Informasi Dunia Peternakan, Perikanan, Kehutanan, dan Konservasi

Produksi Bahan Segar dan Kering


Produksi Bahan Segar
Produksi hijauan pakan merupakan produksi kumulatif panen selama satu tahun seluas lahan penanaman. Produksi segar diperoleh dari produk total hijauan saat tanaman dipanen. Bagian tanaman yang dipanen adalah semua bagian areal tanaman yang dipotong pada ketinggian ±10 cm dari tanah kemudian langsung ditimbang. Komponen produksi segar yang paling utama adalah biomassa daun dan batang (Susetyo et al., 2001).

Produksi Bahan Kering
Bahan kering adalah bahan pakan yang tidak mengandung air. Di dalam bahan kering ini sendiri terdapat mineral dan bahan organik (Kartadisastra, 1997). Bahan kering merupakan salah satu hasil dari pembagian fraksi yang berasal dari bahan pakan setelah dikurangi kadar air. Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat kering (dry basis) (Immawatitari, 2014).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar bahan kering antara lain : jenis tanaman, fase pertumbuhan, waktu pemotongan, air tanah serta kesuburan tanah. Kandungan bahan kering tanaman pada musim penghujan relatif rendah karena pertumbuhan tanaman lebih cepat, air tercukupi dan kondisi lingkungan lembab sehingga transpirasi berkurang (Reksohadiprodjo, 2005).

Proses respirasi masih dapat terjadi pada hijauan segar yang telah dipotong, respiprasi akan mengambil O2 dari lingkungan serta menggunakan cadangan makanan berupa karbohidrat dan bahan lain untuk menghasilkan energi, uap air serta panas. Respirasi adalah salah satu faktor utama kehilangan bahan kering pada proses pengeringan karena proses respiasi menggunakan substrat berupa gula dan asam-asam lainnya. Suhu diidentifikasi sebagai faktor lingkungan utama yang menyebabkan proses respirasi pada produk segar. Reaksi biologisnya meningkat terus dengan bertambahnya suhu lingkungan (naik setiap penambahan suhu 100C) (Ludlow et al., 1980).


Pertumbuhan Tanaman


Pertumbuhan merupakan rangkaian proses fisiologis dalam tanaman berupa perubahan bentuk dan ukuran akibat pembelahan, pembesaran dan perbanyakan sel (Anderson et al., 2001). Pertumbuhan adalah proses dalam kehidupan tanaman yang mengakibatkan perubahan ukuran tanaman menjadi semakin besar dan menentukan hasil tanaman. Pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik akan mempengaruhi proses fisiologi tanaman, sedangkan faktor lingkungan dipengaruhi oleh temperatur, kadar air tanah dan unsur hara (Sitompul dan Guritno, 1995).

Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung secara terus menerus seumur hidup. Pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor. Pertama yaitu faktor eksternal/faktor lingkungan yang terdiri dari iklim (cahaya, suhu, air, panjang hari, angin, gas) edapik atau tanah (tekstur, struktur, bahan organik, kapasitas pertukaran kation, pH, kejenuhan basa dan ketersediaan nutrien tanah). Faktor internal/dari dalam tanaman seperti ketahanan terhadap iklim dan tanah (Gardner et al., 2008).

Semua organisme mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan merupakan proses pertambahan volume dan jumlah sel yang mengakibatkan bertambah besarnya organisme. Pertumbuhan bersifat ireversibel, artinya organisme yang tumbuh tidak akan kembali keukuran semula (Anderson et al., 2001).

Pengukuran hasil proses pertumbuhan dapat diukur melalui pertambahan tinggi tanaman, jumlah daun, produksi segar, produksi bahan kering, dan diameter tanaman. Parameter berat basah atau berat segar kurang dapat digunakan sebagai ukuran pertumbuhan tanaman, hal ini dikarenakan sering terjadi fluktuasi berat yang bergantung pada kelembapan tanaman (Sitompul dan Guritno, 1995).

Tinggi Tanaman

Pertumbuhan tanaman didefenisikan sebagai pertambahan ukuran yang dapat diketahui dengan adanya pertambahan panjang, diameter, dan luas bagian tanaman. Tinggi tanaman rnerupakan salah satu kornponen tumbuh pada tanaman, tinggi tanaman juga merupakan indikator yang sering dilihat dalam pertumbuhan tanaman maupun parameter yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan tanaman. Pengukuran dilakukan secara vertikal pada bagian tanaman yang paling tinggi dari permukaan tanah (Harjadi, 1993).


