Proses
fermentasi silase secara garis besar dibagi menjadi 4 fase yaitu: 1) fase
aerob, 2) fase fermentasi, 3) fase stabil dan 4) fase pengeluaran untuk
diberikan pada ternak (Sapienza dan Bolsen 1993; Jones et al. 2004;
Schroeder 2004; Moran 2005). Respirasi dan proteolisis merupakan dua aktivitas
penting enzim tanaman setelah hijauan di masukkan ke dalam silo. Respirasi
adalah proses pendegradasian komponen gula pada tanaman menjadi karbondioksida,
air dan panas dengan menggunakan oksigen. Bersamaan dengan itu enzim protease
yang terdapat pada tanaman mendegradasi protein menjadi asam amino dan amonia
serta sejumlah kecil peptida dan amida seperti; asparagin dan glutamin
(McDonald et al. 1991).
Gula merupakan
substrat utama bakteri asam laktat untuk menghasilkan asam laktat yang berguna
sebagai bahan pengawet hijauan. Produksi panas yang berlebihan (suhu di atas 42
44oC) dapat
menyebabkan reaksi Mailard (pencoklatan), sehingga menurunkan kecernaan
protein dan serat. Dampak negatif dari fase aerob dapat dihindarkan dengan cara
penutupan silo dalam waktu singkat dan cepat (Sapienza dan Bolsen 1993). Fase
aerob atau fase respirasi yang terjadi di awal ensilase melibatkan 3 proses
penting yaitu: glikolisis, siklus krebs dan rantai respirasi. Glikolisis
menghasilkan 2 ATP, siklus krebs menghasilkan 2 ATP, sedangkan rantai respirasi
menghasilkan 34 ATP. Suatu sel yang melakukan respirasi akan menghasilkan
energi dua puluh kali lebih banyak dari pada sel yang mengalami fermentasi.
Pada fase
fermentasi (respirasi anaerob) menghasilkan 2 ATP tiap satu molekul glukosa
(Winarno dan Fardiaz 1979). Fase ini terjadi saat keadaan anaerob dicapai dan
mikroorganisme anaerob mulai berkembang. Bakteri asam laktat (BAL) merupakan
mikroorganisme yang memegang peranan penting pada ensilase. Mikroorganisme yang
lain seperti Enterobacteria, Clostridia, ragi dan kapang memiliki
pengaruh yang negatif pada kualitas silase. Mikroorganisme ini akan
berkompetisi dengan bakteri asam laktat untuk menfermentasi karbohidrat dan
memproduksi senyawa yang mengganggu proses pengawetan pakan ternak (Bolsen et
al. 2000). Lin et al. (1992) melaporkan bahwa Enterobacteria mempunyai
pH optimum 6 7, pada umumnya tidak berkembang di bawah pH 5. Populasinya tinggi
pada awal ensilase dan hanya aktif pada 12 36 jam pertama ensilase. Selanjutnya
akan menurun, sehingga kehadirannya tidak berpengaruh setelah beberapa hari
ensilase.
Sementara itu
menurut Schroeder (2004) fase fermentasi diawali dengan pertumbuhan bakteri yang
menghasilkan asam asetat. Bakteri ini menfermentasi karbohidrat terlarut dan
memproduksi asam asetat sebagai hasil akhirnya. Produksi asam asetat akan
menurunkan pH, hingga pertumbuhannya akan terhambat pada pH di bawah 5.
Penurunan pH terus berlangsung seiring dengan meningkatnya jumlah kelompok
bakteri penghasil asam laktat. Bakteri ini akan terus berkembang sampai
mencapai pH sekitar 4. Fase ini adalah fase terpanjang pada proses ensilase dan
akan terus berlangsung sampai dicapai pH yang cukup rendah untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme terutama bersifat merugikan. Selanjutnya bahan pakan
akan tahan disimpan dan tidak akan terjadi proses kerusakan sepanjang silase
tetap terpelihara dalam kondisi anaerob.
Masa aktif
pertumbuhan BAL berakhir karena berkurangnya WSC, maka ensilase memasuki fase
stabil. BAL menfermentasi gula yang dirombak dari hemiselulosa, sehingga
menyebabkan lambatnya penurunan pH. Faktor lain yang mempengaruhi adalah
kekuatan silo dalam mempertahankan suasana anaerob (Bolsen et al. 2000).
Pada fase stabil proses pertumbuhan dan kematian BAL seimbang. Hal ini
disebabkan pada kondisi ini hanya beberapa mikroorganisme saja yang mampu
bertahan, sehingga tidak terjadi lagi peningkatan produksi asam. Di samping itu
sejumlah bakteri
Clostridia dimungkinkan tumbuh, jika terjadi kebocoran dan akan
menaikkan pH (Schroeder 2004). Fase pengeluaran untuk pakan ternak dilakukan
setelah silase melewati masa simpan yang cukup. Menurut Schroeder (2004) hampir
50% bahan kering dirusak oleh mikroba aerob yang menyebabkan kebusukan terjadi
pada fase ini. Oksigen secara bebas akan mengkontaminasi permukaan silase,
kehilangan bahan kering terjadi karena mikroorganisme aerob akan mengkonsumsi
gula, hasil akhir fermentasi dan nutrien lainnya yang terlarut dalam silase
(Sapienza dan Bolsen 1993).
Sementara itu
Bolsen et al. (2000) menyatakan bahwa silase setiap hari akan mengalami
kehilangan bahan kering sekitar 1.5–3.0% setiap meningkatnya suhu 8–12oC pada fase
pemberian pada ternak. Pada fase ini terjadi pula peningkatan pH dengan kisaran
4–7 dengan konsentrasi pertumbuhan kapang yang cukup tinggi. Pengawetan silase
yang baik ditandai dengan lebih 60% dari total asam organik yang dihasilkan
selama ensilase adalah asam laktat. Masa fermentasi aktif berlangsung selama
satu minggu sampai satu bulan. Hijauan yang dibuat silase dengan kandungan air
65% termasuk dalam kategori ini, sedangkan bila kandungan air lebih rendah dari
40–50% proses fermentasi berlangsung sangat lambat. Fermentasi normal dengan kandungan
air 55–60% masa fermentasi aktif akan berakhir antara 1–5 minggu. Fermentasi
akan terhenti disebabkan kehabisan substrat gula untuk proses fermentasi dan
dapat terus bertahan selama beberapa tahun sepanjang silase tidak kontak dengan
udara
Labels:
Fermentasi
Thanks for reading Fermentasi Silase. Please share...!
0 Comment for "Fermentasi Silase"