Ektoparasit
yang banyak terdapat pada tubuh ternak adalah kutu. Klasifikasi kutu adalah
kelas Insecta, ordo Phthiraptera, dan sub ordo Mallophaga,
Anoplura, dan Rhynchophthirina. Sub ordo Mallophaga terdiri
atas dua kelompok yaitu Amblycera dan Ischnocera. Masing-masing
sub ordo terdapat famili yang berbeda-beda. Kutu yang terdapat pada ternak
mamalia berada pada sub ordo Mallohaga, kelompok Ishnocera dan
famili Trichodectidae. Selain itu, kutu yang terdapat pada hewan berkuku
belah dan anjing adalah sub ordo Anoplura dan famili Linognathidae (Hadi,
2010). Bentuk tubuh kutu adalah pipih dorsovental dengan ukuran 1-6 mm dan
terdiri atas kepala, toraks dan abdomen yang jelas terpisah. Kepalanya
dilengkapi dengan 3-5 ruas antena dan berbentuk segitiga lebar dengan ujung
anterior yang tumpul. Tipe mulut pada kutu Ischnocera adalah mandibulata
atau penggigit. Tipe mulut kutu Anoplura adalah penusuk dan penghisap,
oleh karena itu dikenal sebagai kutu penghisap (Hadi, 2010).
Parasit
pada domba merupakan salah satu masalah yang banyak menyerang di daerah tropis
dan seperti halnya dengan ternak lain pencegahan parasit dapat dilakukan dengan
cara pengelolaan yang baik, pemberian pakan yang sesuai dan kebersihaan.
Ektoparasit pada domba seperti “blowflies” (termasuk juga cacing skrup),
caplak, kutu, tungau dan jamur dikategorikan tidak begitu berbahaya seperti
endoparasit tetapi ektoparasit ini juga banyak menimbulkan kerugian. Adanya
ektoparasit yang bervariasi dari daerah ke daerah, sehingga pengendalian pun
bervariasi dapat berupa penyemprotaan dan pencelupan (Williamson dan Payne,
1993).
Ektoparasit
dapat memberikan efek yang serius pada produktivitas domba, seperti menurunkan
produksi susu dan daging, menurunkan kualitas wool dan kulit, serta membutuhkan
program pengontrolan yang mahal. Ektoparasit juga membuat efek yang serius pada
kesejahteraan domba saat bergerombol dan individu, seringkali menghasilkan
sifat hewan yang ganas (Williamson dan Payne, 1993). Iritasi yang disebabkan
kutu yang aktif ini dapat bersifat berbahaya, ternak yang terinfeksi seringkali
menggigit-gigit tubuhnya agar terbebas dari rasa gatal, atau dengan cara
menggosok tubuhnya pada pohon, tepi kandang maupun bebatuan (Noble dan Noble, 1989).
Ektoparasit permanen
melakukan semua perkembangan mereka pada tubuh domba (contohnya: mange
mites, keds dan lice) secara musiman, dengan jumlah populasi tertinggi
terdapat pada musim dingin atau awal musim semi. Ektoparasit semi permanen
hanya terdapat sedikit yang dapat hidup (contohnya: blowflies, headflies,
dan nasal flies), ektoparasit tersebut utamanya aktif saat suhu mulai
hangat yaitu musim semi dan musim panas. Pencukuran akan menghilangkan banyak
ektoparasit permanen dan efek tersebut akan dirasakan pada musim-musim tertentu
(Aitken, 2007). Saat musim dingin kutu terdapat di pangkal ekor, pundak dan
sepanjang punggung, tetapi apabila infasi berat, kutu dapat ditemukan diseluruh
tubuh ternak (Noble dan Noble, 1989).
Ektoparasit
memiliki panjang diatas 3 mm, berwarna coklat dan relatif ukuran kepalanya
besar. Selama hidupnya sekitar 1 bulan, ektoparasit betina bertelur 2-3
butir/hari. Telurnya biasanya berwarna agak putih dan menempel pada bulu
sehingga dapat dilihat oleh mata. Anakan ektoparasit atau nimfa yang baru
menetas lebih kecil apabila dibandingkan dengan indukan. Nimfa akan berganti
kulit dua kali dengan interval 5-9 hari. Bagian mulut dari kutu tersebut
beradaptasi untuk menggigit dan mengunyah bagian luar wol, lapisan dermis, dan
darah. Damalinia ovis merupakan kutu yang aktif, setelah berada di tubuh
ternak kutu-kutu tersebut akan menyebar. Ektoparasit ini rentan pada suhu yang
tinggi dan tidak toleran terhadap kelembaban yang tinggi. Saat berada
dikelembaban 90%, 6 jam kemudian ektoparasit akan mati (Taylor et al.,
2007).
Resistensi
umur terhadap parasit merupakan hal yang umum. Semakin tua ternak, semakin
besar resistensinya. Ternak yang tua dapat mengandung jumlah parasit yang lebih
besar, apabila ternak telah dapat beradaptasi maka ternak menjadi toleran
terhadap parasit yang terdapat pada tubuhnya sehingga perkembangan kutu
tersebut tidak terganggu (Noble dan Noble, 1989).
Pencukuran bulu secara
teratur merupakan komponen penting dari program pengendalian ektoparasit.
Pencukuran tersebut akan mengurangi parasit pada suhu tinggi yang dihasilkan
oleh sinar matahari, yang secara langsung berbahaya bagi parasit tersebut
(Tomazweska et. al., 1993). Proses pengurangan ektoparasit dapat
dilakukan dengan cara dimandikan tetapi terlebih dahulu dicukur, setelah itu
disemprotkan pestisida. Ektoparasit yang menempel pada tubuh domba dapat
mengakibatkan beberapa penyakit seperti kudis akibat dari ektoparasit yang
masuk kedalam permukaan kulit dan merusak sel-sel kulit. Sebagian ektoparasit
menyebabkan kegatalan dan gangguan yang hebat, sehingga ternak tidak dapat
makan secara teratur dan tidak tumbuh dengan baik. Jenis ektoparasit yang lainnya
menyebabkan kerugian yang serius dan seringkali berakhir dengan kematian ternak
(Tomazweska et. al., 1993).
Sumber :
Aitken, I. D. 2007. Diseases of Sheep. 4th Ed. Blackwell
Publishing, Oxford United Kingdom.
Hadi, U.
K & S.Soviana. 2010. Ektoparasit : Pengenalan, Identifikasi, dan
Pengendaliannya. IPB Press, Bogor.
Noble, E. R. & G. A. Noble. 1989. Parasitologi:
Biologi Parasit Hewan. Edisi ke-5. Terjemahan: Wardiarto. Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.
Taylor, M. A., R. L. Coop, & R. L. Wall. 2007.
Veterinary Parasitology. 3th ed. Balckwell Publishing. Oxford, United Kingdom.
Tomazweska, M. W., I. M. Mastika, A. Djajanegara, S.
Gardiner & T. R. Wiradarya.1993. Produksi Kambing dan Domba di Indonesia.
Sebelas Maret University Press, Surakarta.
Williamson, M. & W. J. A. Payne. 1993. Pengantar
Peternakan di Daerah Tropis. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Labels:
Kesehatan Ternak
Thanks for reading Ektoparasit Pada Ternak Domba . Please share...!
0 Comment for "Ektoparasit Pada Ternak Domba "