Pueraria javanica


Genus Pueraria berasal dari Asia bagian Timur dan Kepulauan Pasifik. Legum ini bersifat membelit, merambat, dan dapat membentuk semak yang rimbun dengan perakaran yang berbentuk tuber yang kuat dengan pokok akar yang disebut mahkota (crown). Nama lain Pueraria javanica adalah puero atau kacang ruji (Reksohadiprodjo, 2005).

Pueraria javanica digunakan sebagai makanan ternak, sangat palatabel untuk ruminansia (Allen, 1981). Kandungan nutrisi Pueraria javanica terdiri dari protein kasar 20,5 %, serat kasar 37, 9 %, dan lemak kasar 2,0 % (Gohl, 1981), produksi bahan kering dari hijauan Pueraria javanica berkisar antara 5-10 ton/ hektar (Rukmana, 2005).

Pueraria javanica memiliki kultur teknis dikembangbiakkan dengan biji. Puero termasuk tanaman jenis legum berumur panjang yang berasal dari daerah subtropis, tetapi bisa hidup didaerah tropik dengan kelembapan yang tinggi. Tanaman ini tumbuh menjalar (membelit), bisa membentuk hamparan dengan ketinggian 60-75 cm (Sutopo, 1985), tanaman ini mempunyai panjang sulur sekitar 1-3 m (Skerman, 1997). Puero berasal dari india Timur, siklus hidupnya perenial. Ciri-cirinya tumbuh merambat, membelit dan memanjat. Sifat perakarannya dalam, daun muda tertutup bulu berwarna coklat, daunnya berwarna hijau tua dan bunganya berwarna ungu kebiruan (Soegiri, 1982).
Puero mempunyai stolon yang dapat mengeluarkan akar dari tiap ruas batangnya yang bersinggungan dengan tanah. Perakarannya dalam dan bercabang-cabang, sehingga puero dapat berfungsi sebagai pencegah erosi, tahan musim kemarau yang tidak terlalu panjang. Puero tahan pula terhadap tanah masam dan tanah kekurangan kapur dan fospor, tahan permukaan air yang tinggi, dapat hidup ditanah liat maupun berpasir (Reksohadiprodjo, 2005). Jenis legum ini tergolong tanaman pioner dan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk menekan pertumbuhan gulma (Maulidesta, 2005).


Stylosanthes guianensis

Legum Styloshanthes guianensis (Stylo) merupakan salah satu tanaman pakan yang sangat disukai ternak, kaya akan protein dan mineral. Kandungan nutrisi hasil uji lab BPMSP Bekasi Tahun 2015: kadar air 76,63%, abu 10,98%, protein kasar 19,87%, lemak kasar 1,51%, serat kasar 32,27%, Ca 1,82% dan P 0,19%. Stylo ini sangat disukai ternak ruminansia seperti kambing, domba maupun sapi dan kerbau, bahkan dapat digunakan pula sebagai feed suplement untuk ternak ayam, babi dan ikan. Tanaman ini dapat diberikan dalam keadaan segar atau kering yang diproses dalam bentuk tepung daun. Salah satu kelebihan dari legum ini adalah daun dan batang lembut walaupun umur tanaman sudah cukup tua karena panen/ pemotongan yang terlambat, sehingga pemberiannya kepada ternak masih baik dilakukan karena tidak berpengaruh terhadap palatabilitas ternak (Balai Inseminasi Buatan Lembang, 2016).

Sistematika Stylosanthes guianensis adalah Phylum :Spermatophytae, Sub phylum: Angiospermae, Classis: Dicotyledoneae, Ordo: Rosales, Sub Ordo: Rosinae, Famili: Leguminoseae, Sub Famili: Papilionaceae, Genus: Stylosanthes, Species: Stylosanthes guianensis (Reksohadiprodjo, 2005).

Legum stylo (Stylosanthes guianensis) termasuk tanaman berumur panjang (menahun) yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 100–150 cm menyerupai semak. Tanaman ini mempunyai batang yang kasar, berbulu serta rimbun menutupi tanah. Tanaman ini setiap tangkai berdaun tiga helai dan berbentuk elips atau pedang yang ujungnya meruncing. Panjang daun 1-6 cm, agak berbulu dengan tangkai daun panjangnya 1-10 mm. Bunganya berbentuk kupu-kupu kecil tersusun dalam tandan dan berwarna kuning, karangan bunga terdiri dari beberapa kumpulan bunga yang setiap karangan bunga mengandung 40 bunga. Stylo (Stylosanthes guianensis) berbuah polong, setiap polongnya mengandung satu biji yang berwarna coklat kekuningan. Panjang tiap polongnya 2-3 mm, lebarnya 1,5-2,5 mm. Sedangkan system perakarannya luas masuk jauh ke dalam tanah, sehingga tahan terhadap kekeringan (Hardjowigeno, 2003).

