Konservasi satwa liar (termasuk Harimau Sumatera)
merupakan kegiatan yang meliputi perlindungan, pengawetan, pemeliharaan,
rehabilitasi, introduksi, pelestarian, pemanfaatan, dan pengembangan satwa
liar. Konservasi satwa liar bertujuan menjamin kelangsungan hidup satwa liar
tersebut dan menjamin kebutuhan masyarakat untuk memanfaatkannya baik secara
langsung maupun tidak langsung berdasarkan prinsip kelestarian (Alikodra 2002).
Pada tahun 1994 Departemen Kehutanan Indonesia
mengeluarkan dokumen panduan konservasi Harimau Sumatera dengan empat strategi
utama yaitu (1) Pengembangan dan pengelolaan konservasi populasi Harimau
Sumatera; (2) Pengamanan dan perlindungan populasi Harimau Sumatera yang masih
ada di habitatnya; (3) Mengembangkan penangkaran Harimau Sumatera untuk
mendukung pemulihan populasi di alam; (4) Membangun network untuk kelestarian
Harimau Sumatera di Indonesia (Azhar 2008b). Kemudian pada tahun 2007
dikeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.42/Menhut-II/2007 tentang
Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Harimau Sumatera 2007-2017 yang bertujuan
(1) Populasi Harimau Sumatera beserta bentang alamnya di seluruh Sumatera menjadi
pulih kembali dan dapat dipertahankan atau bertambah dengan dukungan berbagai
pihak; (2) Terbangunnya infrastruktur dan meningkatnya kapasitas Departemen
Kehutanan dalam pemantauan dan evaluasi terhadap upaya konservasi Harimau
Sumatera dan satwa mangsanya; (3) Penguatan pengelolaan Harimau Sumatera di
luar kawasan konservasi dan keterlibatan para pihak dalam mendorong konservasi
Harimau Sumatera dan habitatnya baik di tingkat regional maupun nasional; (4)
Terbangunnya jejaring kerja dan infrastruktur komunikasi serta terciptanya
kelompok masyarakat yang peduli dan bertanggungjawab terhadap kelestarian
Harimau Sumatera; (5) Terbangunnya program konservasi ex-situ yang bermanfaat
dan selaras dengan upaya kelestarian Harimau Sumatera di alam (Dephut 2007).
Sudah lebih dari satu dekade ini, studi genetik
digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam dalam pengambilan
keputusan yang berhubungan dengan mempertahankan keberadaan suatu spesies di
alam. Dengan studi genetik, informasi tentang keragaman antar individu di dalam
dan antar populasi, terutama pada spesies-spesies yang terancam punah dapat
diketahui (Hedrick 2001, Sunnuck 2000). Perkembangan teknik molekuler dewasa
ini, seperti penemuan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR) yang mampu mengamplifikasi
untai DNA hingga mencapai konsentrasi tertentu, penggunaan untai DNA lestari
(conserved) sebagai marka dalam proses PCR, penemuan lokus mikrosatelit yang
hipervariabel dan penemuan metode sekuencing DNA telah menyebabkan ilmu genetik
molekuler mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam studi biologi suatu populasi
(Sunnuck 2000). Terobosan-terobosan ini, bersamaan dengan berkembangnya teknik
pemodelan matematika melalui program-program komputer telah mempermudah para
peneliti untuk mendapatkan data genetik suatu populasi yang sangat berguna
dalam merancang program konservasi suatu spesies tertentu.
Penerapan studi genetik dalam permasalahan
konservasi didasari oleh teori genetika populasi yang mempelajari tentang
faktor-faktor yang menentukan komposisi genetik suatu populasi dan bagaimana
faktor-faktor tersebut berperan dalam proses evolusi (Halliburton 2004).
Terdapat beberapa faktor yang sangat berperan dalam kejadian evolusi pada suatu
populasi, yaitu mutasi, rekombinasi, seleksi alam, genetic drift, gene flow,
dan perkawinan yang tidak acak. Faktor-faktor tersebut akan memunculkan
keragaman genetik pada suatu populasi, dan keragaman genetik merupakan
informasi yang paling berguna untuk memahami informasi tentang
kekuatan-kekuatan yang menyebabkan evolusi (Cavalli-Sforza 1998). Memahami dan
mempertahankan keragaman genetik suatu populasi sangat penting dalam konservasi
karena keragaman genetik yang tinggi akan sangat membantu suatu populasi
beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan sekitarnya
(Rhymer 1999).
