Pada
bidang peternakan unggas, karakteristik kuantitatif yang penting adalah yang
ada hubungannya dengan produksi, misalnya bobot badan, bobot tetas, produksi
telur dan umur bertelur pertama. Karakteristik kuantitatif selain dipengaruhi
oleh genotipnya juga dipengaruhi oleh lingkungan, serta interaksi antara
genotipe dan lingkungan. Beberapa karakteristik kuantitatif yang bernilai
ekonomis adalah bobot badan, panjang paha (femur), panjang betis (tibia),
panjang cakar (shank, tarsometatarsus) dan lingkar cakar. Karakteristik
tersebut dapat dijadikan parameter-parameter pertumbuhan (Mansjoer, 1985).
Menurut Warwick et al. (1995), karakteristik kuantitatif penting artinya
dalam bidang peternakan dan sangat dipengaruhi oleh perbedaan lingkungan.
Beberapa
karakteristik kuantitatif yang berhubungan dengan produktivitas unggas menurut
Mansjoer (1981) diantaranya:
a)
Panjang shank dan panjang tibia, dapat dijadikan penduga untuk
mengukur pertumbuhan, sebab bentuk tulang yang besar menunjukkan pertumbuhan
yang besar.
b) Panjang femur dan panjang dada merupakan
tempat perletakan daging yang banyak, demikian juga panjang tibia merupakan
tempat perletakan daging, sehingga perkembangan dari tulang paha, tulang dada
dan tulang betis ini akan menunjukkan produksi daging.
c) Lingkar tarsometatarsus merupakan keliling
dari shank, dapat dijadikan patokan untuk mengetahui bentuk kerampingan
dari shank. Bentuk dari kaki menunjukkan kemampuan dari kaki untuk dapat
menunjang bobot badan, sedangkan kemampuan ayam untuk memproduksi daging
ditunjukkan oleh bobot badan. Berdasarkan hal ini lingkar tarsometatarsus dapat
dijadikan suatu petunjuk untuk mengetahui kemampuan memproduksi daging dari
bobot badan, dengan semakin besarnya bobot badan, maka produksi daging akan
semakin bertambah, sehingga ini bisa dijadikan suatu kriteria pengukuran dari
produksi daging yang dihasilkan.
Menurut Mansjoer (1985), karakteristik kuantitatif
ayam kampung antara lain: (1) rataan bobot badan ayam jantan umur lima bulan
1,122 kg dan betina 0,916 kg, (2) rataan produksi telur 11,29 butir per periode
bertelur, dengan jarak antar periode bertelur sekitar tiga bulan, (3) bertelur
pertama pada umur 6,37 bulan dengan rataan bobot telur seberat 41,6 per butir,
(4) daya tetas telur sebesar 84,6% dan jumlah telur yang ditetaskan sebanyak
58,6%. Mansjoer dan Martojo (1977) melaporkan, bahwa dalam pemeliharaan
terkurung dan pemberian makan yang baik pada umur 10 minggu ayam kampung
mencapai bobot sebesar 552,34 ± 41,44 g.
Daftar Pustaka
Mansjoer, S. S. 1981. Studi sifat-sifat ekonomis yang
menurun pada ayam Kampung. Laporan Penelitian No.
15/Penelitian/PUT/IPB/1979-1980. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Mansjoer, S. S. 1985. Pengkajian sifat-sifat produksi
ayam Kampung beserta persilangannya dengan Rhode Island Red. Disertasi.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Warwick, E. J., J. M. Astuti, W. Hardjosubroto. 1995.
Pemuliaan Ternak. Edisi Kelima. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Labels:
Ayam Kampung,
Ilmu Pemuliaan Ternak,
Karakteristik Kuantitatif
Thanks for reading Karakteristik Kuantitatif Ayam Kampung . Please share...!
0 Comment for "Karakteristik Kuantitatif Ayam Kampung "