Legume stylo dapat tumbuh di tanah yang luas kisaran kondisinya dengan curah hujan sedang sampai tinggi di daerah tropik dan subtropik, sangat toleran terhadap kesuburan tanah yang rendah (Reksohadiprodjo, 2005). Legume stylo (Stylosanthes guianensis) dapat tumbuh baik pada tanah-tanah kering maupun basah serta cocok ditanam pada daerah-daerah yang mempunyai curah hujan minimal 875 mm setahun dengan ketinggian 0 – 1000 mm di atas permukaan laut. Legume stylo merupakan jenis legume yang memberikan harapan baik untuk sebagian besar daerah di Indonesia (Manetje dan Jones, 2000).

Disamping itu tanaman stylo dapat berfungsi dengan baik terhadap penutupan tanah dengan perakaran yang dalam mampu mencegah terjadinya evaporasi yang berlebihan sehingga lebih memungkinkan tersedianya air dalam tanah yang merupakan faktor penting dalam mekanisme penyerapan hara dimana akar lebih banyak mengabsorbsi hara dalam suasana lembab dari pada bila akar tumbuh dalam suasana kering (Sabiham et al., 2007).

Umur tanaman berpengaruh pada kandungan nutrisi dan produksi legum stylo. Pemotongan lebih awal akan meningkatkan kandungan protein kasar pada daun dan batang, namun menurun pada produksi biomassa dan menurun pada kandungan dinding sel. Pada pemotongan yang lebih lama produksi tanaman meningkat, namun kualitasnya menurun berhubungan dengan kandungan dinding sel meningkat dan kandungan protein kasar menurun (Boschini, 2002).

Legum stylo tidak tahan terhadap pemotongan yang pendek karena harus ada tunas batang untuk pertumbuhan kembali, sehingga pemotongan yang baik dilakukan 20-25 cm di atas permukaan tanah. Berbeda dengan jenis rumputan, umur panen lebih singkat. Panen pertama 3 bulan (90 hari setelah masa tanam) sedangkan penen berikutnya 30-40 hari pada musim penghujan dan 40-50 hari pada musim kemarau dengan tinggi pemotongan 5-10 cm dari permukaan tanah (Reksohadiprodjo, 2005).

Sumber Artikel (Klik Here)

Stylosanthes guianensis


Legum Styloshanthes guianensis (Stylo) merupakan salah satu tanaman pakan yang sangat disukai ternak, kaya akan protein dan mineral. Kandungan nutrisi hasil uji lab BPMSP Bekasi Tahun 2015: kadar air 76,63%, abu 10,98%, protein kasar 19,87%, lemak kasar 1,51%, serat kasar 32,27%, Ca 1,82% dan P 0,19%. Stylo ini sangat disukai ternak ruminansia seperti kambing, domba maupun sapi dan kerbau, bahkan dapat digunakan pula sebagai feed suplement untuk ternak ayam, babi dan ikan. Tanaman ini dapat diberikan dalam keadaan segar atau kering yang diproses dalam bentuk tepung daun. Salah satu kelebihan dari legum ini adalah daun dan batang lembut walaupun umur tanaman sudah cukup tua karena panen/ pemotongan yang terlambat, sehingga pemberiannya kepada ternak masih baik dilakukan karena tidak berpengaruh terhadap palatabilitas ternak (Balai Inseminasi Buatan Lembang, 2016).

Sistematika Stylosanthes guianensis adalah Phylum :Spermatophytae, Sub phylum: Angiospermae, Classis: Dicotyledoneae, Ordo: Rosales, Sub Ordo: Rosinae, Famili: Leguminoseae, Sub Famili: Papilionaceae, Genus: Stylosanthes, Species: Stylosanthes guianensis (Reksohadiprodjo, 2005).

