Menurut
Fardiaz (1989), telur yang baru umumnya bebas dari mikroorganisme, kecuali
telur yang berasal dari induk yang sakit atau telah mengalami kontaminasi.
Tingkat kontaminasi mikroorganisme pada telur dipengaruhi oleh keadaan kerabang
telur, besar ruang udara, kondisi putih telur, dan kuning telur (Muchtadi &
Sugiyono 1999). Mikroorganisme dari luar mencemari telur melalui pori-pori pada
lapisan kerabang telur yang mengalami kerusakan. Mikroorganisme dapat mencemari
telur setelah dalam proses penyimpanan, melalui pori dan menembus dua lapisan
telur di bawahnya. Telur akan terinfeksi bila mikroorganisme dapat bertahan
pada putih telur dan mencapai kuning telur. Beberapa faktor yang menyebabkan
kemunduran kualitas kerabang telur diantaranya adalah induk petelur yang
semakin tua, temperatur lingkungan meningkat, stress, penyakit, dan obat-obatan
tertentu (Suprijatno et al. 2005).
Kontaminasi
Salmonella pada telur diketahui terjadi melalui dua mekanisme yaitu
kontaminasi vertikal dan kontaminasi horizontal (Humphrey 2006). Kontaminasi
vertikal dikenal juga sebagai kontaminasi transovarial, dimana penularan Salmonella
pada telur berasal dari induk ayam yang terifeksi (D’Aoust 2001).
Kontaminasi tersebut dapat terjadi sebelum pelapisan putih telur. Survei
dilakukan oleh Omwandho dan Kubota (2010) untuk menguji penularan Salmonella
melalui induk yang sakit. Ayam petelur diberi 10 cfu S. Enteritidis
secara oral. Setelah dua hari, bakteri diisolasikan dari beberapa organ tubuh
ayam. Dari hasil survei, S. Enteritidis ditemukan pada organ usus buntu,
jaringan intestinal, hati, ginjal, ovarium, dan saluran telur.
Saluran kelamin merupakan jalur kontaminasi vertikal yang umum dari
induk ke anak (Grijspeerdt et al. 2005). Meskipun di dalam saluran telur
telah ditemukan anti mikroorganisme untuk mencegah kontaminasi dari kloaka,
namun demikian kontaminasi dapat saja
terjadi melalui ruptur pembuluh darah atau cemaran mikroorganisme yang telah
ada dalam saluran telur.
Kontaminasi secara horizontal terjadi pada kerabang telur, diakibatkan
infeksi saluran reproduksi induk bagian bawah atau kontaminasi feses dan jerami
pada saat pengeraman (Omwandho & Kubota 2010). Kontaminasi horizontal
didukung oleh beberapa faktor seperti kondisi kerabang yang lembab, penyimpanan
pada suhu tinggi atau kerusakan kerabang telur (D’Aoust 2001).
Infeksi Salmonella pada manusia dapat terjadi pada saat
mengkonsumsi telur tercemar Salmonella yang tidak dimasak secara benar
(Humphrey 2006). Secara tidak langsung, infeksi Salmonella juga dapat
terjadi melalui telur yang telah terkontaminasi oleh air, peralatan masak, dan
lingkungan yang tidak menerapkan sanitasi dan higiene dengan baik (Meggitt
2003). Kondisi pasar tradisional yang masih sederhana dan sanitasi lingkungan
yang kurang memadai akan mendukung peningkatan kontaminasi dan perkembangbiakan
mikroorganisme.
Tubuh manusia pada dasarnya memiliki ketahanan untuk mereduksi bakteri Salmonella
dalam kurun waktu lima sampai tujuh hari (Brands 2005). Namun demikian
dalam beberapa kasus, infeksi Salmonella dapat menyebabkan kematian
kurang dari rentang waktu itu. Sekitar 50 orang di Inggris meninggal setiap
tahunnya akibat bakteri ini. Orang tua, bayi, wanita hamil, dan penderita
ketahanan tubuh yang rendah, sangat peka terhadap infeksi Salmonella (Meggitt
2003).
Daftar Pustaka
Brands D. 2005. Deadly Diseases and Epidemics
Salmonella. Philadelphia: Chelsea House Publishers.
D’Aoust JV. 2001. Salmonella. Di dalam: Labbé
RG & Garsía Santos, editor. Guide to Foodborne Pathogens. USA:
Wiley-inc.
Fardiaz S. 1989. Mikrobiologi Pengolahan Pangan.
Bogor: Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor.
Grijspeerdt K, Kreft JU, Messens W. 2005.
Individual-based modelling of growth and migration of Salmonella Enteritidis
in hens eggs. Int J Food Microbiol 100:323– 333.
Humphrey T. 2006. Public health aspects of Salmonella
enterica in food production. Di dalam: Mastroeni P, Maskell D, editor. Salmonella
Infections Clinical, Immunological and Molecular Aspects. New York:
Cambridge Univ Pr.
Meggitt C. 2003. Food Hygiene and Safety.
London: Heinemann.
Muchtadi TR, Sugiyono. 1992. Petunjuk
Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Bogor: IPB pr.
Omwandho COA, Kubota T. 2010. Salmonella enterica
Serovar Enteritidis: a mini-review of contamination routes and limitations
to efective control. JARQ 44:7-16.
Suprijatno E, Atmomarsono U, Kartasudjana R. 2005. Ilmu
Dasar Ternak Unggas. Jakarta: Penebar Swadaya.
Labels:
Cemaran Produk,
Kesehatan Ternak,
Telur
Thanks for reading Salmonella pada Telur. Please share...!
0 Comment for "Salmonella pada Telur"