Mutasi didefinisikan sebagai segala perubahan di
dalam material genetik yang akan diturunkan ke generasi selanjutnya. Mutasi
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah kesalahan saat proses
replikasi DNA, unequal crossing over, chromosome breakage atau meiotic disjunction.
Mutasi merupakan sumber utama keragaman genetik. Tanpa mutasi, tidak akan ada
keragaman genetik dan berarti tidak akan ada evolusi.
Rekombinasi merupakan penyebab kedua munculnya
keragaman genetik. Rekombinasi menyebabkan kombinasi baru suatu pasangan alel,
tetapi tidak memunculkan alel baru. Kombinasi baru suatu pasangan alel dapat
memicu munculnya fenotip baru pada suatu individu.
Seleksi alam merupakan ide yang dilontarkan oleh
Charles Darwin yang menyatakan bahwa suatu individu yang memiliki keragaman
yang menguntungkan akan bertahan hidup dan bereproduksi lebih baik dibandingkan
dengan individu lain di dalam populasi. Mereka akan memiliki keturunan yang lebih
banyak, dan menurunkan keragaman yang dimilikinya pada keturunannya tersebut.
Oleh karena itu, keragaman ini akan semakin banyak pada generasi berikutnya.
Genetic drift adalah perubahan frekuensi alel
sepanjang waktu sebagai akibat dari pemilihan gamet dan gen-gennya secara acak
pada saat proses pembentukan suatu generasi baru berlangsung. Dalam jangka
panjang genetic drift memiliki efek yang bertolak belakang dengan mutasi.
Genetic drift yang menyebabkan perubahan frekuensi alel dalam jumlah besar dan
berlangsung secara tiba-tiba akan menurunkan keragaman genetik di dalam
populasi dan akan memunculkan perbedaan genetik antar populasi.
Gene flow akan terjadi pada saat suatu individu
berpindah dari satu area ke area lain, bahkan antar populasi. Jika
individu-individu tsb dapat bertahan hidup dan bereproduksi di tempat barunya,
maka mereka akan memasukkan gen-gen mereka ke dalam populasi barunya dan pada
saat inilah gene flow terjadi. Gene flow menyebabkan populasi-populasi memiliki
material genetik yang semakin mirip satu sama lain dan dalam jangka panjang
gene flow akan menimbulkan efek yang bertolak belakang dengan genetic drift.
Perkawinan yang tidak acak terjadi jika
individu-individu yang melakukan perkawinan merupakan individu-individu yang
secara genetik saling berhubungan satu sama lain. Prinsip dasar dalam genetik
populasi adalah prinsip Hardy-Weinberg. Prinsip Hardy-Weinberg menduga bahwa
dalam kondisi tertentu, frekuensi alel dan genotipe akan tetap konstan atau
seimbang dalam populasi, dan keduanya saling berhubungan satu sama lain.
Kondisi-kondisi tertentu yang dimaksud dalam prinsip Hardy-Weinberg meliputi
reproduksi antar individu yang dilakukan secara seksual dan acak, tidak ada
seleksi alam, kejadian mutasi diabaikan, tidak ada individu yang masuk atau
keluar dari suatu populasi dan ukuran populasi yang cukup besar. Jika
kondisi-kondisi ini terpenuhi oleh suatu populasi, maka populasi tersebut
disebut sebagai populasi yang berada dalam keseimbangan Hardy-Weinberg
(Hardy-Weinberg Equilibrium). Keseimbangan Hardy-Weinberg sangat penting di
dalam konservasi dan kejadian evolusi genetik, karena penyimpangan dari
keseimbangan Hardy-Weinberg ini merupakan dasar untuk mendeteksi kejadian
inbreeding, fragmentasi populasi, migrasi, dan seleksi (Hartl & Clark
1997).
0 Comment for "Konservasi Harimau Sumatera "