Infectious
bursal disease (IBD) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus golongan Birnaviridae, menyerang ayam muda , bersifat akut dan mudah menular.
Virus tersebut tidak mempunyai envelope, berbentuk icosahedral dan mempunyai diameter 55-65 nm. Virus IBD sangat stabil
pada berbagai kondisi fisik dan agen kimiawi. Virus IBD resisten terhadap eter
dan kloroform, dapat tahan terhadap pelarut organik tetapi peka terhadap
formalin dan kelompok iodofor. Virus tersebut dapat diinaktifasi dengan larutan
0,5 % kloramin selama 10 menit. Sehubungan dengan ketahanan virus IBD terhadap
pengaruh lingkungan dan bahan kimiawi, maka virus tersebut dapat bertahan dalam
kandang ayam maupun di lingkungan dalam periode yang lama walaupun telah
dilakukan sanitasi maupun desinfeksi. Virus dapat diinaktifasi pada pH 12,
tetapi tidak dipengaruhi oleh pH 2, masih tetap aktif pada temperatur 56 0 C selama lebih dari 5 jam. Virus ini
akan tetap hidup pada suhu 600C selama 30 menit, tetapi akan mati pada suhu 700C selama 30 menit (Tabbu 2000).
Virus IBD merupakan virus RNA utas ganda, genomnya terbagi
menjadi dua segmen. Genom A memiliki panjang 3129-3260 bp dan genom B dengan
panjang 2795-2827 bp. Virion mengandung 5 macam protein yang dikenal VP2, VP3,
VP4 dan VP5 (segmen A) dan VP1 (Segmen B). Protein VP2 merupakan antigen
spesifik dan mengandung epitop yang dapat memicu pembentukan antibodi
netralisasi dan tingkat virulensi. Gen VP2 ini dapat diekspresikan dalam
berbagai sistem ekspresi yang berbeda (Lejal et al. 2000 ; Ming 2000). Virus penyebab Gumboro ini mempunyai
kecenderungan untuk mengalami modifikasi genetik secara cepat sehingga muncul
virus yang bersifat antigenik ataupun patogenik varian. Kasus Gumboro di
Indonesia menurut pengamatan Balai Besar Penelitian Veteriner Bogor, dapat
dihubungkan dengan virus Gumboro bentuk klasik yang mengalami modifikasi dalam
patogenisitasnya, yang lazim disebut patogenik varian. Efek dari virus ini
sangat mirip dengan virus Gumboro dari negara lain yang digolongkan sebagai very virulent IBDV (vvIBDV) (Listyawati 2002). Kasus infeksi virus Gumboro
ganas (vvIBDV) asal lapangan yang menyerang ayam umur diatas 3 (tiga) minggu
cenderung menampakkan gejala klinis yang sangat jelas, mulai dari adanya
kelesuan dan ayam nampak menggigil, bulu berdiri dan cenderung bergerombol
disertai adanya diare warna keputihan.
Akibat diare, ayam menjadi dehidrasi, nampak tremor dan
sangat lemah sehingga berakhir dengan kematian (Wiryawan 2007). Adanya varian
baru dari virus IBD menunjukkan perbedaan sekuen nukleotida pada genom penyandi
protein VP2. Beberapa isolat bahkan ditemukan dalam keadaan baru sama sekali
berbeda dengan isolat yang ada sebelumnya (Soejoedono et al. 1995). Jaringan limfoid merupakan target utama virus IBD
dengan bursa Fabricius sebagai organ targetnya (Adi dan Huminto 2001). Virus
IBD juga menyerang organ limpa, tonsil-sekum dan timus (Abdu et al. 1986). Lesio pada bursa Fabricius yang disebabkan oleh virus
IBD merupakan diagnosa patognomonis atau spesifik (Lukert dan Saif 1997). Virus
IBD juga menginfeksi makrofag, namun hal tersebut tidak berperan dalam
terciptanya imunosupresi, tetapi cenderung merugikan tubuh (Van den Berg 2000).
Ayam yang terserang Gumboro akan memberikan reaksi yang suboptimal
terhadap pengobatan dengan antibakterial ataupun antiparasit sehingga dosis
harus ditingkatkan, demikian juga lama pengobatan perlu diperpanjang untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Keadaan tersebut mungkin dapat dihubungkan
dengan penurunan populasi limfosit ataupun jumlah imunoglobulin yang diperlukan
untuk membunuh bakteri atau parasit (Tabbu 2000).
Virus IBD hanya menimbulkan penyakit dan lesi tertentu pada
ayam. Virus IBD asal lapangan dapat menimbulkan derajat patogenesitas yang
berbeda pada berbagai jenis ayam dan semua ayam dapat terinfeksi oleh virus
tersebut. Umur yang sangat sensitif terhadap virus tersebut adalah 3-6 minggu.
Kejadian Gumboro dapat dibagi 2 bentuk yaitu : infeksi dini pada anak ayam umur
1-21 hari dan infeksi yang tertunda pada ayam yang berumur lebih dari 3 minggu.
