Pada manusia, virus AI H5N1 cenderung menyerang pneumocytes dan sel
epitel kuboid tak bersilia pada bronkioli ujung dari saluran pernafasan bagian
bawah. Pada kucing, karakteristik predileksi pada saluran pernafasan mirip dengan
kejadian yang ada pada manusia (Burgos dan Burgos 2007d). Gejala Flu Burung
pada manusia adalah keratokonjungtivitis, demam, infeksi saluran pernafasan
yang sangat cepat dan kematian (Anaeto dan Chioma 2007). Disamping itu, gejala
klinis yang muncul juga dapat berupa demam tinggi dan gangguan saluran
pernafasan atas dengan Influenza biasa sebagai gejala awal. Beberapa penderita
dapat mengalami sakit dada, perdarahan hidung dan gusi, gangguan pencernaan
seperti diare, muntah dan nyeri perut.
Gejala respirasi tidak selalu muncul pada saat dilakukan
diagnosa. Seorang penderita infeksi HPAI dapat tidak menunjukkan gejala klinis
respirasi, namun mengalami ensefalitis akut, sedangkan seorang penderita yang
pernah dilaporkan terinfeksi di Thailand hanya mengalami demam dan diare ketika
terinfeksi oleh virus tersebut. Beberapa penderita akan mengalami gangguan
saluran pernafasan bawah segera setelah terinfeksi diantaranya yaitu dyspnoe, radang
tenggorokan dan bersuara ketika melakukan inspirasi. Sekresi pernafasan dan
sputum berwarna kemerahan. Kebanyakan penderita kondisinya akan memburuk dengan
cepat. Pada tahap lanjut, akan terjadi kegagalan multi organ dan koagulasi
intravaskular (CFSPH
2008).
Virus HPAI H5N1 yang menginfeksi manusia tidak dengan mudah
bisa ditularkan antar manusia. Beberapa ahli menyatakan bahwa virus H5N1
menginfeksi sel saluran pernafasan bagian bawah pada lokasi yang paling dalam
sehingga tidak akan mudah dikeluarkan melalui batuk maupun bersin. Penelitian
yang dilakukan oleh beberapa ahli lain memperoleh hasil kesimpulan bahwa virus
Flu pada manusia hanya mengikat reseptor alfa 2,6 galactose yang ada
pada saluran pernafasan manusia dari hidung sampai ke paru-paru. Sementara
virus AI cenderung untuk mengikat reseptor alfa 2,3 galactose yang
terdapat pada saluran pernafasan unggas namun jarang sekali ditemukan pada
manusia. Dengan menggunakan penanda atau marker molekul, telah diketahui bahwa
manusia juga memiliki reseptor alfa 2,3 galactose, namun reseptor tersebut terletak di bagian terdalam dan
terkecil dari paru yaitu alveoli (Anaeto dan Chioma 2007).
Insidensi kasus AI pada manusia di Indonesia cenderung
konsisten terjadi pada usia sampai dengan 30-an tahun. Di Vietnam insidensi
kasus juga cenderung konstan pada usia penderita sampai dengan 40 tahun.
Sementara di Mesir, insidensi cenderung tidak konstan pada usia tertentu. Hal
ini mengindikasikan bahwa keterpaparan memegang peranan penting untuk
terjadinya kasus pada manusia. Keterpaparan sendiri bisa dikaitkan dengan
resiko pekerjaan atau aktivitas yang dilakukan oleh seseorang (Kaoud 2008).
Pada manusia ada 4 jenis obat antiviral yang biasa digunakan untuk pengobatan
penyakit flu yaitu amantadin, rimantadin, zanamivir dan oseltamivir.
Oseltamivir pada beberapa pengobatan dapat membantu kesembuhan penderita flu
burung bila diberikan dalam waktu 48 jam setelah munculnya gejala klinis.
Kebanyakan virus H5N1 resisten terhadap amantadin dan rimantadin, sedangkan
resistensi terhadap zanamivir dan oseltamivir sangat jarang terjadi (CFSPH 2008).
Labels:
Kesehatan Ternak
Thanks for reading Avian Influenza pada Manusia . Please share...!
0 Comment for "Avian Influenza pada Manusia "