Legum stylo (Stylosanthes guianensis) termasuk tanaman berumur panjang (menahun) yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 100–150 cm menyerupai semak. Tanaman ini mempunyai batang yang kasar, berbulu serta rimbun menutupi tanah. Tanaman ini setiap tangkai berdaun tiga helai dan berbentuk elips atau pedang yang ujungnya meruncing. Panjang daun 1-6 cm, agak berbulu dengan tangkai daun panjangnya 1-10 mm. Bunganya berbentuk kupu-kupu kecil tersusun dalam tandan dan berwarna kuning, karangan bunga terdiri dari beberapa kumpulan bunga yang setiap karangan bunga mengandung 40 bunga. Stylo (Stylosanthes guianensis) berbuah polong, setiap polongnya mengandung satu biji yang berwarna coklat kekuningan. Panjang tiap polongnya 2-3 mm, lebarnya 1,5-2,5 mm. Sedangkan system perakarannya luas masuk jauh ke dalam tanah, sehingga tahan terhadap kekeringan (Hardjowigeno, 2003).

Legume stylo dapat tumbuh di tanah yang luas kisaran kondisinya dengan curah hujan sedang sampai tinggi di daerah tropik dan subtropik, sangat toleran terhadap kesuburan tanah yang rendah (Reksohadiprodjo, 2005). Legume stylo (Stylosanthes guianensis) dapat tumbuh baik pada tanah-tanah kering maupun basah serta cocok ditanam pada daerah-daerah yang mempunyai curah hujan minimal 875 mm setahun dengan ketinggian 0 – 1000 mm di atas permukaan laut. Legume stylo merupakan jenis legume yang memberikan harapan baik untuk sebagian besar daerah di Indonesia (Manetje dan Jones, 2000).

Disamping itu tanaman stylo dapat berfungsi dengan baik terhadap penutupan tanah dengan perakaran yang dalam mampu mencegah terjadinya evaporasi yang berlebihan sehingga lebih memungkinkan tersedianya air dalam tanah yang merupakan faktor penting dalam mekanisme penyerapan hara dimana akar lebih banyak mengabsorbsi hara dalam suasana lembab dari pada bila akar tumbuh dalam suasana kering (Sabiham et al., 2007).

Umur tanaman berpengaruh pada kandungan nutrisi dan produksi legum stylo. Pemotongan lebih awal akan meningkatkan kandungan protein kasar pada daun dan batang, namun menurun pada produksi biomassa dan menurun pada kandungan dinding sel. Pada pemotongan yang lebih lama produksi tanaman meningkat, namun kualitasnya menurun berhubungan dengan kandungan dinding sel meningkat dan kandungan protein kasar menurun (Boschini, 2002).

Legum stylo tidak tahan terhadap pemotongan yang pendek karena harus ada tunas batang untuk pertumbuhan kembali, sehingga pemotongan yang baik dilakukan 20-25 cm di atas permukaan tanah. Berbeda dengan jenis rumputan, umur panen lebih singkat. Panen pertama 3 bulan (90 hari setelah masa tanam) sedangkan penen berikutnya 30-40 hari pada musim penghujan dan 40-50 hari pada musim kemarau dengan tinggi pemotongan 5-10 cm dari permukaan tanah (Reksohadiprodjo, 2005).

Sumber Artikel (Klik Here)

Hijauan Makanan Ternak

Hijauan merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia dan juga berfungsi sebagai suplai zat gizi seperti protein, energi, vitamin, dan mineral. Penyediaan pakan yag berkesinambungan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat produksi seekor ternak (Murtidjo, 2001). Makanan hijauan adalah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun, termasuk kedalamnya rumput (gramineae), leguminose dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti daun nangka. Untuk dapat dijadikan bahan makanan yang sempurna, hijauan harus memenuhi 3 syarat penting, yaitu; mempunyai nilai nutrisi yang tinggi, mudah dicerna, diberikan dalam jumlah yang cukup (Sumaprastowo, 2000).

Leguminosa merupakan tanaman yang mempunyai kemampuan untuk menghasilkan bahan organik tinggi dan dapat membantu meningkatkan kesuburan tanah. Mengikat nitrogen dari udara oleh leguminosa dapat membantu meningkatkan ketersediaan hara terutama nitrogen bagi tanaman disampingnya (Mansyur et al., 2005).

Leguminosa memiliki sifat yang berbeda dengan rumput-rumputan. Leguminosa adalah tanaman dikotiledon (bijinya terdiri dari dua kotiledon atau disebut juga berkeping dua. Leguminosa mempunyai sifat-sifat yang baik sebagai bahan pakan dan mempunyai kandungan nutrisi cukup tinggi (Susetyo et al., 2001).

