Pengolahan bakso mencakup aspek penyediaan bahan baku berupa
daging dan tepung pati serta cara pengolahannya. Bakso dibuat melalui tahap penggilingan
daging menjadi daging giling, pencampuran emulsi daging dengan tepung pati,
penyimpanan adonan yang terbentuk, dan pencetakan adonan menjadi bakso lalu
memasaknya dalam air panas (Purnomo, 1990). Bakso sendiri terdiri dari bahan
utama daging dan bahan tambahan lain seperti tepung, garam, es batu, STPP dan
bumbu penyedap lainnya (Sunarlim, 1992).
Pembentukan adonan dilakukan dengan cara mencampur seluruh
bahan lalu menghancurkannya (mixing dan chopping) hingga terbentuk suatu
adonan. Selain itu dapat dilakukan dengan menghancurkan daging lalu mencampur
dengan bahan lainnya. Penghancuran daging dimaksudkan untuk memecah dinding sel
serabut otot daging sehingga memudahkan protein larut garam terekstrak keluar. Pemasakan
bakso dilakukan dalam dua tahap dengan tujuan agar permukaan bakso tidak
keriput akibat perubahan suhu yang terlalu cepat. Tahap pertama perendaman
bakso pada suhu 50-60 oC
bertujuan untuk membentuk bakso dan tahap ke dua perebusan bakso dalam air
dengan suhu 100 oC
bertujuan untuk mematangkannya (Wilson et al.,
1981).
Penyimpanan adonan di dalam refrigerator selama 10 menit
sebelum dicetak menjadi bakso bertujuan untuk meningkatkan jumlah protein larut
garam dalam emulsi atau adonan bakso sehingga memperbaiki sifat fisik bakso
yang dihasilkan (Indrarmono, 1987). Setelah pembuatan adonan, pencetakan bakso dilakukan
dengan cara membentuk adonan menjadi bulatan-bulatan sebesar kelereng atau
lebih dengan menggunakan tangan atau alat pencetak bakso. Pemasakan bakso
dilakukan dengan cara perebusan dalam air mendidih atau dapat juga dikukus
(Tarwotjo et
al., 1971).
Pemasakan pada daging harus memperhatikan adanya
keseimbangan antara tinggi suhu dan lama pemanasan, karena penggunaan panas
yang tinggi dengan jangka waktu yang lama dapat menyebabkan perubahan cita rasa
serta degradasi termal komponen kimiawi pangan yang pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas, sebagai contoh daging bagian paha
memerlukan pemanasan basah pada suhu rendah dengan waktu yang lama, sedangkan
daging dari bagian pinggang perlu pemanasan kering dengan waktu yang pendek.
Selama proses pemanasan akan terjadi pembentukkan cita rasa yang dapat
meningkatkan palatabilitas, hal ini disebabkan mencairnya lemak yang diikuti
dengan pembentukkan senyawa volatil, disamping itu terjadi pula reaksi antara
protein dengan gula reduksi yang ada pada daging (Suradi, 2004).
Daftar
Pustaka
Purnomo,
H. 1990. Kajian mutu bakso daging sapi, bakso urat dan bakso aci di daerah
Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sunarlim,
R. 1992. Karakteristik mutu bakso daging sapi dan pengaruh penambahan NaCl dan
Natrium Tripolyfosfat terhadap perbaikan mutu. Disertasi. Program Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Suradi,
K. 2004. Potensi dan peluang teknologi pengolahan produk kelinci. Balai Penelitian
Ternak, Bogor 16002. Lokakarya Nasional Potensi dan Peluang Pengembangan Usaha
Kelinci 16-17.
Wilson,
N. R. P., E. J. Dyet, R. B. Hughes & C. R. Ve. Jones. 1981. Meat and Meat Product:
Factors Affecting Quality Control. Applied Science Publishers, London dan New
Jersey.
Wilson,
N. R. P., E. J. Dyet, R. B. Hughes & C. R. Ve. Jones. 1981. Meat and Meat Product:
Factors Affecting Quality Control. Applied Science Publishers, London dan New
Jersey.
Tarwotjo,
I. S. Hartini, S. Soekirman & Sumartono. 1971. Komposisi tiga jenis bakso
di
Jakarta. Akademi Gizi. Jakarta.
0 Comment for "Pengolahan Bakso"