Informasi Dunia Peternakan, Perikanan, Kehutanan, dan Konservasi

Infectious Bursal Disease atau Gumboro

Infectious Bursal Disease (IBD) atau sering juga disebut Gumboro disebabkan oleh virus RNA dari famili Birnaviridae dan virionnya mempunyai garis tengah antara 55 sampai 65 μm. IBD merupakan virus yang tidak memiliki selubung, konfigurasi berbentuk iksosahedral (Hirai dan Shimakura 1974). Pada partikel virus IBD ditemukan 4 struktur protein yang berhasil diidentifikasi, dua kompenen yang besar yaitu VP2 dan VP3 sedangkan komponen yang kecil dari virion adalah VP1 dan VP4. virus ini memiliki genom bersegmen dua: A dan B yang tersusun dari dua untaian RNA sehingga dinamakan Birnavirus (Fahey et al. 1989). Sifat virus ini sangat stabil terhadap beberapa bahan kimia dan panas.

Pemanasan pada temperature 56°C selama 5 jam dan 60°C selama lebih dari 30 menit atau pada suhu 37°C selama 90 menit, virus ini masih bertahan. Akan tetapi dengan pemanasan pada temperarur 70°C selama 30 menit virus akan mati (Beton et al. 1967). Virus penyebab gumboro tahan terhadap pH rendah (2,0) selama satu jam tetapi tidak tahan terhadap pH basa (12,0). Virus IBD tahan terhadap senyawa phenol dan methiolate, namun virus akan mati dengan pemberian formaldehida konsentrasi 5% (Beton et al. 1967).

McFeran et al. (1980) melaporkan bahwa virus IBD asal Eropa terdiri dari serotype I dan II selain itu juga diketahui adanya variasi susunan asam amino antigen diantara isolat IBD tersebut. Diantara virus serotipe I dan II, juga diketahui ada variasi dalam susunan antigen antara galur yang berbeda. Galur yang berbeda itu disebut subtipe atau varian. Subtipe didefenisikan sebagai
kelompok isolat virus yang dapat dibedakan dari isolat virus lainnya dalam serotipe yang sama dengan jalan netralisasi virus atau uji proteksi silang. Virus varian menyebabkan pengecilan bursa fabricius lebih cepat dan menimbulkan efek negatif lebih berat terhadap organ timus. Selain itu virus varian tersebut tidak dapat dinetralkan oleh antibodi asal induk maupun antibodi hasil vaksinasi dengan virus standar. Virus varian juga mempunyai sifat biologik yang berbeda dari virus standar (Lukert & Saif 1991).

Infeksi alam akibat virus IBD serotipe II tidak menimbulkan perubahan klinik karena bersifat sedikit patogen atau tidak patogen sama sekali. Virus ini biasanya menyerang kalkun namun secara serologik dapat juga ditemukan pada ayam pedaging dan pembibit. Serotipe I bersifat sangat patogen dan banyak ditemukan di peternakan pembibit. Kedua serotipe ini dapat dibedakan dengan uji netralisasi (Mahardika & Beth 1995).

Menurut Beton et al. (1967) IBD adalah penyakit menular dan sangat kontagius serta penyebaran sangat cepat melalui kontak langsung antara ayam sehat (muda) dengan ayam terinfeksi pada peternakan. Infeksi tidak langsung dengan virus IBD dapat terjadi karena agennya dapat bertahan hidup di lingkungan sekitar peternakan hingga 3-4 bulan. Benda-benda yang berada di
tempat terjadinya penyakit berpotensi menularkan virus pada ayam rentan. Pada umumnya penularan penyakit terjadi karena adanya kontaminasi pada makanan dan air minum ayam. Virus IBD dapat bertahan hidup sampai 6 bulan pada alas kandang yang kering dan dapat bertahan lebih dari satu tahun pada kandang yang tidak terpakai. Selain itu serangga (misalnya tungau dan nyamuk), burung liar, tikus mungkin juga berperan dalam penularan. Hal tersebut dengan berhasil
diisolasinya virus IBD dari satu jenis cacing Alphatobius disperinus dan nyamuk Aedes vexanus (Anonimus 1997).

