Urutan
raja yang berkuasa di Serdang adalah sebagai berikut:
1.
Tuanku Umar (1723-?).
2.
Tuanku Sultan Ainan Johan Almashah (1767-1817)
3.
Tuanku Sultan Thaf Sinar Basarshah (memerintah 1817-1850) M)
4.
Sultan Basyaruddin Shaiful Alamshah (1850-1880)
5.
Sultan Sulaiman Syariful Alamshah (1880-1946).
Periode Pemerintahan
Kerajaan
Serdang berdiri lebih dari dua abad, dari 1723 hingga 1946 M. Selama periode
itu, telah berkuasa 5 orang Sultan. Sultan Serdang I adalah Tuanku Umar,
kemudian ia digantikan oleh Tuanku Sultan Ainan Johan Almashah (1767-1817).
Tuanku Sultan Ainan Johan Almashah beristerikan Tuangku Sri Alam, puteri Raja
Perbaungan. Di masa Sultan Ainan Johan ini, terjadi penyatuan Kerajaan Serdang
dan Perbaungan. Ceritanya, sewaktu Raja Perbaungan meninggal dunia, tidak ada
orang yang berhak menggantikannya, sebab ia tidak memiliki anak laki-laki. Oleh
karena anak perempuan Raja Perbaungan menikah dengan Sultan Serdang, maka
akhirnya, Kerajaan Perbaungan digabung dengan Serdang. Jadi, penggabungan ini
berlangsung semata-mata karena adanya hubungan kekerabatan, bukan karena peperangan.
Putera
Ainan Johan Almashah yang tertua, Tuangku Zainal Abidin, diangkat menjadi
Tengku Besar. Suatu ketika ia pergi berperang membantu mertuanya yang sedang
terlibat perang saudara merebut tahta Langkat. Dalam peperangan membela
mertuanya tersebut, ia terbunuh di Pungai (Langkat) dan digelar Marhom Mangkat
di Pungai (1815 M). Untuk menggantikan putera mahkota (di Serdang disebut
Tengku Besar) yang tewas, maka, adik putera mahkota, yaitu Tuanku Thaf Sinar
Basyarshah kemudian diangkat sebagai penggantinya, dengan gelar yang sama:
Tengku Besar.
Ketika
Sultan Johan Alamshah mangkat tahun 1817 M, adik Tuangku Zainal Abidin, yaitu
Tuanku Sultan Thaf Sinar Basarshah (memerintah 1817-1850 M) diangkat oleh Dewan
Orang Besar menjadi raja menggantikan ayahnya. Ketika itu, sebenarnya Tuanku
Zainal Abidin, Tengku Besar yang sudah tewas, memiliki putera, namun puteranya
ini tidak berhak menjadi raja, sebab, ketika ayahnya meninggal dunia, statusnya
masih sebagai Tengku Besar, bukan Raja. Jadi, menurut adat Melayu Serdang,
keturunan putera tertua tidak otomatis menjadi raja, karena sebab-sebab
tertentu.
Demikianlah,
pemerintahan baru berganti dan keadaan terus berubah. Pada tahun 1865 M,
Serdang ditaklukkan oleh Belanda. Selanjutnya, pada tahun 1907 M, Serdang
menandatangani perjanjian dengan Belanda yang melarang Serdang berhubungan
dengan negeri luar. Setelah bertahun-tahun dalam pengaruh Belanda, akhirnya,
pada tahun 1946 M, di masa pemerintahan Sultan Sulaiman Syariful Alamshah,
Serdang bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Wilayah Kekuasaan
Wilayah
kekuasaan kerajaan Serdang meliputi Batang Kuis, Padang, Bedagai, Percut,
Senembah, Araskabu dan Ramunia. Kemudian wilayah Perbaungan juga masuk dalam
Kerajaan Serdang karena adanya ikatan perkawinan.
Struktur Pemerintahan
Struktur
tertinggi di Kerajaan Serdang dipimpin oleh seorang Raja. Pada masa itu,
peranan seorang raja adalah:
1.
Sebagai Kepala Pemerintahan Kerajaan Serdang.
2.
Sebagai Kepala Agama Islam (Khalifatullah fi’l ardh)
3.
Sebagai Kepala Adat Melayu