Parameter
fisik dalam kualitas air merupakan parameter yang bersifat fisik, artinya dapat
dideteksi oleh panca indera manusia yaitu melalui visual, penciuman, peraba dan
perasa, sedangkan parameter kimia didefinisikan sebagai sekumpulan bahan/zat
kimia yang keberadaannya dalam air mempengaruhi kualitas air. Faktor fisik
kimia air diantaranya DO (oksigen terlarut), suhu, pH, amonia dan nitrit
(Irawan et al. 2009).
Parameter
kualitas air harus dijaga dan dikontrol dengan baik karena perubahan kualitas
air secara langsung akan memberikan pengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan.
Perubahan kualitas air dapat menyebabkan nafsu makan ikan menurun sehingga daya
tahan tubuh ikan menjadi lemah bahkan ikan dapat dengan mudah terserang
penyakit dan mati. Selain kualitas air dan kondisi lingkungan, kualitas pakan
yang diberikan pada ikan juga dapat memberikan pengaruh bagi pertumbuhan dan
kelangsungan hidup ikan.
Suhu
merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam lingkungan perairan dan
berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung. Apabila suhu mengalami
kenaikan akan meningkatkan laju pertumbuhan sampai batas tertentu, dan kenaikan
suhu justru menurunkan laju pertumbuhan (Rahardjo et al. 2010). Menurut
Kordi (2000), perubahan suhu sebesar 5 derajat selsius di atas normal dapat
menyebabkan stres pada ikan bahkan kerusakan jaringan dan kematian.
Suhu
mempengaruhi aktivitas metabolisme organisme, karena itu penyebaran organisme
baik di lautan maupun di perairan tawar dibatasi oleh suhu perairan tersebut.
Suhu sangat berpengaruh terhadap kehidupan dan pertumbuhan ikan. Secara umum
laju pertumbuhan meningkat sejalan dengan kenaikan suhu, dan dapat menekan
kehidupan ikan bahkan menyebabkan kematian bila peningkatan suhu sampai ekstrim
(drastis). Kisaran suhu optimum bagi kehidupan ikan adalah 25-280C. Bila suhu
rendah ikan akan kehilangan nafsu makan, sebaliknya bila suhu terlalu tinggi
ikan akan stres bahkan mati kekurangan oksigen. Baik suhu rendah maupun terlalu
tinggi dapat membahayakan ikan, karena beberapa patogen berkembang baik pada
suhu tersebut (Kordi, 2004).
Oksigen
terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting dalam ekosistem air,
terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme
air. Pada ekosistem air tawar, pengaruh temperatur menjadi sangat dominan
(Barus, 2004). Menurut Watten (1994) dalam Hapsari (2001) mengatakan bahwa
oksigen terlarut merupakan parameter kualitas air yang merupakan faktor
pembatas pada sistem tertutup dan semi tertutup. Stickney (2000) dalam Hapsari
(2001) mengatakan bahwa respirasi merupakan proses fisiologi normal dari ikan.
Menurut Stickney (2000) dalam Hapsari (2001) kelarutan oksigen dalam air
tergantung dari berbagai faktor diantaranya adalah suhu, salinitas dan
ketinggian. Untuk lingkungan air tawar oksigen terlarut tergantung pada suhu
dan ketinggian, sedangkan pada lingkungan air laut oksigen terlarut tergantung
pada salinitas dan suhu. Menurut Forteath (1993) dalam Husin (2001) mengatakan
bahwa bakteri nitrifikasi merupakan bakteri aerob yang tidak bisa mengoksidasi
amonia jika kandungan oksigen terlarut (DO) kurang dari 2 mg/L. Berikut ini
Tabel Pengaruh Konsentrasi Oksigen Terlarut Terhadap Ikan.
Kandungan Oksigen Terlarut (Mg/L)
|
Pengaruh Terhadap Ikan
|
<1 o:p="">1>
|
Letal
atau menyababkan kematian dalam beberapa jam.
1-5
Ikan
dapat bertahan akan tetapi pertumbuhan dan reproduksi terhambat.
>5
Ikan
dapat tumbuh dan bereproduksi secara normal.
(Boyd,
1990 dalam Hapsari, 2001).
Derajat
keasaman (pH) merupakan suatu parameter penting untuk menentukan kadar
asam/basa dalam air. Nilai pH menyatakan nilai konsentrasi ion hydrogen di
dalam suatu larutan. Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan mempunyai
nilai pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai dengan basa
lemah. Nilai pH yang ideal bagi kehidupan organisme air antara 7 sampai 8,5
(Barus, 2004). Berdasarkan Boyd (1990) dalam Husin (2001), jaringan merupakan
target organ utama akibat stres asam. Ketika ikan berada pada pH rendah,
peningkatan lendir akan terlihat pada permukaan insang. Begitu juga pada pH
tinggi, dimana insang ikan sangat sensitive dan berbahaya bagi mata ikan.
Akumulasi bahan kimia dalam sistem resirkulasi menyebabkan pH mengalami depresi
(asam), kecuali kalau sistem adalah buffer sehingga pH dapat stabil. Pada saat
air lebih asam, stress pada ikan budidaya terjadi dan jika pH. Nilai pH air
mempunyai efek yang sangat besar pada kesehatan organisme akuatik yang ada
dalam sistem resirkulasi (Forteath et al., dalam Husin 2001).
