Sifat fisik suatu produk mempunyai peranan penting untuk
pengawasan dan standarisasi mutu suatu produk. Sifat fisik banyak digunakan
untuk perincian dan standarisasi mutu karena sifat-sifat fisik lebih mudah dan
lebih cepat dikenali atau diukur apabila dibandingkan dengan sifat-sifat kimia,
mikrobiologi, dan fisiologi. Sifat fisik bakso penting untuk dianalisis untuk mengetahui
kualitas bakso. Bakso yang kenyal lebih disukai masyarakat. Bakso yang
kenyal didapat dari daya mengikat air yang tinggi. Nilai pH mempengaruhi daya
mengikat air, kekenyalan dan rendemen. Semakin tinggi nilai pH maka semakin tinggi daya
mengikat air dan kekenyalan bakso.
Nilai pH
Nilai pH merupakan singkatan dari pondus
hydrogenii, yang artinya potensial hidrogen, yaitu kekuatan hidrogen sebagai penentu asam
karena predominan ion-ion hidrogen (H+). Perubahan nilai pH sangat penting untuk diperhatikan
dalam setiap perubahan postmortem. Nilai pH dapat menunjukan penyimpangan kualitas daging, karena berkaitan dengan warna, keempukan, cita rasa, daya
mengikat air, dan masa simpan (Lukman et al,, 2007). Nilai pH daging dipengaruhi oleh proses pemasakan dan penambahan garam. Nilai pH daging kelinci jantan lokal
yaitu 5,67 dan pH daging kelinci betina lokal yaitu 6,13 (Setiawan, 2009).
Kekenyalan
Menurut SNI 01-3818-1995, bakso yang baik
adalah bakso yang memiliki kekenyalan yang tinggi. Sifat kenyal merupakan sifat
fisik produk alam dalam hal daya tahan untuk pecah akibat gaya tekan. Sifat kenyal
dan keras sama-sama untuk menyatakan tahan pecah. Perbedaan keduanya adalah
sifat keras menyatakan sifat benda atau produk pangan padat yang tidak bersifat
deformasi, sedangkan sifat kenyal adalah sifat reologi produk pangan plastis
yang bersifat deformasi (Soekarto, 1990). Sifat reologi adalah sifat fisik
produk pangan berkaitan dengan deformasi bentuk akibat terkena gaya mekanis. Sifat
deformasi adalah kemampuan memulihkan titik-titik dalam suatu bahan pangan (Soekarto,
1990).
Menurut Nurmi (1995), kekenyalan pada
bakso dipengaruhi oleh daya mengikat air (DMA). Tingginya DMA menghasilkan
bakso yang kenyal dan tidak dapat pecah bila ditekan atau dikunyah. Konsumen
lebih menyukai bakso yang kenyal dan tidak cepat pecah (kompak). Bahan pangan
yang kenyal mempunyai sifat elastis ketika dikunyah. Kekenyalan berhubungan
dengan kemampuan molekul pati untuk membentuk gel atau jaringan tiga dimensi
yang bersifat elastis. Sifat ini dikombinasikan dengan daya mengikat protein
daging yang menyebabkan bakso mempunyai kekuatan untuk menahan tekanan dari
luar dan kembali kebentuk semula yang disebut dengan sifat kenyal (Andayani,
1999). Proses gelatinisasi atau pengembangan granula-granula pati selama
pemasakan juga menyebabkan kekenyalan pada produk seperti bakso. Kekenyalan
dapat dihasilkan dari daging pre-rigor (daging segar setelah pemotongan tanpa perlakuan
penyimpanan). Daging pre-rigor
memiliki protein aktin dan miosin yang
terekstrak 50% lebih besar dibanding daging post-rigor dengan nilai pH yang tinggi sehingga menghasilkan DMA
tinggi. DMA yang tinggi didapat dari protein daging yang mengikat air lebih
banyak sehingga produk kenyal.
