Informasi Dunia Peternakan, Perikanan, Kehutanan, dan Konservasi

Pencernaan Fermentatif dalam Rumen

Ternak ruminansia memiliki perut majemuk yang terdiri dari rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Rumen merupakan struktur terbesar yang tersusun dari 1/7 sampai 1/10 massa ternak. Pada bagian ini merupakan tempat berlangsungnya proses fermentasi terbesar. Kondisi dalam rumen adalah anaerobik dengan suhu 38-42 C. Tekanan osmosis pada rumen mirip dengan tekanan aliran darah, pH dipertahankan oleh buffer karbonat dari saliva karena adanya VFA dan amonia. Saliva yang masuk ke dalam rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahankan pH tetap pada 6,8. Selain itu saliva juga berfungsi sebagai zat pelumas dan surfaktan yang membantu dalam proses mastikasi dan ruminasi (Arora, 1995).

Rumen dihuni tidak kurang dari empat jenis mikroba yaitu : bakteri, protozoa, fungi dan virus (Preston dan Leng, 1987). Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa jumlah bakteri total kerbau (16,20 x 108 sel/ml) lebih tinggi daripada sapi (13,20 x 108 sel/ml). Persentase bakteri selulolitik dari total bakteri, pada kerbau (42,3 %) lebih tinggi daripada sapi (19,5 %). Hal ini sejalan dengan Kosakoy et al. (1978) yang melaporkan bahwa aktivitas bakteri selulolitik dalam cairan rumen kerbau lebih tinggi daripada cairan rumen sapi. Akibatnya laju degradasi dan kecernaan benang kapas pada cairan rumen kerbau jauh lebih cepat daripada cairan rumen sapi sehingga kecernaan pada cairan rumen kerbau lebih tinggi. Sama seperti populasi bakteri total, jumlah protozoa rumen pada kerbau (2,8 x 105 sel/ml) lebih tinggi dibandingkan sapi (1,5 x 105 sel/ml) (Pradhan, 1994). Hal inilah yang membuat tingkat efisiensi kecernaan ransum pada kerbau lebih tinggi dibandingkan sapi (Ruangprim et al., 2007).

Bakteri pencerna pati yaitu Streptococcus bovis, Ruminobacter amylophilus, Prevotella ruminicola, Succinomonas amylophilus dan Selenomonas ruminantium. Sedangkan bakteri pencerna selulosa adalah Ruminococcus flavefaciens, R. albus, F. succinogenes dan B. fibrisolvens. Bakteri tersebut mempunyai enzim yang mampu menghancurkan karbohidrat kompleks menjadi glukosa dan VFA (Freer dan Dove, 2002). Arora (1995) menyatakan bahwa pertumbuhan populasi bakteri di dalam rumen sangat dipengaruhi oleh konsentrasi amonia dan VFA yang merupakan sumber kerangka karbon untuk pertumbuhan dan pembentukan protein mikroba.

Sutardi (1979) menyatakan bahwa adanya bakteri dan protozoa yang hidupdalam rumen menyebabkan ruminansia dapat mencerna ransum yang mengandung serat kasar tinggi. Pernyataan ini didukung pula oleh Arora (1995) yang menyatakan bahwa protozoa berperan dalam pola fermentasi rumen dengan cara mencerna partikel-partikel pati sehingga dapat mempertahankan pH dan menghasilkan konsentrasi VFA rendah, selain itu protozoa juga memangsa bakteri untuk memenuhi kebutuhannya karena kemampuan protozoa untuk mensintesis vitamin B kompleks dan asam amino sangat rendah. Penghuni terbesar dalam cairan rumen adalah bakteri yaitu 1010-1012 sel/ml cairan rumen dan populasi terbesar kedua diduduki oleh protozoa yang populasinya mencapai 105-106 sel/ml cairan rumen (Hungate, 1966).

Fardiaz (1992) menyatakan bahwa protozoa merupakan golongan protista tinggi yang mempunyai sifat lebih menyerupai hewan daripada tanaman atau yang biasa dikenal dengan eukariotik. Berbeda dengan bakteri yang digolongkan ke dalam prokariotik dan memiliki struktur yang lebih sederhana. Perbedaan antara eukariotik dan prokariotik terletak pada inti selnya. Eukariotik mempunyai inti sel sejati yaitu suatu struktur yang dikelilingi membran inti (nukleus) dimana didalamnya terdapat kromosom. Didalam nukleus terdapat nukleolus yang mempunyai kandungan RNA sangat tinggi. Nukleolus merupakan tempat sintesis RNA ribosom, sedangkan prokariotik tidak punya inti sejati dan komponen keturunannya terdapat di dalam molekul DNA tunggal yang terletak bebas dalam sitoplasma.

Odenyo et al. (1999) menyatakan bahwa beberapa faktor antinutrisi seperti asam amino non-protein, glikosida, polyphenolics, alkaloid dan saponin bersifat racun terhadap mikroba rumen. Saponin merupakan agen anti protozoa yang dapat menurunkan populasi protozoa dalam rumen dan saponin merupakan salah satu senyawa yang terdapat dalam bungkil biji jarak pagar (Aregheore et al., 1998). Contoh lain adalah hasil penelitian Hakim (2002) yang menyatakan ketahanan mikroba rumen sapi paling tinggi dibandingkan ternak kerbau, kambing dan domba terhadap efek negatif dari zat antinutrisi pada A. villosa dan asam amino DABA. Hasil tersebut menunjukkan bahwa mikroba pada berbagai rumen ternak ruminansia memiliki respon yang berbeda-beda dalam mencerna ransum dan mikroba pada rumen sapi memiliki ketahanan paling baik terhadap zat antinutrisi dari A. villosa.

Hermawan (2001) memaparkan bahwa kandungan tanin dalam A. villosa dan A. angustissima juga dapat mengikat dinding sel mikroba rumen dan mengganggu permeabilitas sel mikroba, sehingga sel mudah mati, akibatnya populasi bakteri total dapat berkurang drastis. Hal ini mengkibatkan terhambatnya proses degradasi pakan dalam rumen, konsentrasi amonia dan VFA yang merupakan hasil degradasi protein dan karbohidrat juga akan berkurang, karena mikroba rumen berperan penting dalam proses degradasi pakan. Ulya (2007) juga menambahkan bahwa populasi bakteri proteolitik pada cairan rumen kambing lebih tinggi dibandingkan cairan rumen domba, sapi dan kerbau yang diberi BBJP sebagai ransum tunggal, sedangkan bakteri selulolitik mampu bertahan secara baik dalam cairan rumen sapi dan kerbau yang diberi bungkil biji jarak pagar secara in vitro. Juniastica (2008) juga melaporkan bahwa bakteri selulolitik, amilolitik dan proteolitik pada cairan rumen sapi yang diberi ekstrak kursin BBJP dalam ransum lebih tinggi daripada kerbau. Hal ini menunjukkan bahwa produk fermentasi pakan dari bungkil biji jarak pagar secara optimal dapat dimanfaatkan oleh bakteri untuk pertumbuhannya.

Labels: Rumen

Thanks for reading Pencernaan Fermentatif dalam Rumen. Please share...!

0 Comment for "Pencernaan Fermentatif dalam Rumen"

Back To Top