Penyakit IBD pertama kali dilaporkan di Gumboro, Delaware,
Amerika Serikat pada tahun 1962 oleh Cosgrove, oleh karena itu penyakit ini
dikenal juga dengan nama Gumboro disease (Lukert
dan Saif 1997). Kasus penyakit IBD di Indonesia pertama kali ditemukan pada
tahun 1980 di sebuah peternakan ayam jantan di daerah Sawangan, Bogor
(Partadireja dan Juniman 1985). Penyebaran penyakit ini telah meluas hampir di
seluruh daerah di Indonesia dan bersifat endemik (Santhia 1996). Penyakit
Gumboro sangat mudah menular. Suatu peternakan yang terkena wabah IBD akan
sangat mudah menyebar ke peternakan lain, bahkan penularan berlanjut sampai
generasi berikutnya pada peternakan yang sama. Terjadinya penularan ini dapat
ditimbulkan karena kontak langsung antara ayam penderita dengan ayam sehat, litter yang tercemar virus Gumboro atau lewat makanan yang
terkontaminasi. Serangga dapat juga berperan dalam penyebaran penyakit ini
(Murtidjo 1992).
Penyakit IBD merupakan satu diantara penyakit unggas
terpenting di USA, Eropa, dan di Asia khususnya di Indonesia. Penyakit ini
menimbulkan kerugian berupa angka mortalitas tinggi, penurunan produksi daging,
telur, peningkatan biaya manajemen serta bersifat imonusupresi, akibatnya ayam
menjadi lebih peka terhadap berbagai jenis infeksi (Jackwood and Sommers 1999).
Virus yang masuk kedalam bursa Fabricius akan bereplikasi
secara besarbesaran, kemudian virion yang dihasilkan akan dilepaskan ke
peredaran darah dan menyebabkan terjadinya viremia sekunder yang berakibat
terdisposisinya virus pada berbagai organ lain seperti: timus, limpa dan
paru-paru (Weiss dan Weiss l994). Terdisposisinya virus pada berbagai organ
menyebabkan perubahan pada organ tersebut dan perubahan biasanya mulai terlihat
setelah virus melisis sel sasarannya. Virus IBD bersifat sitolitik membuat
perubahan yang teramati secara makroskopik adalah mengecilnya organ sasaran
akibat lisisnya sel parenkim organ tersebut.
Namun hal tersebut tidak bersifat permanen karena proses
persembuhan yang disertai dengan regenerasi organ segera terjadi (Adi dan
Berata 1998). Menurut Subekti (2000) infeksi IBD juga dapat diperparah oleh
infeksi Escherichia
coli, Aspergillus flavus dan Avian nephritis.
Daftar Pustaka
Adi AAM dan K Berata. 1998. Gambaran patologik bursa
Fabricius ayam pasca inokulasi dengan IBDV isolat lapang. Bull Sains Vet, XIV;16: 6-13
Jackwood DJ and SE Sommers. 1999. Restriction fragment
length polymorphism in the VP2 gen of IBDV. From Outside United States. Avian
Dis.41 : 627-63
Lukert PD, Saif YM. 1997. Infectious bursal disease. Di
dalam : Calnek BW, editor. Disease of Poultry Ed. Ke-10. USA : Iowa Univ Pr. Hlm 721-738
Murtidjo AB. 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ayam.
Yogyakarta: Kanisius
Partadireja M, Juniman M. 1985. Isolasi dan identifikasi
virus Gumboro di Indonesia. Hemera Zoa, 72
(1): 7-14
Santhia K. 1996. Penyakit Gumboro. Buletin Veteriner. BPPH 9
(50) :1-37
Subekti TS. 2000. Bibit, vaksin dan vaksinasi. Infovet, 074:
12-15
Weiss, E , and I. K. Weiss. 1994. Pathology and pathogenesis
of infectious bursal disease. In. Proc. International Symposium on Infectious
Bursal Disease and Chicken Infectious Anemia, Ravischholzhausen, Germany. 21-24
Juni 1994
Labels:
Kesehatan Ternak
Thanks for reading Infectious Bursal Disease (IBD) atau Gumboro . Please share...!
0 Comment for "Infectious Bursal Disease (IBD) atau Gumboro "