. 2004) dan di Suaq Balimbing 8.2 tahun (n=8) (van Noordwijk dan van
Schaik 2005). Sedangkan, orangutan Kalimantan di Tanjung Puting memiliki
rata-rata IBI 7.7 tahun (n=23) (Wich et al. 2004) dan di Gunung
Palung 7.2 tahun (n=8). Anderson et al. (2008) melaporkan bahwa
rata-rata IBI orangutan Kalimantan di penangkaran jauh lebih lama (6.3 tahun)
dibandingkan di habitat alami (4.8 tahun). Hal yang sama juga berlaku untuk
betina orangutan Sumatera, IBI di penangkaran lebih lama (5.8 tahun)
dibandingkan IBI di hidupan liar (4.5 tahun). IBI orangutan Sumatera di penangkaran
secara signifikan lebih pendek (5.8 tahun) dari pada orangutan Kalimantan (6.3
tahun).
Rata-rata umur reproduktif pertama betina orangutan
Sumatera di penangkaran 16.4 tahun, sedangkan orangutan Kalimantan 15.5 tahun.
Demikian pula umur reproduktif pertama jantan di penangkaran. Jantan orangutan
Sumatera menjadi bapak anak pertama pada umur rata-rata 19.4 tahun, sedangkan
orangutan Kalimantan 17.8 tahun. Umur reproduktif terakhir betina orangutan
Sumatera rata-rata 26.2 tahun dan orangutan Kalimantan 29.0 tahun. Umur
reproduktif terakhir jantan orangutan Sumatera rata-rata 26.3 tahun dan orangutan
Kalimantan 24.7 tahun (Anderson et al. 2008). Daya hidup orangutan
periode bayi (infant) dan remaja (juvenile) sebesar 67% (Wich et
al. 2004). Tingkat kematian infant di penangkaran pada hari
kelahiran atau sebelum kelahiran (aborsi) sebesar 13.1% (71 mati dari 542).
Bayi orangutan Sumatera 10.6% (63 dari 594) mati sebelum atau selama hari
kelahiran. Sebanyak 20.5% (90 dari 440) bayi orangutan Kalimantan mati sebelum
mereka mencapai umur 4 tahun dan bayi orangutan Sumatera sebanyak 22.4% (113
dari 504) (Anderson et al. 2008). Menurut Wich et al. (2004)
tingkat kematian infant mencapai 6.9%, kematian umur lebih dari 15 tahun
1.75% pada betina dan 1.25% pada jantan. Karakteristik biologis seperti ini menyebabkan
pertumbuhan populasi orangutan berlangsung lambat; dan masalah pokok penyebab
penurunan populasi harus ditanggulangi.
Labels:
Konservasi,
Orang Utan
Thanks for reading Penyebab Menurunnya Populasi Orangutan . Please share...!
0 Comment for "Penyebab Menurunnya Populasi Orangutan "