Karakteristik kualitatif adalah
suatu sifat pada individu yang diklasifikasikan ke dalam satu dari dua kelompok
atau lebih dan pengelompokkan itu berbeda jelas satu sama lain. Hal ini karena
sifat kualitatif memiliki perbedaan yang jelas, terpisah menjadi kelompok yang
terputus, dipengaruhi oleh satu gen tunggal atau satu pasang gen,
perbedaan-perbedaan yang terjadi pada sifat ini hampir sepenuhnya ditentukan
oleh perbedaan genetika dan perbedaan lingkungan hanya memiliki pengaruh kecil
atau tidak ada pengaruhnya terhadap ekspresi sifat tersebut (Warwick et al.,
1995)
Karakteristik kualitatif dinyatakan
sebagai sifat-sifat yang ada pada suatu jenis ayam yang menjadi penciri bagi
ayam tersebut. Sifat ini sangat berguna bagi pengembangan bibit ayam karena
menggambarkan secara jelas tingkat keragaman genetik pada suatu jenis ayam
(Mansjoer, 2003).
Karakteristik Warna Bulu
Pola warna bulu
pada ayam merupakan salah satu faktor utama yang menentukan proses
identifikasi, selain itu bentuk dan ukuran tubuh, bentuk jengger (comb) serta
warna cakar (May, 1971). Warna bulu terkait dengan pigmen melanin yang terbagi
menjadi dua tipe, yaitu eumelanin yang membentuk warna hitam dan biru pada
bulu, dan pheomelanin yang membentuk warna merah-cokelat, salmon, dan kuning
tua (Brumbaugh dan Moore, 1968).
Kerja pigmen ini
diatur oleh gen I (inhibitor) sebagai gen penghambat produksi melanin dan gen i
sebagai gen pemicu produksi melanin sehingga ada dua sifat utama pada sifat
warna bulu ayam, yaitu sifat berwarna dan sifat tidak berwarna. Warna bulu
putih pada ayam yang membawa gen I (inhibitor) kadang-kadang resesif terhadap
warna bulu lain. Warna bulu ayam yang membawa gen i (gen pembawa sifat warna)
tidak selalu hitam tergantung ukuran dan pengaturan granula pigmen (Hutt,
1949).
Karakteristik Pola Warna Bulu
Primer
Distribusi
melanin pada bulu primer akan menimbulkan pola bulu yang disebut pola warna
bulu primer. Pola warna ini dipengaruhi oleh faktor pendistribusian dan
penghambat distribusi eumelanin. Faktor pendistribusi eumelanin adalah lokus E
(Hutt, 1949) terdiri dari tiga alel yaitu E (hitam polos), e+ (tipe liar), dan
e (Colombian) yang telah diteliti kemudian terdiri dari delapan alel, yaitu
E>ER>eWh>e+>eb>es>ebc>ey (Crawford, 1990). Menurut Smyth
(1976) kerja alel dari lokus E ini biasanya juga dibatasi oleh beberapa alel
yang bersifat menghambat distribusi eumelanin pada bulu primer, yaitu alel Db
(dark brown), Co (colombian), dan Mh (mahogany). Kerja ketiga alel ini akan berpengaruh
bila berinteraksi dengan lokus E pada bagian punggung, sayap, kaki, dan bulu
ekor.
Karakteristik Pola Bulu Sekunder
(Corak Bulu)
Distribusi
melanin pada bulu sekunder akan menimbulkan pola bulu yang disebut pola bulu
sekunder atau istilah lainnya adalah corak bulu. Corak bulu pada ayam ada dua
jenis corak, yaitu lurik/burik (barred) dilambangkan oleh gen B dan tidak lurik
(non barred) dilambangkan oleh gen b. Gen pembawa sifat corak bulu ini terpaut
kelamin. Kerja gen B ini adalah menghambat deposisi melanin dan akan
menimbulkan garis-garis pada warna dasar hitam sehingga bulu terlihat hitam
bergaris-garis putih (Hutt, 1949).
Karakteristik Kerlip Bulu
Warna kilap pada
lapisan bulu utama dinamakan kerlip bulu yang terdiri dari kerlip perak (silver
dan dilambangkan dengan gen S) dan emas (dilambangkan dengan gen s). Kerlip
bulu ditemukan pada ayam, baik yang berbulu hitam polos maupun yang berbulu
putih, namun kurang terlihat pada ayam yang memiliki gen autosomal merah atau
yang memiliki bulu dengan kombinasi warna yang keragamannya sangat kompleks.
