Keberadaan
limbah ternak di Indonesia cukup tinggi, salah satu diantaranya adalah tulang
ternak. Hal ini diakibatkan oleh tingginya total konsumsi daging sapi, ayam,
dan babi di Indonesia yang mencapai 3.572 dan 4.092 kg/kapita/tahun pada tahun
2009 dan 2010 (BPS 2011). Limbah ternak berupa tulang ini jika tidak dilakukan
penanganan secara baik maka akan menimbulkan masalah pencemaran lingkungan serta
penyebaran penyakit menular (Deptan 2009). Tulang ternak memiliki potensi untuk
diolah kembali menjadi berbagai produk yang masih bermanfaat bagi kehidupan
manusia sehingga bernilai ekonomi tinggi.
Di Indonesia,
tulang ternak banyak dimanfaatkan untuk bahan pembuatan cinderamata dan
sebagian kecil untuk pembuatan tepung tulang sebagai sumber mineral Kalsium
(Ca) dan Fosfor (P) pada campuran makanan ternak. Arang tulang (Bone
Charcoal) adalah arang tulang ternak yang diolah dari limbah tulang ternak
dan bermanfaat untuk menurunkan kandungan F (defluoridation) pada air
tanah (Smittakorn et al. 2010). Penelitian ini telah dilakukan di
Thailand dengan membandingkan penelitian serupa di India.
Arang tulang
merupakan bahan granular yang diproduksi melalui pembakaran tulang-tulang hewan
(charring animal bones). Arang tulang ini dapat diaplikasikan untuk
proses defluoridation air dan penghilangan logam berat dari larutan air.
Arang tulang ini sebagian besar terdiri dari kalsium fosfat dan sejumlah kecil
karbon. Arang tulang biasanya memiliki luas permukaan yang lebih rendah
daripada karbon aktif, tetapi dengan kapasitas serap tinggi bagi tembaga (Cu),
seng (Zn), dan cadmium (Cd) (Wilson et al. 2003; Choy dan McKay 2005;
Xiang 2003).
Di Indonesia,
khususnya di daerah pedesaan, air tanah merupakan sumber air terbesar untuk
konsumsi masyarakat. Menurut Laporan UNICEF, Thailand dan 25 negara lain, termasuk Indonesia
memiliki konsentrasi F yang cukup tinggi pada air tanah. Pada tahun 2006 WHO
menyatakan bahwa maksimum limit kadar F yang direkomendasikan pada air minum
adalah 1.5 mg/l (Smittakorn et al. 2010). Di Indonesia, persyaratan
kualitas air minum dengan kandungan maksimum F dan Fe yang diperbolehkan adalah
1.5 mg/l dan 0.3 mg/l (Permenkes 2010).
Pemanfaatan arang
tulang ternak pada penyaring air minum bermanfaat untuk menurunkan kandungan F
pada air tanah dan air minum masih sangat jarang diaplikasikan di Indonesia.
Padahal, teknologi sederhana ini dapat diterapkan di wilayah pedesaan, terutama
yang memiliki kandungan F yang melebihi batas ambang yang direkomendasikan oleh
WHO.
Kandungan F yang
berlebihan pada air yang dikonsumsi merupakan ancaman serius bagi kesehatan
masyarakat karena berpotensi besar untuk menimbulkan bahaya kesehatan jangka
panjang. Asupan F yang melebihi batas standar air minum dapat menyebabkan dental
fluorosis atau bahkan crippling skeletal (Fawell et al. 2006).
Beberapa
penelitian juga menemukan bahwa fluorosis yang diakibatkan oleh
tingginya konsentrasi F juga berpotensi terhadap berbagai masalah kesehatan
yang serius. Osteoporosis akut pada wanita telah didokumentasikan oleh
Alhava et al. (1980) dan telah ditemukan adanya pengaruh fluorosis pada
jaringan tulang terhadap menurunnya kekuatan tulang (Carter dan Beaupre 1990).
Metode untuk
menurunkan kandungan F pada air tanah dan air minum menggunakan arang tulang
masih kurang diaplikasikan di Indonesia. India dan Thailand telah sukses
menerapkan teknologi ini dengan menggunakan arang tulang yang berasal dari
ternak sapi.
Labels:
Pakan Alternative
Thanks for reading Potensi Arang Tulang (Bone Charcoal) Sapi, Babi, Dan Ayam Untuk Menurunkan Kandungan F Dan Fe Air Tanah . Please share...!
0 Comment for "Potensi Arang Tulang (Bone Charcoal) Sapi, Babi, Dan Ayam Untuk Menurunkan Kandungan F Dan Fe Air Tanah "