SRI
adalah teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan
cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara, terbukti telah
berhasil meningkatkan produktifitas padi sebesar 50%, bahkan di beberapa tempat
mencapai lebih dari 100%. Metode ini pertama kali ditemukan secara tidak
disengaja di Madagaskar antara tahun 1983 -1984 oleh Fr. Henri de Laulanie, SJ,
seorang Pastor Jesuit asal Prancis yang lebih dari 30 tahun hidup bersama
petani-petani di sana. Oleh penemunya, metodologi ini selanjutnya dalam bahasa
Prancis dinamakan Ie Systme de Riziculture Intensive disingkat SRI.
Dalam bahasa Inggris populer dengan nama System of Rice Intensification disingkat
SRI. SRI menjadi terkenal di dunia melalui upaya dari Norman Uphoff (Director
CIIFAD). Perbedaan sistem konvensional dan sistem SRI dapat dilihat pada Tabel
2.
Tabel
2. Perbedaan Sistem Konvensional dan Sistem SRI
Komponen
1.
kebutuhan benih
2.
pengujian benih
3.
umur di persemaian
4.
Pengolahan tanah
5.jumlah
tanaman per lubang
6.
posisi akar waktu tanam
7.
pengairan
8.
pemupukan
9.
penyiangan
|
Konvensional
1.
30-40 kg/ha
2.
tidak dilakukan
3.
20-30 HSS
4.
2-3 kali
5.
±5 pohon
6.
tidak teratur
7.terus
digenangi
8.
mengutamakan pupuk
9.kimia
|
Metode
SRI
1.
5-7 Kg/ha
2.
dilakukan pengujian
3.
7-10 HSS
4.
3 kali
5.
1 pohon/lubang
6.
posisi akar horozontal (L)
7.
disesuaikan dengan kebutuhan
8.
hanya dengan pupuk organik
9.
diarahkan kepada pengelolaan
perakaran
|
(Mutakin,
2005).
Pada
metode SRI merupakan metode yang dapat menghasilan produksi yang lebih banyak
dibandingkan dengan metode konvensional. Metode SRI minimal menghasilkan panen
dua kali lipat dibandingkan metode varietas padi lain yang pernah ditanam.
Petani tidak harus menggunakan input luar untuk memperoleh manfaat SRI. Metode
ini juga bisa diterapkan untuk berbagai varietas yang biasa dipakai petani.
Praktek SRI memberi dampak pada struktur tanaman padi yang berbeda dibandingkan
praktek tradisional. Dalam metode SRI, tanaman padi memiliki lebih banyak
batang, perkembangan akar lebih besar, dan lebih banyak bulir pada malai. Untuk
menghasilkan batang yang kokoh, diperlukan akar yang dapat berkembang bebas
untuk mendukung pertumbuhan batang di atas tanah. Untuk ini akar membutuhkan
kondisi tanah, air, nutrisi, temperatur dan ruang tumbuh yang optimal
(Bakelaar, 2002).
Menurut
Kalsim, et al (2007) pada prinsipnya pengelola air di petakan sawah pada
SRI Organik di Jawa Barat adalah sebagai berikut:
(1)
Pengolahan tanah dengan pelumpuran dilakukan seperti biasa, setelah siap tanam
dibuat parit keliling dan parit melintang.
(2)
Parit keliling dan melintang berfungsi untuk mengalirkan air irigasi merembes
ke lahan sampai macak-macak, juga berfungsi sebagai saluran drainase.
(3)
Bibit ditanam dangkal (1-2 cm), tunggal, berumur 10 hari setelah semai, pada
kondisi
tanah macakmacak (genangan 0-5 mm).
(4)
Kondisi air dari macak-macak dibiarkan sampai retak rambut 5, kemudian diairi
lagi sampai macak-macak.
(5)
Kondisi ini dilakukan selama periode vegetatif dan pertumbuhan anakan (sampai
dengan 45-50 hst). Pengeringan lahan pada periode vegetatif bertujuan untuk
menciptakan aerasi yang baik di daerah perakaran sehingga merangsang
pertumbuhan akar yang kuat dan pertumbuhan anakan.
(6)
Pada periode vegetatif jika akan dilakukan penyiangan, maka air irigasi
diberikan sampai genangan 2 cm untuk memudahkan operasi alat penyiang landak
atau grendel. Setelah penyiangan selesai biasanya air akan menjadi macak macak
kembali.
(7)
Frekuensi penyiangan biasanya sampai 3-4 kali tergantung kondisi gulma.
Labels:
Padi
Thanks for reading Metode SRI Teknik Budidaya Padi . Please share...!
0 Comment for "Metode SRI Teknik Budidaya Padi "