Infectious Bursal Disease atau Penyakit Gumboro biasanya menyerang ayam yang berumur antara satu hari sampai tujuh minggu, namun dapat ditemukan pada ayam umur 15 minggu. Ayam yang paling rentan terhadp infeksi penyakit Gumboro adalah yang berumur antara 3 sampai 6 minggu, sehingga kerugian ekonomi yang terbesar akibat serangan penyakit Gumboro berkisar antara umur-umur tersebut (Hitchner 1978).

Masa inkubasi penyakit ini sangat singkat yaitu antara 18-24 jam sedangkan tanda klinik yang terlihat dalam 2-3 hari. Terdapat dua bentuk penyakit Gumboro, bentuk pertama adalah bentuk penyakit Gumboro yang klasik atau klinis. Penyakit Gumboro bentuk ini menyerang ayam yang berumur antara 3-6 minggu. Ayam yang terserang penyakit ini menunjukkan tanda-tanda seperti depresi secara umum dan diikuti dengan hilangnya nafsu makan, sakit secara tibatiba, bulu kusut, lemah, malas bergerak, kepala sering menunduk dan paruhnya dimasukkan ke dalam litter. Bila ayam yang terinfeksi dipaksa untuk berjalan, akan terlihat jalannya kaku atau jatuh kesamping dan ayam yang seperti ini akan mati dalam waktu singkat. Tanda lain adalah bulu disekitar kloaka kotor, feses berair serta berwarna keputih-putihan. Ayam akan mematuk-matuk daerah kloaka. Hal ini dapat merupakan suatu tanda adanya kelainan di daerah tersebut dan sering kali timbul sebagai manifestasi gejala dini penyakit Gumboro (Winterfield & Hitchner 1964). Gumboro bentuk klinis juga dapat dicirikan dengan adanya perdarahan berupa titik-titik atau garis-garis pada otot paha bagian tengah atau bagian pinggiran perut (lateral abdomen).

Bentuk Gumboro yang kedua adalah bentuk subklinik atau disebut juga bentuk dini. Bentuk kedua ini besar pengaruhnya terhadap perekonomian perternakan ayam. Penyakit Gumboro bentuk ini menyerang ayam berumur antara 0 sampai 2 hari. Pada saat terjadi infeksi, ayam tidak memperlihatkan gejala klinis. Akan tetapi dapat merusak sistem kekebalan ayam yang terinfeksi, sehingga pada ayam umur dini hal ini mempunyai dua akibat utama. Pertama, akan meningkatkan kerentanan ayam terhadap infeksi viral dan bakteri lainnya. Kedua, akan menurunkan respon terhadap vaksinasi penyakit lain seperti Newcastel Disease (Edwards 1981).

Giambrone (1979) menyatakan bahwa ayam yang terinfeksi subklinik akan kehilangan kekebalan tubuh secara permanen sehingga mudah terserang oleh virus, bakteri maupun cendawan. Menurut Subekti (2000) infeksi IBD juga dapat diperparah oleh infeksi Escherichia coli, Aspergillus dan Avian nepritis. Ayam yang terinfeksi sejak dini akan mengalami penekanan respon antibodi terhadap vaksinasi, juga terhadap infeksi oleh kuman lain (Hirai et al. 1979).


Gambaran yang paling menarik dari patogenitas dan perubahan patologi adalah replikasi selektif dari birnavirus pada bursa fabricius yang membesar (sampai lima kali ukuran normal), edema, hiperemia dan berwarna krem, dengan  garis memanjang yang mencolok. Perdarahan terjadi di bawah serosa dan terdapat fokus nekrosis di seluruh parenkim bursa. Pada pemeriksaan juga dapat ditemukan bursa mengalami atrofi dan berwarna abu-abu serta ginjal biasanya membesar dengan penumpukan asam urat akibat dehidrasi, dan kemungkinan terbentuk kompleks kekebalan pada glomeruli. Perubahan pascamati IBD adalah adanya bercak kemerahan (hemorhagi) pada otot dada dan paha bagian dalam, titik perdarahan pada daerah perbatasan organ proventrikulus dengan lambung dan tanda khas yang terlihat adalah nekrosis pada bursa fabricius disertai dengan perdarahan dan edema peribursal (Da Silva et al. 1992).
Labels: Kesehatan Ternak

Thanks for reading Infectious Bursal Disease atau Gumboro. Please share...!

0 Comment for "Infectious Bursal Disease atau Gumboro"

Back To Top