Informasi Dunia Peternakan, Perikanan, Kehutanan, dan Konservasi

Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis)

Klasifikasi Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) termasuk hewan herbivora dengan klasifikasi sebagai berikut (IRF 2002) :
Kelas : Mamalia
Sub Kelas : Theria
Ordo : Perissodactyla
Sub Ordo : Ceratomorpha
Famili : Rhinocerotidae
Genus : Dicerorhinus
Spesies : Dicerorhinus sumatrensis

Menurut Van Strien (1974), Badak diklasifikasikan menjadi lima spesies yaitu tiga spesies terdistribusi di Asia dan dua spesies terdistribusi di Afrika. Badak yang terdistribusi di Asia antara lain Dicerorhinus sumatrensis (badak Sumatera), Rhinoceros sondaicus (badak Jawa), Rhinoceros unicornis (badak India) sedangkan badak yang terdistribusi di Afrika antara lain Diceros bicornis (badak hitam) dan Ceratotherium simum (badak putih).

Morfologi
Badak Sumatera merupakan spesies badak terkecil dan paling primitif dari Rhinocerotidae (Van Strien 1974). Menurut Foead (2005), berat badak Sumatera sering tidak mencapai 1.000 kg, sementara badak Jawa dapat mencapai 1.500-2.000 kg. Badak Sumatera hanya memiliki dua lipatan kulit utama yaitu lipatan pertama melingkari bagian dorsal paha dan lipatan kedua di bagian abdomen sebelah lateral. Lipatan kulit tampak nyata dekat kaki belakang dan bagian kaki depan (Van Strien 1974).

Badak Sumatera memiliki ukuran tubuh yang gemuk dan agak bulat, kulitnya licin, relatif lebih lembut dan tipis dibandingkan badak Asia lainnya serta terdapat garis-garis berbentuk polygonal pada permukaan kulitnya. Badak Sumatera merupakan badak yang paling berambut dari semua spesies badak. Sewaktu bayi, tubuhnya ditutupi rambut tebal, kemudian akan berkurang dan menjadi lebih pendek dan kaku saat dewasa. Rambut banyak ditemukan di dalam liang telinga, garis tengah punggung, bagian ventral flank dan bagian luar paha sedangkan di daerah muka dan bagian kulit yang melipat tidak ditemukan rambut (Van Strien 1974).

Keistimewaan lainnya pada badak Sumatera yaitu memiliki kepala yang besar dengan dua buah cula yaitu cula cranialis berada di dorsal os nasale dan cula caudalis berada di dorsal os frontale. Cula cranialis memiliki panjang 10-31 inci (25-79 cm) sedangkan cula caudalis memiliki panjang hanya 3 inci (10 cm) (IRF 2002). Menurut Van Strien (1974), cula caudalis tidak pernah lebih besar dari cula cranialis sehingga cula caudalis sering tidak terlihat jelas dan tampak hanya mempunyai satu cula. Badak betina memiliki cula lebih pendek dan lebih kasar dibandingkan badak jantan (Van Strien 1985). Cula berkembang dari dasar epidermis yang dibentuk dari serat berkeratinisasi yang kompak, kokoh dan struktur yang padat dengan diameter sekitar 0.5 mm yang terus tumbuh dan tidak mudah patah serta tidak berhubungan langsung dengan skelet kepala (Hildebrand dan Goslow 2001).

Menurut Hieronymus dan Ridgely (2006), cula terletak pada dasar epidermis yaitu bagian lapisan kulit paling luar. Pada pengamatan dengan menggunakan CT-scan menunjukkan bahwa cula hanya berupa matriks keratin tanpa adanya tulang dan bagian pusat dari cula tersebut diperkuat dengan adanya kombinasi mineral (kalsium) dan melanin. Adanya lamina-lamina gelap pada bagian pusat menunjukkan konsentrasi mineral dan melanin tersebut relatif lebih besar dibandingkan daerah sekitarnya. Perubahan konsentrasi mineral dan melanin akibat adanya deposisi dari campuran tersebut (Gambar 4D). Menurut Van Strien (1974), gigi badak Sumatera dewasa mempunyai 1 incisivum, 3 premolar dan 3 molar pada rahang atas sedangkan pada rahang bawah terdapat 3 premolar dan 3 molar tetapi tidak terdapat incisivum. Incisivum di rahang atas mempunyai ukuran lebih besar dibandingkan rahang bawah dengan mahkota yang datar. Premolar dan molar mempunyai mahkota yang agak lengkung dan sekitarnya dilapisi email. Pergantian gigi susu badak terjadi dalam beberapa tahap yaitu diawali dengan munculnya gigi molar permanen pertama. Pada saat gigi molar permanen kedua muncul kemudian diikuti oleh pergantian gigi premolar kedua, saat gigi molar kedua mulai digunakan maka diikuti pergantian gigi premolar ketiga lalu saat gigi molar ketiga mulai terlihat maka seluruh gigi susu telah diganti (Van Strien 1974).


Labels: Badak Sumatera

Thanks for reading Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) . Please share...!

0 Comment for "Badak Sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) "

Back To Top