Jika virus Gumboro menyerang ayam yang berumur 1-21 hari biasanya akan timbul
Gumboro bentuk subklinis yang mempunyai efek sangat imunosupresi (menekan
kekebalan) dan menyebabkan kegagalan berbagai program vaksinasi. Efek
immunosupresi yang ditimbulkan, diawali dengan adanya infeksi virus vvIBD yang
secara langsung menginfeksi dan melakukan perbanyakan diri (replikasi) pada
bursa Fabrisius dan timus sebagai organ target utamanya. Mekanisme terjadinya
immunosupresi oleh karena infeksi virus Gumboro, kemungkinan besar terkait
dengan adanya kematian sel-sel penghasil limfosit B, terutama yang terdapat
pada bursa Fabricius. Sel limfosit B merupakan salah satu calon pembentuk zat
kebal tubuh. Adanya kerusakan sel-sel limfoid dari bursa Fabricius sebagai
akibat infeksi virus penyebab Gumboro, mengakibatkan adanya penurunan jumlah
produksi sel B oleh bursa Fabricius, yang selanjutnya akan berakibat pada
terjadinya penurunan reaksi pembentukan zat kebal tubuh dari perlakuan
vaksinasi yang diberikan pada tahap selanjutnya. Adanya kerusakan folikel bursa
Fabricius, menyebabkan kemampuan organ tersebut dalam menghasilkan zat kebal
tubuh untuk melawan infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen lainnya
menjadi kurang optimal, sehingga ayam menjadi peka dan mudah terserang berbagai
macam penyakit (Wiryawan 2007).
Okeye dan Uzoukwu (1991) menyatakan bahwa infeksi oleh virus
IBD akan meningkatkan kepekaan ayam terhadap infeksi E. coli. Infeksi campuran antara IBD dan E.coli makin merangsang penurunan jumlah sel limfosit dalam bursa
Fabricius maupun kelenjar timus. Pada kondisi lapangan, penyakit IBD subklinis
ini lebih sulit dideteksi. Penyakit Gumboro yang bersifat klinis menyebabkan
kematian yang lebih tinggi, sulit dikontrol dan menyebabkan kerugian ekonomi
yang besar. Penyakit IBD bentuk klinis juga dapat dicirikan dengan adanya
perdarahan berupa titik-titik atau garis-garis pada otot paha bagian tengah
lateral abdomen. Suatu kenyataan di lapangan yang menyimpang dari teori di atas
adalah sejumlah kasus IBD bentuk klinis yang ditemukan pada umur sekitar 14-18
hari, bahkan kurang dari 2 minggu dengan kerusakan bursa Fabricius yang parah
dan sejumlah gejala tertentu. Hal ini sulit diterangkan, namun beberapa ahli
berpendapat bahwa infeksi dini tersebut mungkin berhubungan dengan tingkat
keganasan virus IBD yang sangat tinggi (Tabbu 2000).
Daftar Pustaka
Abdu PA, Abdullah SU, Adesiyun AA,
Ezoekoli CD. 1986. Infectious bursal disease. World’s Poultry Science Journal, 42(3):219-226
Adi AAM dan Huminto H. 2001. Melacak
antigen virus Gumboro pada bursa Fabricius dan limpa menggunakan metode ELISA. J. Vet, 2(4):107-110
Lejal et al. 2000. Role Of 506-652 and 145-692 in the protease activity
of infectious bursal disease virus VP4 and identification of its substrate
cleavage sites. J.
Gen Virol, 81 : 983-992
Listyawati D. 2002. Diagnosis dan
Kontrol gumboro. Poultry Indonesia, 272 : 90-91\
Lukert PD, Saif YM. 1997. Infectious
bursal disease. Di dalam : Calnek BW, editor. Disease of Poultry Ed. Ke-10. USA : Iowa Univ Pr. Hlm 721-738
Ming Y. 2000. Emerging immunosupresive
disease of poultry. Idexx’s Tehnical Update. Surabaya: Seminar, Oct 3
Okeye JOA dan Uzoukwu. 1991.
Pathogenesis of infectious bursal disease in embrionally bursectomized chicken.
Av.
Pathol, 19 : 48-50
Soejoedono et al. 1995. Sifat serologik sejumlah isolat virus Gumboro yang
berasal dari wilayah padat ternak di Indonesia. Hemera Zoa. 77:109-113
Tabbu CR. 2000. Penyakit ayam dan
penanggulangannya. Yogyakarta: Kanisius
Van den Berg. 2000. Acute infectious
bursal disease in poultry : a review. Avian
Pathol, 29: 125-194
Wiryawan W. 2007. Pengebalan terhadap
Gumboro dengan vaksin vang tidak menimbulkan dampak
imunosupresi.http://Infovet.blogspot.com/2007/09/16
Labels:
Kesehatan Ternak
Thanks for reading Penyebab Klinis Infectious bursal disease (IBD). Please share...!
0 Comment for "Penyebab Klinis Infectious bursal disease (IBD)"