Dari
semua parameter kualitas air yang mempengaruhi ikan, amonia adalah yang paling
penting setelah oksigen, terutama dalam sistem yang intensif. Amonia
menyebabkan stress dan bahkan kerusakan inang dan jaringan lain, termasuk dalam
jumlah yang kecil. Amonia mudah terakumulasi dalam sistem perairan karena merupakan
produk samping dari metabolisme ikan. Keseimbangan dari amonium dan amoniak di
dalam air sangat dipengaruhi oleh nilai dari pH (Barus, 2002). Sumber ammonia
di perairan adalah hasil pemecahan nitrogen (protein dan urea) dan nitrogen
anorganik yang terdapat dalam tanah dan juga di dalam air (Effendi, 2002).
Ammonia (NH3) adalah hasil utama dari penguraian protein yang merupakan racun bagi
ikan, karena itu kandungan NH3 perairan dianjurkan tidak lebih dari 1 ppm (Sundari,
2002).
Amonium
dilepaskan ke dalam air oleh penguraian organik dan juga sebagai buangan
metabolik organisme perairan (Syukri, 2011). Konsentrasi beracun amoniak
terhadap ikan air tawar berkisar antara 0,7-0,4 mg/L (Boyd 1990 dalam Amrial
2009). Amonia dihasilkan oleh pemupukan, ekskresi ikan dan dekomposisi
mikrobial dari komponen nitrogen (Boyd 1982 dalam Hapsari 2001). Menurut
Zonneveld et al.,(1991) menyatakan bahwa Amonia merupakan hasil akhir
metabolisme protein dan amonia dalam bentuk yang tidak terionisasi (NH3)
merupakan racun bagi ikan sekalipun pada konsentrasi yang rendah. Menurut
Forteath (1993) dalam Hapsari (2001) amonia total terdiri dari amonia (NH3) dan
ion ammonium (NH4+), pada umumnya amonia yang berbentuk NH3lebih bersifat racun
bagi kehidupan ikan. Kadar amonia di dalam air baik dalam bentuk NH3 ataupun
dalam bentuk NH4+ tergantung dari besarnya pH di dalam perairan. Air yang
memiliki pH rendah mampunyai kandungan H+ yang tinggi sehingga kandungan amonia
dalam bentuk NH4+ akan lebih banyak dibandingkan dengan kandungan NH3 yang
lebih bersifat toksik bagi ikan, jika pH berada di atas 7,2 maka kandungan H+
menurun dan kosentrasi amonia dalam bentuk NH3 akan meningkat (Forteath 1993
dalam Hapsari 2001). Amonia dalam bentuk total (NH3-N) merupakan amonia
nitrogen dalam bentuk tidak terionisasi danpada umumnya konsentrasi total
amonia di lingkungan yang dapat ditoleransi oleh ikan berada di bawah 0,5 mg/L.
Amonia yang tinggi akan mempengaruhi permeabilitas ikan terhadap air dan
menurunkan konsentrasi ion dalam dalam tubuh, sehingga meningkatkan konsumsi
oksigen pada jaringan dan mengakibatkan kerusakan pada insang serta mengurangi
kemampuan darah dalam mentrasportasi oksigen (Boyd 1982 dalam Hapsari 2001).
Keberadaan amonia mempengaruhi pertumbuhan, karena mereduksi masuknya oksigen
yang disebabkan rusaknya insang, sehingga menambah energi untuk keperluan
detoksifikasi, mengganggu osmoregulasi dan mengakibatkan kerusakan fisik pada
jaringan (Tucker dan Hargreaves 2004 dalam Amrial 2009).
Nitrat
merupakan suatu unsur penting dalam sintesa protein tumbuhan, namun pada badan
perairan yang memiliki jumlah nitrat yang berlebih akan menyebabkan kurangnya
oksigen terlarut di perairan dan nitrit merupakan suatu tahapan sementara dari
proses oksidasi antara amonium dan nitrat yang dapat terjadi pada badan-badan
perairan (Fachrul, 2007). Kadar nitrit yang lebih dari 0.05 mg/L bersifat
toksik bagi organism perairan (Effendi, 2003).
Fosfat
merupakan unsur yang sangat esensial sebagai bahan nutrient bagi berbagai
organisme akuatik. Fosfor merupakan salah satu nutrisi utama yang sangat
penting dalam pertumbuhan. Fosfor ditemukan sebagai fosfat dalam beberapa
mineral dan dalam pertukaran energi dari organism yang sangat dibutuhkan dalam
jumlah sedikit (mikronutrien) sehingga fosfor disebut sebagai faktor pembatas
bagi pertumbuhan organisme (Barus, 2004). Fosfat di dalam air sebagai
ortofosfat. Ortofosfat merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara
langsung, bereda dengan polifosfat yang harus terlebih dahulu mengalami
(Effendie, 2002).
Ekosistem
air fosfor terdapat dalam tiga bentuk yaitu senyawa fosfat anorganik yaitu
ortofosfat, senyawa organik dalam protoplasma dan sebagai senyawa organik
terlarut yang terbentuk dari proses penguraian tubuh organisme. Fosfor berasal
terutama dari sedimen yang selanjutnya akan terinfiltrasi ke dalam air tanah
dan akhirnya masuk ke dalam sistem perairan terbuka (Barus, 2004).
Labels:
Kualitas Air
Thanks for reading Faktor Fisik Kimia Air. Please share...!
0 Comment for "Faktor Fisik Kimia Air"