Metode yang efisien dan dapat
dipercaya bagi kegiatan kekayaan dan kepadatan suatu jenis menjadi sangat penting
dalam kegiatan mengetahui keberadaan mamalia mungkin sudah menjadi metode yang
kuno saat ini. Beberapa tahun belakangan ini telah ditemukan metode baru yang
lebih efisien dalam melakukan kegiatan inventarisasi mamalia yaitu dengan
menggunakan perangkan kamera atau kamera trap. Metode ini dinilai sangat
efisien dalam kegiatan inventarisasi satwa terutama untuk satwa yang samar,
untuk mempelajari populasi dari spesies tersebut karena masing-masing individu
dapat dibedakan berdasarkan tanda atau pola pada tubuhnya. (Karant,1995;
Carbone, 2001; Diacu dalam Silveira, 2003).
Sistem kamera otomatis atau
lebih dikenal dengan kamera trap merupakan suatu alat dan sistem yang dapat
memantau satwaliar secara lebih efektif dan akurat guna mendukung usaha
konservasi terhadap satwaliar khususnya untuk pendugaan kepadatan harimau
sumatera (Karant & Nichols, 2002), situasi perubahan satwa karnivora dan
herbivora di hutan tropika (Sanderson et al., 2004). Generasi kamera trap
dalam pengembangan model capture-recapture telah meningkatkan
keefektifan dalam metode survei dan monitoring untuk sebagian besar satwa
terestrial dan beberapa mamalia arboreal (Karant & Nichols, 2002). Teknologi
berupa kamera trap telah banyak membantu usaha konservasi satwaliar di dunia
khususnya Indonesia. Dengan adanya sistem kamera trap dapat digunakan
untuk memantau populasi satwaliar yang terancam punah keberadaannya di alam
liar. Penggunaan metode kamera trap untuk memantau populasi karnivora
besar pertama kali dilakukan oleh Karant (1995) diempat taman nasional di
India. Di Indonesia, metode ini pertama kali diterapkan di Taman Nasional
Gunung Leuser, Sumatera Utara (Griffith, 1994). Kamera trapa bekerja
dengan menggunakan sistem infra merah yang dapat mendeteksi keberadaan satwa
dengan sensor panas tubuh satwa tersebut.
Setiap satwa yang melintas
akan terekam gambarnya oleh kamera. Gambar-gambar tersebut dilengkapi dengan data
tentang waktu pengambilan, bulan, tanggal, dan nomor gambar yang tersimpan
dalam data logger dan ditransformasikan kedalam software komputer.
Keberadaan set kamera tidak mempengaruhi aktivitas satwa yang melintas didepan
kamera sehingga tidak mengganggu kegiatan hariannya. Penempatan kamera
diusahakan tidak pada celah yang lebar sehingga pada saat harimau melintasi
kamera trap akan mengaktifkan secara otomastis dan menangkap gambar individu
yang melintas (Karant & Nichols, 2002).
Seperti manusia, kebanyakan
satwaliar menggunakan jalur-jalur yang ada di hutan untuk berpindah dari satu
tempat ke tempat lain (Fonseca et al., 2003). Sehingga jalur-jalur yang ada di
dalam hutan dapat digunakan sebagai lokasi pemasangan kamera trap (Karant &
Nichols, 2000). Tempat-tempat yang sering dikunjungi oleh satwaliar seperti
sumber air, sumber air garam (saltlick). Dan sumber makanan seperti pohon yang
sedang berbuah dapat juga digunakan sebagai tempat untuk pemasangan kamera trap
(Fonseca et al., 2003). Dalam perkembangannya kamera trap juga memiliki
beberapa kelemahan. Beberapa kendala dan permasalahan sistem kamera otomatis
sinar infra merah (Bostani & Apriawan, 1997) antara lain adalah :
a. Pencurian kamera di lokasi
penelitian.
b. Ganguan dari satwaliar,
misalnya gajah sumatera, semut, tupai, beruk, dan lainnya.
c. Tekanan dari intensitas cahaya
matahari.
d. Kesalahan teknis kamera
(technical error).
Labels:
Konservasi
Thanks for reading Perangkap Kamera (Camera Trap) untuk Konservasi Satwa . Please share...!
0 Comment for "Perangkap Kamera (Camera Trap) untuk Konservasi Satwa "