Informasi Dunia Peternakan, Perikanan, Kehutanan, dan Konservasi

Sapi Bali

Sapi Bali merupakan bangsa sapi yang didomestikasi dari Banteng (Otsuka et al., 1982). Menurut Hardjosubroto (1994), secara taksonomi sapi Bali diklasifikasikan ke dalam Bos javanicus, Bos banteng dan Bos sondaicus, sedangkan menurut Zulkharnaim et al. (2010), sapi Bali diklasifikasikan ke dalam Bos javanicus.

Menurut Wiliamson dan Payne (1993), ciri-ciri fisik sapi Bali adalah berukuran sedang, berdada dalam dengan kaki yang bagus. Warna bulu merah bata dan coklat tua yang dikenal juga walaupun tidak umum. Bibir, kaki dan ekor berwarna hitam dan kaki putih dari lutut ke bawah, dan ditemukan warna putih di bawah paha dan bagian oval putih yang amat jelas pada bagian pantat. Pada punggung ditemukan garis hitam di sepanjang garis punggung yang disebut garis belut. Pada waktu lahir, baik jantan maupun betina berwarna merah bata dengan bagian warna terang yang khas pada bagian belakang kaki. Warna bulu menjadi coklat tua sampai hitam pada saat mencapai dewasa dan jantan lebih gelap daripada betina. Warna hitam menghilang dan warna bulu merah bata kembali lagi jika sapi jantan dikebiri. Bulu pendek, halus dan licin. Kulit berpigmen dan halus. Kepala lebar dan pendek dengan puncak kepala yang datar, telinga berukuran sedang dan berdiri. Tanduk jantan besar, tumbuh ke samping dan kemudian ke atas dan runcing. Natasasmita dan Mudikdjo (1985) menyatakan sapi Bali tidak memiliki gumba, dan memiliki gelambir berukuran kecil serta tubuh yang kompak, sedangkan Natural Veterinary (2009) melaporkan bahwa jantan sapi Bali memiliki tanduk berukuran pendek dan kecil, kepala panjang, halus dan sempit, bentuk badan pendek kecil dengan leher yang ramping.

Menurut Martojo (1990), sapi Bali merupakan sapi asli Indonesia yang telah beradaptasi baik di pulau Bali pada populasi tertutup. Sapi-sapi Bali di pulau Bali yang hanya boleh dikawinkan satu sama lain memungkinkan biak dalam terjadi. Martojo (1992) menyatakan bahwa biak dalam pada suatu populasi dapat meningkatkan keseragaman suatu sifat. Menurut Ikhwan (1994), bobot badan dan ukuran-ukuran tubuh sapi Bali telah mengalami penurunan dibandingkan dengan nenek moyangnya (Banteng) karena silang dalam, pencemaran gen dan pengaruh lingkungan.

Winaya (2010) melaporkan sapi Bali jantan memiliki panjang badan 112,60±08,51cm, tinggi badan 119,10±03,85 cm, dan lingkar dada 166,45±6,62 cm.

Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1985), bobot hidup sapi Bali jantan antara 350- 400 kg, sedangkan betina 250-300 kg. Ternak ini digunakan sebagai ternak kerja, tetapi juga dianggap sebagai ternak pedaging yang baik karena memiliki persentase karkas yang tinggi. Selain itu, ternak ini juga memperlihatkan kemampuan tumbuh yang baik dengan pakan yang bernilai gizi rendah (Wiliamson dan Payne, 1993).

Natural Veterinary (2009) menyatakan bahwa sapi Bali adaptif terhadap lingkungan. Bangsa sapi ini produktif karena persentase pedet yang dipanen dapat mencapai 80%. Sapi Bali memiliki kemampuan mencerna pakan berkualitas rendah cukup tinggi, kualitas karkas bagus, harga jual tinggi dan dapat digunakan sebagai hewan kerja.



Daftar Pustaka

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT Gramedia, Jakarta.
Ikhwan. 1994. Studi banding ukuran-ukuran tubuh Banteng dan sapi Bali. Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Martojo, H. 1990. Upaya pemuliaan & pelestarian sapi Bali untuk menunjang pembangunan peternakan secara nasional. Proceeding. Seminar Nasional Sapi Bali, Bali.
Martojo, H. 1992. Peningkatan Mutu Genetik Ternak. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Natasasmita, A. & K. Mudikdjo. 1985. Beternak Sapi Daging. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Natural Veterinary. 2009. Laporan tutorial UP 1 blok 2. Terakhir disunting pada 29 Maret 2009. http://natural-veterinary.blogspot.com/2009/03/laporan-tutorial-up-1-blok-2.html. [10 Oktober 2010].
Otsuka, J., T. Namikawa, K., K. Nozawa, & H. Martojo. 1982. Statiscal Analysis on the body measurement of East Asian native cattle and bantengs: The Origin and Philogeny of Indonesian Native Livestock. The Research Group of Overseas Scientific Survey. Part III:7-17.
Williamson, G. & W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan: S. G. N. Djiwa Darmadja. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Winaya, A. 2010. Variasi genetik dan hubungan filogenetik populasi sapi lokal Indonesia berdasarkan penciri molekuler DNA mikrosatelit kromosom Y dan gen cytochrome b. Disertasi. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor
Zulkharnaim, Jakaria, & R. R. Noor. 2010. Identifikasi keragaman genetik gen reseptor hormon pertumbuhan (GHR│Alu I) pada sapi Bali. Med.Pet. Vol 33 (2): 81-87.


Labels: Plasma Nutfah, Sapi, Sapi Potong

Thanks for reading Sapi Bali. Please share...!

0 Comment for "Sapi Bali"

Back To Top