Kerbau, Peran dan Fungsi di Masyarakat
Kerbau merupakan ternak ruminansia yang termasuk kedalam famili Bovidae, genus
Bubalus. Menurut Hardjosubroto dan Astuti (1993), populasi kerbau yang
ada di seluruh dunia saat ini berasal dari daerah India yang merupakan hasil
domestikasi dari kerbau liar (Bubalus
arnee). Beberapa tipe kerbau liar masih dapat
ditemukan, antara lain Anoa (Bubalus
depressicornis) terdapat di daerah Sulawesi, kerbau
Mindoro (Bubalus mindoronensis) terdapat di Filiphina, Bubalus
caffer yang terdapat di Afrika Timur dan Barat
Daya dan kerbau merah terdapat di daerah Tsad, Niger, Kongo dan Maroko Selatan.
Kerbau yang didomestikasi sekarang secara umum dibagi menjadi
dua yaitu kerbau rawa atau Swamp
buffalo yang berkembang di Asia Tenggara: Vietnam, Laos,
Kamboja, Thailand, Philipina, Malaysia, dan Indonesia; dan kerbau sungai atau River buffalo yang
berkembang di Eropa, Mesir, Aserbajar, Bulgaria, Italia, Afganistan, Pakistan,
dan India (Siregar et al., 1996). Kerbau mempunyai beberapa fungsi, diantaranya sebagai
ternak perah, penghasil daging dan tenaga kerja. Kerbau dapat memanfaatkan hijauan
yang berkualitas rendah dan tahan terhadap musim kering yang panjang. Selain itu
kapasitasnya sebagai tenaga kerja merupakan potensi bagi petani peternak
kerbau, disamping dagingnya yang memiliki nilai cukup tinggi (Rajhan dan
Pathak, 1979).
Kerbau akan hidup dengan baik pada suhu berkisar 15,5-21 0C
dengan curah hujan 500-2000 mm per tahun. Kerbau akan mengalami stres pada suhu
diatas 24 0C (Fahimuddin, 1975). Untuk mempertahankan kelangsungan hidup akibat
lingkungan panas, kerbau melakukan adaptasi fisiologis melalui perubahan
tingkah laku seperti berkubang atau berbaring ditempat yang dingin (Joseph,
1996).
Kerbau secara utamanya, digolongkan menjadi dua tipe, yaitu:
kerbau rawa atau Swamp buffalo dan kerbau sungai atau River
bufallo. Kerbau rawa biasa hidup pada habitat
daerah rawa yang tempat berkubangnya di lumpur, sedangkan kerbau sungai menetap
di daerah basah dan lebih suka berenang di sungai atau kolam. Kerbau rawa umumnya
tipe kerbau pengasil daging, sedangkan kerbau sungai tipe kerbau penghasil susu
(Fahimuddin, 1975).
Kerbau di Kabupaten Pasaman semuanya merupakan kerbau rawa.
Dinas Peternakan Sumatera Barat (2008) menginformasikan jumlah populasi kerbau
rawa di Propinsi Sumatera Barat pada tahun 2008 sebanyak 197.335 ekor terdiri
dari kerbau jantan sebanyak 71.408 ekor dan kerbau betina sebanyak 125.927
ekor. Populasi kerbau dari yang terbanyak berurutan terdapat di kabupaten
Padang Pariaman 40.302 ekor, Pesisir Selatan 28.920 ekor, Limapuluh Kota 21.
922 ekor, Tanah Datar 20.729 ekor, Agam 17.104 ekor, Solok 11.489 ekor dan
Pasaman 2.757 ekor. Sisanya dalam jumlah kecil di beberapa kabupaten lainnya di
Sumatera Barat.
Ternak kerbau biasanya terdapat di daerah pedesaan yang masih
banyak lahan pertanian, karena kerbau digunakan sebagai tenaga untuk mengolah
lahan pertanian. Kotoran yang dihasilkan kerbau dapat dijadikan pupuk untuk
menyuburkan lahan. Chantalakhana dan Skunmum (2002) menyatakan di daerah
pedesaan, pemanfatan ternak kerbau yang utama adalah sebagai alat transportasi
dan sumber tenaga untuk mengolah tanah, sedangkan daging dan susu merupakan
produk sampingan atau produk kedua, ternak kerbau juga di gunakan untuk upacara
adat, rekreasi atau pertandingan olah raga dan sebagainya.
Pemeliharaan kerbau untuk membajak sawah merupakan sebuah budaya
masyarakat yang telah lama dilakukan dan diwariskan secara turun-temurun di Provinsi
Banten. Menurut para petani, membajak sawah dengan menggunakan kerbau lebih
baik daripada menggunakan traktor. Alasan petani adalah tanah tidak padat,
lebih mudah diolah dan biaya lebih murah. Hasil penelitian di daerah Banten
menunjukkan bahwa salah satu tujuan petani memelihara kerbau adalah untuk
mengelola lahan pertanian, peternak tidak hanya menggunakan kerbaunya untuk membajak
sawahnya sendiri tetapi juga disewakan sehingga akan mendapatkan penghasilan
dari jasa penyewaan (Santosa, 2007)
Daftar Pustaka