Ditinjau dari bentuknya, tanaman leguminosa dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :
1. Leguminosa Pohon; merupakan jenis tanaman leguminosa yang berkayu dan mempunyai tinggi lebih dari 1,5 meter.
2. Leguminosa Semak; merupakan jenis tanaman leguminosa yang mempunyai tinggi kurang dari 1,5 meter. Sifat tumbuhnya memanjat (twinning) dan merambat (trilling) (Dodymisa, 2015).

Sumber Artikel (Klik Here)



Kapasitas Lapang

Kapasitas lapang adalah kondisi ketika komposisi air dan udara di dalam tanah berimbang, biasanya dicapai 2 atau 3 hari sejak terjadi pembasahan atau hujan, dan setelah proses drainase berhenti. Bila tanah dalam keadaan kering, pemberian air ditujukan untuk membasahi tanah sampai mencapai kapasitas lapangan, khususnya disekitar daerah perakaran tanaman. Kandungan air tanah pada kapasitas lapangan sangat tergantung pada berbagai macam faktor, diantaranya tekstur tanah, kandungan air tanah awal, dan kedalaman permukaan air tanah (Kurnia et al., 2014).

Selama air di dalam tanah masih lebih tinggi daripada kapasitas lapang maka tanah akan tetap lembab, ini disebabkan air kapiler selalu dapat mengganti kehilangan air karena proses evaporasi. Bila kelembaban tanah turun sampai di bawah kapasitas lapang maka air menjadi tidak mobile. Akar-akar akan membentuk cabang-cabang lebih banyak, pemanjangan lebih cepat untuk mendapatkan air bagi konsumsinya (Kurnia et al., 2014).

Oleh karena itu akar-akar tanaman yang tumbuh pada tanah-tanah yang kandungan air di bawah kapasitas lapang akan selalu becabang-cabang dengan hebat sekali. Kapasitas lapang sangat penting pula artinya karena dapat menunjukkan kandungan maksimum dari tanah dan dapat menentukan jumlah air pengairan yang diperlukan untuk membasahi tanah sampai lapisan di bawahnya. Tergantung dari tekstur lapisan tanahnya maka untuk menaikkan kelembaban 1 feet tanah kering sampai kapasitas lapang diperlukan air pengairan sebesar 0,5 – 3 inci (Kurnia et al., 2014).

Air merupakan komponen penting dalam tanah yang dapat menguntungkan dan sering pula merugikan. Beberapa peranan yang menguntungkan dari air dalam tanah adalah sebagai pelarut dan pembawa ion-ion hara dari rhizosfer ke dalam akar tanaman, sebagai agen pemicu pelapukan bahan induk, perkembangan tanah, sebagai pelarut dan pemicu reaksi kimia dalam penyediaan hara, sebagai penopang aktivitas mikroba dalam merombak unsur hara yang semula tidak tersedia menjadi tersedia bagi akar tanaman, sebagai pembawa oksigen terlarut ke dalam tanah, sebagai stabilisator temperatur tanah dan mempermudah dalam pengolahan tanah (Hanafiah, 2007).

Air di dalam tanah adalah salah satu faktor penting dalam produksi tanaman. Air harus tersedia dalam tanah untuk menggantikan air yang hilang karena evaporasi dari tanah dan transpirasi dari tanaman. Air dalam tanah selalu membawa nutrisi dalam larutannya untuk pertumbuhan tanaman (Thorne, 1979).

Selain beberapa peranan yang menguntungkan, air tanah juga menyebabkan beberapa hal yang merugikan, yaitu mempercepat proses pemiskinan hara dalam tanah akibat proses pencucian yang terjadi secara intensif, mempercepat proses perubahan horizon dalam tanah akibat terjadinya eluviasi dari lapisan tanah atas ke lapisan tanah bawah dan menghambat aliran udara ke dalam tanah apabila dalam kondisi jenuh air yang menjadikan ruang pori secara keseluruhan terisi air sehingga mengganggu respirasi dan serapan hara oleh akar tanaman, serta menyebabkan perubahan reaksi tanah dari reaksi aerob menjadi reaksi anaerob (Yulipriyanto, 2010).

