Sapi Bali (Bibos sondaicus) yang ada
saat ini diduga berasal dari hasil domestikasi Banteng liar (Bibos banteng). Proses
domestikasi sapi Bali itu terjadi 3.500 SM di Indonesia atau Indochina. Banteng
liar saat ini biasa ditemukan di Jawa bagian Barat dan bagian Timur, di Pulau
Kalimantan, serta ditemukan juga di Malaysia. Tempat dimulainya domestikasi
sapi Bali yaitu terjadi di Jawa, menduga asal mula sapi Bali adalah dari Pulau
Bali mengingat tempat ini merupakan pusat distribusi sapi Bali di Indonesia.
Gen asli sapi Bali berasal dari Pulau Bali yang kemudian menyebar luas ke
daerah Asia Tenggara, dengan kata lain bahwa pusat gen sapi Bali adalah di
Pulau Bali, di samping pusat gen sapi zebu di India dan pusat gen primigenius
di Eropa (Hardjosubroto dan Astuti, 1993).
Sapi Bali merupakan plasma nutfah dan sebagai ternak potong
andalan yang dapat memasok kebutuhan akan daging sekitar 27% dari total
populasi sapi potong Indonesia. Sebagai ternak potong, pertumbuhan sapi Bali
tergantung pada kualitas nutrien yang terkandung pada tiap bahan pakan yang
dimakan. Pada umumnya, kebutuhan akan nutrien dari ternak sapi adalah energi
berkisar 60 – 70% total digestible nutrien (TDN), protein kasar 12%, dan lemak
3 – 5%. Pemanfaatan hijauan bernilai hayati tinggi sebagai sumber pakan belum
bisa mendukung kebutuhan sapi Bali akan nutrien. Hal ini disebabkan karena
hijauan bernilai hayati tinggi dan ketersediaannya terbatas pada musim kemarau
(Sastradipradja, 1990).
Sapi Bali merupakan plasma nutfah indonesia |
Sapi Bali mempunyai ciri-ciri fisik yang seragam, dan hanya
mengalami perubahan kecil dibandingkan dengan leluhur liarnya (Banteng). Warna
sapi betina dan anak atau muda biasanya coklat muda dengan garis hitam tipis
terdapat di sepanjang tengah punggung. Warna sapi Bali jantan adalah coklat
ketika muda tetapi kemudian warna ini berubah agak gelap pada umur 12-18 bulan
sampai mendekati hitam pada saat dewasa, kecuali sapi jantan yang dikastrasi
akan tetap berwarna coklat. Pada kedua jenis kelamin terdapat warna putih pada
bagian belakang paha (pantat), bagian bawah (perut), keempat kaki bawah (whitestocking)
sampai di atas kuku, bagian dalam telinga, dan pada pinggiran bibir atas
(Hardjosubroto dan Astuti, 1993).
Tiga bangsa sapi lokal yang
berpotensi dikembangkan di Indonesia adalah sapi Ongole (Sumba Ongole dan
Peranakan Ongole), sapi Bali, dan sapi Madura. Bangsa sapi tersebut telah
beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan dan cekaman di wilayah Indonesia.
Melalui ketiga bangsa sapi lokal tersebut, sapi Bali paling tahan terhadap cekaman
panas, di samping memiliki tingkat kesuburan yang baik, kemampuan libido
pejantan lebih unggul, persentase karkas tinggi (56 persen), dan kualitas
daging baik (Anonimus, 2004).
Peternak
menyukai sapi Bali mengingat beberapa keunggulan karakteristiknya antara lain :
mempunyai fertilitas tinggi, lebih tahan terhadap kondisi lingkungan yang
kurang baik, cepat beradaptasi apabila dihadapkan dengan lingkungan baru, cepat
berkembang biak, bereaksi positif terhadap perlakuan pemberian pakan, kandungan
lemak karkas rendah, keempukan daging tidak kalah dengan daging impor.
Fertilitas sapi Bali berkisar 83 - 86 persen, lebih tinggi dibandingkan sapi
Eropa yang 60 persen. Karakteristik reproduktif antara lain : periode
kebuntingan 280-294 hari, rata-rata persentase kebuntingan 86,56 persen,
tingkat kematian kelahiran anak sapi hanya 3,65 persen, persentase kelahiran
83,4 persen, dan interval penyapihan antara 15,48-16,28 bulan (Wirdahayati,
1995).
Beberapa kelemahan sapi Bali antara lain (Suryana,
2000), pertumbuhan yang lambat, tekstur
daging yang alot dan warna yang gelap sehingga kurang baik digunakan sebagai
steak, slice-beef, sate dan daging asap. Sapi Bali juga dinyatakan peka
terhadap beberapa penyakit seperti penyakit Jembrana/Ramadewa, dan Malignant Catarrhal
Fever (MCF).
Daftar Pustaka
Anonimus.
2004. Pengembangan Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali. Laporan Akhir
Penelitian. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya. Malang.
Hardjosubroto, J. dan J.M. Astuti. 1993. Buku Pintar Peternakan.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Sastradipradja,
D. 1990. Potensi Internal Sapi Bali Sebgai Salah Satu Sumber Plasma Nutfah
Untuk Menunjang Pembangunan Peternakan sapi Potong dan Ternak Kerja Secara
Nasional. Proc.Seminar Nasional Sapi Bali. Universitas Udayana. Denpasar.
Suryana.
A. 2000. Harapan dan Tantangan bagiSubsektor Peternakan dalam
meningkatkanKetahanan Pangan Nasional. Pros. SeminarNasional Peternakan dan
Veteriner. Bogor, 18– 19 September 2000. Puslitbang Peternakan,Bogor. hlm. 21 –
28.
Wirdahayati,
R.B. dan A. Bamuallim. 1995. Parameterfenotipik dan genetik sifat produksi dan
reproduksisapi Bali pada Proyek Pembibitan dan Pengembangansapi Bali (P3Bali)
di Bali. Thesis Fakultas PascaSarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Labels:
Plasma Nutfah,
Sapi Potong,
Seri Budidaya
Thanks for reading Gambaran Umum Sapi Bali . Please share...!
0 Comment for "Gambaran Umum Sapi Bali "