Indonesia
merupakan negara dengan jumlah dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. Fakta
ini menyebabkan kebutuhan yang tinggi akan protein hewani dengan kualitas dan
kuantitas yang tinggi pula. Dengan adanya peningkatan kebutuhan tersebut,
diperlukan adanya usaha-usaha pemenuhan kebutuhan dengan cara meningkatkan
produksi daging ternak sebagai sumber protein hewani. Salah satu penghasil
protein hewani adalah daging ayam broiler. Dengan nilai gizi yang tidak
kalah dan harga yang relatif lebih murah dibandingkan dengan daging dari ternak
jenis lain, daging ayam broiler dapat menjadi pilihan.
Tingkat
konsumsi daging masyarakat Indonesia masih digolongkan rendah. Hal itu
dikarenakan pasokan daging ayam broiler tidak mampu menyamai tingkat
pertumbuhan populasi penduduk Indonesia. Produksi ayam broiler di
Indonesia menurut data dari Ditjen Peternakan pada tahun 2011 adalah sebagai
berikut:
Tabel
1. Produksi ayam broiler di Indonesia tahun 2002-2011
Tahun
|
Produksi (dalam ton ekor)
|
2002
|
865.075
|
2003
|
847.744
|
2004
|
778.970
|
2005
|
779.108
|
2006
|
861.263
|
2007
|
941.786
|
2008
|
1.018.734
|
2009
|
1.016.876
|
2010
|
1.214.339
|
2011
|
1.270.438
|
Sumber:
Ditjen Peternakan, 2011
Tingkat konsumsi daging ayam di
Indonesia adalah 1.307.207 ton per tahun (asumsi konsumsi 5.5 kg/kapita/tahun.
Sumber: www.poultryindonesia.com, diolah). Dengan demikian, bila
dianalisa lebih lanjut masih ada kekurangan sebanyak 36.589 ton (18 juta ekor).
Dengan adanya fakta ini, tentu diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas produksi demi ketercapaian produksi ayam broiler untuk
memenuhi konsumsi masyarakat akan daging yang terus meningkat.
Keberhasilan budidaya dipengaruhi
oleh manajemen di antaranya aspek suhu dan pencahayaan di dalam kandang. Suhu
lingkungan yang tinggi dan fluktuatif di Indonesia merupakan kendala dalam
keberhasilan budidaya ayam broiler. Suhu berpengaruh terhadap perubahan
tingkah laku ayam broiler. Suhu lingkungan yang tinggi terutama pada
siang hari dapat menimbulkan cekaman panas di dalam kandang dan menaikkan suhu
tubuh ayam broiler sebesar 1-2oC yang ditunjukkan dengan laju pernafasan
yang cepat (panting). Ayam broiler berupaya mempertahankan suhu
tubuh pada kisaran normal dengan menurunkan konsumsi pakan, meningkatkan
konsumsi air, mengurangi lokomosi, dan banyak beristirahat sebagai adaptasi dan
bagian dari fungsi homeostasis.
Ketidakmampuan ayam beradaptasi
dengan cara melakukan perubahan tingkah laku dapat mengakibatkan penurunan
produktivitas dan bahkan kematian. Ayam juga termasuk ternak yang peka terhadap
pencahayaan. Dalam manajemen budidaya, ayam broiler memerlukan
pencahayaan kandang yang memadai sesuai umur untuk pertumbuhan yang optimal.
Panas kandang (brooder) pada masa pertumbuhan awal (brooding period)
dapat diperoleh dari panas lampu pijar yang sekaligus berfungsi sebagai sumber
cahaya. Intensitas cahaya dipengaruhi oleh luas dan kepadatan kandang dan dapat
mempengaruhi tingkah laku ayam broiler (Saputro, 2007). Semakin tinggi
intensitas cahaya yang diberikan akan meningkatkan aktivitas lokomosi dan makan
ayam broiler. Kebisingan juga merupakan salah satu faktor lingkungan
yang berpengaruh dalam peternakan ayam broiler. Pengaruh kebisingan terjadi
sejak pemeliharaan hingga transportasi pengiriman. Dengan berbagai sumber
kebisingan, yang tentu dapat berpengaruh pada kondisi ayam broiler, yang
pada akhirnya akan mempengaruhi ketahanan dan performanya.
Labels:
Ayam
Thanks for reading Suhu dan Pencahayaan untuk Keberhasilan Ayam Potong. Please share...!
0 Comment for "Suhu dan Pencahayaan untuk Keberhasilan Ayam Potong"