Menurut Hardjowigeno (2003), bahwa air terdapat dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena keadaan drainase yang kurang baik. Air dapat meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya-gaya adhesi, kohesi, dan gravitasi. Kapasitas lapang adalah jumlah air maksimum yang dapat disimpan oleh suatu tanah. Keadaan ini dapat dicapai jika kita memberi air pada tanah sampai terjadi kelebihan air, setelah itu kelebihan airnya dibuang. Jadi pada keadaan ini semua rongga pori terisi air (Sutanto, 2005).
Setelah semua pori terisi udara (terjadi kapasitas penyimpanan air maksimum) pemberian air dihentikan. Karena adanya gaya gravitasi, gerakan air tanah tetap berlangsung. Gerakan ini makin lama makin lambat dan setelah kurang lebih dua sampai tiga hari gerakan tersebut praktis terhenti, pada keadaan ini air dalam tanah dalam keadaan kapasitas lapang. Jika proses kehilangan air dibiarkan berlangsung terus, pada suatu saat akhirnya kandungan air tanah sedemikian rendahnya sehingga energi potensialnya sangat tinggi dan mengakibatkan tanaman tidak mampu menggunakan air tersebut. Hal ini ditandai dengan layunya tanaman terus menerus, oleh karena itu keadaan air tanah pada keadaan ini disebut titik layu permanen (Sutanto, 2005).

Air tanah yang berada diantara kapasitas lapang dan titik layu permanen merupakan air yang dapat digunakan oleh tanaman, oleh karena itu disebut air tersedia (available water). Perbedaan tekstur, kadar bahan organik dan kematangannya merupakan penyebab berbedanya tingginya kadar air pada masing-masing kondisi kapasitas lapang, titik layu permanen dan air tersedia. Hal ini dikarenakan kandungan air pada saat kapasitas lapang dan titik layu permanen berbeda pada setiap tanah yang memiliki tekstur berbeda. Pada tanah pasir nilai titik layu permanen maupun kapasitas lapang berada pada nilai terendah. Nilai-nilai itu semakin meningkat dengan semakin tingginya kadar debu, liat dan bahan organik tanah (Islami dan Utomo, 2011).

Kadar air tanah dipengaruhi oleh kadar bahan organik tanah dan kedalaman solum, makin tinggi kadar bahan organik tanah akan makin tinggi kadar air, serta makin dalam kedalaman solum tanah maka kadar air juga semakin tinggi (Hanafiah, 2007).      

Sumber Artikel (Klik Here)

Cekaman Kekeringan


Cekaman kekeringan adalah kondisi perubahan lingkungan yang kekurangan air yang akan menurunkan atau merugikan pertumbuhan atau perkembangan tumbuhan. Cekaman kekeringan mempengaruhi semua aspek pertumbuhan dan metabolisme tanaman termasuk integritas membran, kandungan pigmen, keseimbangan osmotik, aktivitas fotosintesis (Anjum et al., 2011; Bhardwaj dan Yadav, 2012), penurunan potensial air protoplasma (Mundre, 2002), penurunan pertumbuhan (Suhartono et al., 2008), dan penurunan diameter batang (Belitz dan Sams, 2007). Jika kebutuhan air tidak dipenuhi maka pertumbuhan tanaman akan terhambat, karena air berfungsi melarutkan unsur hara dan membantu proses metabolisme dalam tanaman (Wayah et al., 2014).

Kebutuhan air pada tanaman dapat dipenuhi melalui tanah dengan jalan penyerapan oleh akar. Besarnya air yang diserap akar tanaman sangat tergantung pada kadar air dalam tanah ditentukan oleh pF ( Kemampuan partikel tanah memegang air), dan kemampuan akar untuk menyerapnya (Jumin, 2008). Cara adaptasi tanaman terhadap kekeringan bervariasi tergantung jenis tumbuhan dan tahap-tahap perkembangan tumbuhan (Anjum et al., 2011).

Respon adaptasi tanaman terhadap cekaman kekeringan dapat berupa respon jangka panjang, seperti perubahan pertumbuhan, dan perubahan biokimiawi. Perubahan pertumbuhan meliputi penurunan pertumbuhan batang dan daun, sedangkan perubahan biokimia dapat berupa akumulasi senyawa organik kompatibel yang berfungsi menjaga keseimbangan osmolit dalam tubuh tumbuhan (Arve et al., 2011). Salah satu senyawa organik kompatibel yang sering diamukulasi oleh tanaman ketika berada pada kondisi kekeringan yaitu prolin (Farooq et al., 2009). Peranan prolin adalah sebagai penampung nitrogen dari berbagai senyawa nitrogen yang berasal dari kerusakan protein, sebagai senyawa pelindung untuk mengurangi pengaruh kerusakan cekaman air di sel (Universitas Gajah Mada, 2016).


Back To Top