Daya Mengikat Air (DMA)
Daya mengikat air (DMA) oleh protein
daging atau water
holding capacity merupakan suatu nilai yang menunjukan
kemampuan untuk mengikat air atau cairan baik yang berasal dari dalam maupun
dari luar atau yang ditambahkan. Sebagian besar sifat produk daging seperti
tekstur, warna, ketegaran, sari minyak dan keempukan dipengaruhi oleh daya
mengikat air (Soeparno, 2005). Daya mengikat air dipengaruhi oleh pH. Aberle et al. (2001) menyatakan bahwa pH daging akan mempengaruhi daya
mengikat air yang dihasilkan. Pengukuran DMA penting dilakukan dalam pengujian
kualitas daging karena DMA dapat digunakan sebagai indeks kelezatan, pedoman pengukuran
mikroba atau pedoman pengolahan industri daging.
Rendemen
Rendemen dapat diperoleh dengan
membandingkan berat bakso yang
diperoleh dengan berat daging. Rendemen
sangat dipengaruhi oleh hilangnya air
selama pemasakan. Keadaan ini
dipengaruhi oleh protein yang dapat mengikat air, semakin banyak air yang ditahan oleh protein, semakin
sedikit air yang keluar sehingga rendemen semakin bertambah (Ockerman, 1983).
Menurut Sunarlim (1992), semakin tinggi
konsentrasi garam yang digunakan
sampai 5% terjadi penurunan rendemen
1,43% dari 10,45% pada perlakuan tanpa
garam. Rendemen bermanfaat bagi
pengolahan bakso karena dapat digunakan untuk
perhitungan ekonomi. Daya mengikat air
dapat mempengaruhi rendemen karena
semakin tinggi daya mengikat air,
menyebabkan rendemen tinggi dan tekstur bakso
menjadi halus, sebaliknya daging dengan
daya mengikat air rendah menyebabkan
rendemen rendah dan teksturnya kasar
(Sunarlim, 1992).
Rendemen dipengaruhi juga oleh
penambahan garam dan STPP. Penambahan garam dapat memperluas ruang antar
filamen dalam protein miofibril dan akan mengembang setelah berikatan dengan
air sehingga air dapat ditahan di dalam daging dan air yang dikeluarkan selama
pengolahan dan pemasakan dalam jumlah sedikit (Ockerman, 1983). Rendemen bakso
dapat meningkat dengan semakin banyaknya garam yang ditambahkan karena garam
dapat menghambat keluarnya cairan selama pemasakan sehingga akan memperkecil penyusutan
pada waktu pemasakan (Moore et al.,
1976).
Daftar Pustaka
Aberle,
E.D., J.C. Forrest, H.B. Hendrick, M.D. Judge & R.A. Merkel. 2001. Principles
of Meat Science. W.H. Freeman and Co., San Fransisco.
Lukman,
D. W, Sanjaya A. W, Sudarwanto. M, Soejoedono R.R, Purnawarman T, & Latif.
H. 2007. Higiene Pangan. Fakultas Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Moore,
S. L., D.M.Theno., C. R. Anderson & G. R. Schmidt. 1976. Effect of salt, phosphate
and same non meat protein on cook yield of beef rool. J. Food Sci. 41: 424-426.
Ockerman,
H. W. 1983. Chemistry of Meat Tissue. 10th Edition. Department of Animal
Science The Ohio State University and The Ohio Agricultural Research and
Development Center, USA.
Setiawan,
M.,A. 2009. Karakteristik karkas, sifat fisik dan kimia daging kelinci Rex dan
Lokal (Oryctolagus
cuniculus). Skripsi. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soekarto,
S.T. 1990. Dasar-dasar Pengawasan dan Standarisasi Mutu Pangan. Institut Pertanian
Bogor Press, Bogor.
Soeparno.
2005. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan Keempat. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta.
Sunarlim,
R. 1992. Karakteristik mutu bakso daging sapi dan pengaruh penambahan NaCl dan
Natrium Tripolyfosfat terhadap perbaikan mutu. Disertasi. Program Pasca
Sarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Labels:
Bakso,
Pengolahan Daging,
Teknologi Hasil Ternak
Thanks for reading Sifat Fisik Bakso . Please share...!
0 Comment for "Sifat Fisik Bakso "