Gen pembawa sifat kerlip bulu ini terdapat pada kromosom kelamin (Hutt, 1949)
Karakteristik Warna Shank
Warna shank merupakan
penampakan dari adanya beberapa pigmen tertentu pada epidermis dan dermis
(Jull, 1951). Warna shank ada yang putih/kuning (Id), hitam (id) atau
kehijauan (Mansjoer et al., 1989). Warna kuning pada shank, pada
ayam bangsa Amerika dan bangsa-bangsa yang lain, adalah karena adanya lemak
atau pigmen lipokrom (lypocrome) pada lapisan epidermis, sedangkan pigmen hitam
atau melanin tidak terdapat pada epidermis dan dermis. Shank yang
berwarna hitam disebabkan oleh adanya pigmen melanin pada epidermis. Shank warna
putih, pada beberapa ayam bangsa Inggris muncul karena tidak adanya kedua
pigmen tersebut pada epidermis maupun pada dermis. Shank biru (cerah dan
gelap) pada bangsa ayam kulit putih didapatkan karena adanya pigmen melanin
pada dermis, tetapi melanin dan lipokrom tidak terdapat pada epidermis. Adanya
pigmen lipokrom pada epidermis dan pigmen melanin pada dermis menyebabkan shank
warna hijau (Jull, 1951).
Perubahan warna shank
kuning pada ayam betina dapat digunakan untuk memperkirakan tingkat
produksi telur yang akan dihasilkan. Pigmen lipokrom yang terdapat pada shank
sama dengan pigmen kuning yang terdapat pada telur, sehingga warna shank
dapat dijadikan indikasi tingkat produksi telur seekor ayam. Faktor
tersebut (warna kuning pada shank) bisa digunakan dalam proses pengafkiran ayam
petelur (Jull, 1951). Adanya gen B pada ayam akan dapat mengurangi jumlah
pigmen melanin pada shank (Hutt, 1949).
Karakteristik Bentuk Jengger
Jengger
merupakan bentuk modifikasi dari kulit yang terdapat pada bagian puncak kepala.
Biasanya berwarna merah dan mempunyai bentuk yang beragam, yaitu bentuk jengger
tunggal, ros, kapri, cushion, buttercup, bentuk arbei atau bentuk
V (Ensminger, 1992). Menurut Jull (1951), jengger, pial (wattle), dan cuping
(earlobe) merupakan perkembangan dari dermis yang tertutup oleh lapisan
epidermis. Jengger juga merupakan bagian tubuh unggas yang membedakannya dengan
bangsa burung yang lain. Jengger ros (R_) bersifat dominan terhadap jengger
tunggal (rr) dan jengger kapri (P_) juga bersifat dominan terhadap jengger
tunggal. Gen ros (R_) dan kapri (P_) bertemu maka akan terbentuk jengger walnut
(R_P_) yang dominan terhadap jengger ros, kapri, dan tunggal.
Karakteristik Warna Cuping
Menurut Crawford
(1990), sebagian besar breed ayam mempunyai cuping berwarna merah
meskipun breed dari kelas Mediteranian yang meliputi Leghorn, Minorca,
dan Spanish mempunyai warna cuping putih. Ayam hutan merah ditemukan campuran
antara warna cuping merah dan putih dengan warna cuping merah lebih dominan.
Karakteristik Warna Mata
Menurut Crawford
(1990), semua ayam kecuali golongan albino mempunyai warna mata gelap pada saat
menetas. Warna mata sesungguhnya belum dapat dilihat sampai dewasa kelamin
ketika pigmen melanin dan karoten diekspresikan secara penuh. Penelitian
dilakukan dengan menyilangkan antara breed ayam bermata 9 cokelat bulu
hitam dan mata bay pembatas warna bulu hitam yang secara tidak sadar
didapatkan hubungan antara warna yang mengandung melanin dan warna mata gelap.
Daftar Pustaka
Brumbaugh, J. A. dan J. W. Moore.
1968. The effects of E alleles upon melanocytes differentitation. Dalam :
Crawford, R. D. (Editor). Poultry Breeding and Genetics. Department of Animal
and Poultry Science. University of Saskatchewan, Saskatoon.
Crawford, D. S. 1990. Poultry Breeding
and Genetics. Elsevier. Amsterdam.
Ensminger, M. E. 1992. Poultry
Science. 3rd Ed. Interstate Publishers, Inc. USA.
Hutt, T. B. 1949. Genetics of The
Fowl. Hill Book Company, Inc., New York.
Jull, M. A. 1951. Poultry Disease. 3rd Ed. Mc
Graw-Hill Book Company, Inc., New York.
Mansjoer, S. S. 2003. Karakteristik
ayam Buras. Semiloka Perunggasan Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Bina
Produksi Peternakan. Bogor.
May, C. G. 1971. British Poultry
Standards. Third Ed. I Liffe Books, London.
Smyth, J. R. 1976. Genetics control of
melanin pigmentation in the fowl. Dalam: Crawford, R. D. (Editor). Poultry
Breeding and Genetics. Department of Animal and Poultry Science. University of
Saskatchewan, Saskatoon.
Warwick, E. J., J. M. Astuti, W.
Hardjosubroto. 1995. Pemuliaan Ternak. Edisi Kelima. Gadjah Mada University
Press, Yogyakarta.
Labels:
Ayam Kampung,
Ayam Lokal,
Ilmu Pemuliaan Ternak,
Karakteristik Kualitatif
Thanks for reading Karakteristik Kualitatif Jenis Ayam. Please share...!
0 Comment for "Karakteristik Kualitatif Jenis Ayam"